Monday, February 26, 2018

Pembaca dan Penulis Sama-Sama (harus) Bertumbuh

Beberapa jam yang lalu saya baru saja selesai membaca Ubur-Ubur Lembur, buku kesekiannya Raditya Dika. Meski banyak yang bilang tulisan-tulisan Radit receh remeh, saya gak peduli. Saya masih tetap membacanya. Wahai, cintaku, bukankah kebijaksanaan seringkali menyelinap dalam keremehan? Sejak berkenalan dengan buku pertamanya, sampai sekarang saya selalu mengikuti “pertumbuhan” tulisan-tulisan Raditya Dika.

Yang saya suka, dia gak ngikutin apa maunya pembaca yang sebagian besar mungkin berharap bakal ketawa ngakak setelah mbaca tulisan-tulisannya. Tapi, dia mau pembacanya ikut bertumbuh bersamanya.

Radit gak memaksakan diri untuk menjadi penulis seperti waktu dia nulis Kambing Jantan. Yang humornya memang kentel banget. Konyolnya parah banget.

Sejak Manusia Setengah Salmon, porsi kontemplatifnya lebih banyak daripada humornya. Atau gini, dia lebih bisa menertawakan kepahitan hidup dengan cara yang lebih elegan. Lebih dewasa. Bukan berarti semakin dewasa jadi kehilangan sense humor sih. Enggak gitu juga. Masih ada sisi-sisi konyolnya juga kok. Cuma..apa ya? Lebih bijak aja sih ngerasanya~

Gak niat muluk-muluk. Tapi setidaknya, tulisan-tulisan Raditya Dika mencoba mengingatkan: pembaca dan penulis sama-sama (harus) bertumbuh.

Hibernasi

halo! kangen?

iya sama.

Ucapan Terima Kasih

Saya menulis ucapan terima kasih yang cukup panjang di skripsi saya, di bagian kata pengantar. Ucapan sepanjang lima halaman itu saya tujuka...