Thursday, June 2, 2011

lampu kota dan andong yang (ternyata) beroda empat

suatu malam yang cukup ramai di km 0 kota saya, lampu kota yang berwarna kuning-kuning itu seperti rembulan yang jumlahnya ratusan. saya dan (ehem) si pacar, berjalan beriringan. membicarakan ini itu. hingga kami lelah dan memutuskan untuk duduk santai di pinggir jalan.

sambil mendengarkan si pacar bercerita, pikiran saya yang nakal melayang kemana-mana. hmm. sejak kecil saya selalu bertanya-tanya, mengapa ya selalu saja ada orang di jalan raya pada waktu yang bersamaan? dan itu jumlahnya sangat banyak. orang yang berbeda setiap harinya. gak siang gak malam. itu kan berarti banyak orang yang meninggalkan rumahnya, meninggalkan tempat tertentu menuju tempat lainnya. sebenarnya mereka mau kemana? apa sih yang mereka cari? banyak sekali orang lho. pada waktu yang bersamaan. apa itu berarti banyaaak sekali orang di dunia ini? dan begitu sempitnya jalan? begitu sempitnya waktu?

begitu sempitnya jalan sehingga orang harus berjubel untuk mancari ruang. mungkin saling mendahului agar cepat sampai ke tujuan. caranya pun beda-beda. ada yang pake motor, mobil, sepeda, becak, andong. tak jarang juga yang berjalan kaki. mungkinkah tujuan mereka sama?

[sebentar, setelah saya perhatikan, ternyata andong itu rodanya empat ya. dua di depan dengan ukuran kecil dan dua lagi di belakang dengan ukuran yang lebih besar. selama ini yang saya tahu andong itu rodanya dua lho. apa memang ada andong yg rodanya dua? saya masih penasaran.]

memang sih, kalau jam 2 atau jam 3 pagi sudah gak begitu ramai. saat itu orang pada kemana? sedang terlelap kah? kenapa waktu yang hanya 24 jam itu di-setting sedemikian rupa sehingga orang bisa bangun dan tidur pada saat yang bersamaan? kenapa pada jam-jam tertentu orang berbondong-bondong ke suatu tempat yang sama? siapa sih yang nyetting? tolong bantu saya menjawabnya.

sepertinya pikiran saya malam itu sudah terlanjur nglantur kemana-mana. sementara orang di samping saya asyik bercerita tentang gadis bilyard yang jelita 

saya pun melontarkan pikiran saya yang mulai snewen itu.

lalu dia bilang, “tau nggak, mungkin orang-orang yang ada di jalan itu nggak mikirin apa yang sedang kamu pikirin sekarang. mereka menjalani begitu saja. tugas kamu menuliskannya.”

iya, ya. jangan-jangan mereka yang menjalani itu baik-baik saja. ngalir aja gitu. saya yang berada di luar barangkali terlalu berlebihan. tugas menulis? aduh, pacar, ini malam berlampu kenapa masih ada tugas? 

Ucapan Terima Kasih

Saya menulis ucapan terima kasih yang cukup panjang di skripsi saya, di bagian kata pengantar. Ucapan sepanjang lima halaman itu saya tujuka...