Friday, January 15, 2016

langit

Saat menulis ini, saya sedang berada di perpustakaan. Dinding perpustakaan yang terbuat dari kaca memungkinkan saya untuk melihat situasi di luar ruangan. Orang-orang yang berjalan, orang-orang duduk melingkar, rerumputan, pohon-pohon cemara, pohon-pohon talok, pohon bunga kenanga, pohon alpukat yang ditebang, gedung Grha Sabha Pramana,mobil-mobil yang diparkir, juga langit yang menaunginya.

Langit.

Saya sangat suka memandangi langit. Sudah nonton Boyhood? Ya, adegan yang paling saya sukai adalah ketika sang tokoh utama (saat masih kecil) berbaring di atas rerumputan, salah satu tangannya dilipat di bawah kepala, dan Ia memandangi langit.

Dari tempat saya duduk sekarang, langit siang ini terlihat cerah, biru lembut. Ada awan-awan tipis di bawahnya, bukan awan yang bergumpal-gumpal.

Memandangi langit selalu mengingatkan saya pada salah satu ajaran Gede Prama. Guru Gede sering menganalogikan batin yang mendalam dengan langit dan awan. “Hitam atau putihnya awan, tidak akan mempengaruhi langit yang biru”, begitu katanya. Langit akan tetap di sana, tetap biru, ia hanya menyaksikan pergerakan awan putih atau awan hitam. Begitulah batin yang mendalam. Good mood atau bad mood hanyalah pergerakan awan putih dan awan hitam. Baik awan putih atau awan hitam, ia akan berlalu. Awan putih atau awan hitam, semuanya indah apa adanya.

Nah, jika kamu sekarang sedang berada di ruangan tertutup dan mood-mu sedang tidak bagus entah karena apa, coba buka jendela, atau keluar ruangan sebentar. Pandanglah ke atas. Langit terbuka luas, juga pikiranku, pikiranmu.*


*diambil dari judul lagu “Langit Terbuka Luas, Mengapa tidak pikiranku..pikiranmu”, Pure Saturday.

Jatuh Cinta Seperti di Film-Film

 Halo! Apa kabar? Semoga kamu baik, ya.  Kamu sudah nonton Jatuh Cinta Seperti di Film-Film ? Aku sudah. Dua kali di bioskop.  Setelah nonto...