Monday, December 1, 2014

meja

Dulu ada sisa sebuah meja, di mana kita berjaga*

Adalah Park Gae In, seorang desainer furniture dalam film Personal Taste. Dalam sebuah pameran furniture, Gae In memamerkan beberapa hasil karyanya, salah satunya adalah sebuah meja yang diberi nama "personal table". Salah satu sisi meja ini memiliki cermin, dengan asumsi bahwa cermin akan menggandakan bayangan.

Bagi Jeon Jin Ho, seorang arsitek dalam film yang sama, meja itu sangat egois. Pembuatnya adalah orang yang tidak pernah memasak untuk orang lain, juga tidak paham berkomunikasi dengan orang lain. Meja yang dikenal oleh Jin Ho adalah meja yang digunakan oleh sebuah keluarga untuk melepas keletihannya. Meja untuk berkomunikasi.

Kemudian Gae In menanggapi dengan ucapan yang membuat saya tertegun: di dunia ini ada banyak orang yang tak memiliki siapapun untuk diajak makan bersama.

Gae In memang membuat karya itu berdasarkan serpihan dirinya sendiri.

Dalam film The Heirs, Choi Yung Do, seorang anak muda dari keluarga kaya raya, sering makan ramen sendirian di sebuah toko (mirip indomaret di Indonesia). Alasan dia melakukan hal itu karena orang yang makan di sana sendirian tidak terlihat aneh. Berbeda jika orang makan sendirian di tempat lain.

Apa yang dilakukan oleh Choi Yung Do adalah gambaran konkret seperti yang dikatakan oleh Gae In.

Kim Na Na, dalam film City Hunter, punya memori yang kuat tentang meja. Ia tidak memindahkan meja di depan sofa karena ayahnya sering menggunakan meja itu untuk bekerja. Ia juga tidak mengganti alas meja makan karena itu adalah peninggalan ibunya.

Begitu banyak orang (meskipun hanya tokoh dalam film) yang mempunyai keterhubungan dengan sebuah meja.

***
Di keluarga saya, tidak ada yang spesial dengan meja (makan). Kami hampir tidak pernah memperlakukan meja makan sebagaimana fungsinya. Artinya, kami tidak pernah makan bersama di meja makan karena tindakan itu terasa aneh. Lagi pula, jadwal makan kami berbeda-beda. Jika pun kebetulan kami makan pada saat yang bersamaan, kami akan memilih tempat yang berbeda saat menyantap makanan: di depan tv, di ruang tamu, bahkan di dapur.

***
Di perpustakaan kampus saya, setidaknya ada dua jenis meja. Ada meja yang digunakan berbarengan, kolektif. Ada juga meja individual, ada sekat yang memisahkan dengan orang di meja sebelahnya. Pada meja yang kolektif, orang-orang berada pada satu meja yang sama, tetapi tidak saling berkomunikasi. Mereka sibuk dengan dunianya masing-masing.

Di salah satu meja itu, saya pernah membuat bermacam coretan. Ada pesan yang saya buat untuk seseorang. Tapi mungkin seseorang itu tidak akan pernah menemukannya. Saya senang dengan meja yang riuh coretan. Ini menandakan meja itu disinggahi banyak orang. Orang-orang yang berbeda. Saya suka tersenyum geli melihat coretan-coretan di meja itu. Tapi itu dulu. Kini, di perpustakaan, hampir tidak ada meja yang penuh coretan. Bagaimana proses memudarnya coretan-coretan itu saya tidak tahu.

Ketika menulis ini, kebetulan saya berada di salah satu meja kolektif di perpustakaan. Saya tidak mengenal orang di depan saya. Sebelum saya datang, ia sudah duduk di kursi itu. Dengan tumpukan catatan di sebelah laptopnya. Orang di samping saya baru saja meninggalkan meja, tak lama kemudian digantikan oleh orang lain.

hmmm..saya tidak tahu apakah saya membutuhkan meja seperti yang dibuat oleh Park Gae In. Yang jelas, saya ingin segera duduk di balik meja ujian tesis :p

*digubah dari salah satu baris dalam sajak “Afterword” karya Goenawan Mohammad: Dulu ada sisa sebuah taman, di mana kita berdekapan.
**FYI>> dalam Affair, ada salah satu tulisan Seno Gumira Ajidarma yang menarik, yang berkaitan dengan meja, judulnya “Setengah Meja dan Kursi untuk Satu Orang”. Tulisan ini adalah pengamatan Seno tentang beberapa fungsi sosial dan individual meja, baik di restoran cepat saji maupun di warteg.

Ucapan Terima Kasih

Saya menulis ucapan terima kasih yang cukup panjang di skripsi saya, di bagian kata pengantar. Ucapan sepanjang lima halaman itu saya tujuka...