Monday, January 13, 2020

Nenek Honiden

Saya sedang duduk-duduk di bonbin menghabiskan sore sambil nyedot es coffeemix. Di depan saya duduk seorang mahasiswi yang kalau dilihat dari tampangnya, ia seperti sedang bertarung dengan hormon menstruasi. Daripada mengajaknya ngobrol, saya rasa lebih aman kalau mendiamkannya saja.

Di belakang gadis itu, duduk seorang nenek. Sebotol minuman dan sebuah tas kecil merah jambu di mejanya. Pandangan matanya menyuntuki sebuah lagu india dari layar ponselnya. Mulutnya menggumam mengikuti lirik lagu yang diputar cukup keras itu.

Si nenek ini, jika kamu pernah menjadi mahasiswa FIB UGM tahun-tahun 2000-an awal, kamu pasti mengenalnya. Sejak awal saya memperhatikannya, rambutnya sudah putih semua. Dulu ia membawa serta cucunya. Ngapain? Ngambilin sampah di sekitar kampus.

Sampai 2020 ini, ia masih melakukan hal yang sama. Bedanya, ia tak lagi mengajak serta cucunya. Bedanya lagi, sekarang ia sudah memegang ponsel yang jauh lebih bagus dari ponsel saya. Bedanya lagi dan lagi, dia bisa mengendarai motor dengan seabrek sampah di depan belakang samping kiri kanannya. Saya? Boro-boro!

Saya sering mengimajinasikan ia sebagai jelmaan nenek Honiden, ibunya Matahachi, salah satu tokoh paling ngeyelan di novel Musashi karya Eiji Yoshikawa. Nenek yang satu ini memang ngeyelan sih. Tapi sudahlah..saya malas menceritakan apa sebabnya ia saya lekati label itu.

Awalnya saya juga tidak ingin menulis tentangnya. Tapi karena terpampang nyata di depan mata saya, ya mau gimana lagi.

Sampai sekarang ia masih asyik sekali menyimak tontonan di layar ponselnya. Masih lagu-lagu india. Ia sama sekali tak terganggu keadaan sekelilingnya. Orang-orang di sekitarnya juga sepertinya (pura-pura) tak begitu peduli apa yang dilakukannya. Kecuali saya, tentu saja.

No comments:

Post a Comment

Ucapan Terima Kasih

Saya menulis ucapan terima kasih yang cukup panjang di skripsi saya, di bagian kata pengantar. Ucapan sepanjang lima halaman itu saya tujuka...