Dia memanggil saya sa. Saya pun bertanya-tanya mengapa dipanggil demikian. Nama saya bukan Sasi, Sari, apalagi Saru.
Sa juga merujuk pada banyak kata. Untuk menyebut sedikit saja, ada kata Sayang, Sapi, Sakit. Sayang? Terlalu mesra dan nggak banget. Sapi? Tubuh saya terlalu kecil bahkan untuk ukuran anak sapi yang paling kurang gizi. Sakit? Mungkin. Mungkin saya terlihat sakit-sakitan atau sering disakiti. Tapi saya rasa dia tak setega itu.
Dari sekian banyak kemungkinan, sa paling masuk akal merujuk pada Nisa. Yang dia tahu, nama saya Nisa, bukan Anis. Jadi wajar jika dia memanggil saya sa. Suku kata kedua. Setelah dua tahun lebih saya tidak bertemu dengannya, pertama bertemu dia langsung memanggil saya sa, balik Jogja lagi?
Saya mulai mengenalnya sejak bonbin kedua. Tempat semi permanen di dekat parkiran FIB yang lama (kira-kira 2008?). Dia menjual aneka minuman. Semenjak di bonbin ketiga dia menjual jus dan salad buah. Saya biasanya memesan es jeruk. Siapa pun akan setuju bahwa es jeruk buatannya paling enak sebonbin raya. Dan biasanya dia sudah hafal pesanan saya.
“Mas, kayak biasanya, ya”
“Siap!”
Dia selalu mengucapkan “siap” dengan mengacungkan jempol dan tersenyum.
Selama kira-kira sepuluh tahun mengenalnya, sejak dia masih jomlo sampai punya tiga anak, yang tak berubah darinya adalah semangatnya bekerja. Saya tidak tahu apakah dia mencintai pekerjaannya atau tidak, tapi yang bisa saya lihat dia sangat antusias dengan apa yang dilakukannya. Saya senang sekali melihat orang yang seperti itu.
Dan, tadi pagi, saya mendapat kabar bahwa dia meninggal.
Deg.
Setiap mendapat kabar mendadak semacam itu, reaksi pertama saya adalah tak percaya. Saya pun kroscek ke beberapa teman. Saya mendapat kiriman foto screenshoot sebuah akun yang membenarkan bahwa dia telah berpulang.
Ya Allah, baru kemarin kami papasan dan dia menyapa saya. Sa!
Rasanya ada gerowong.
Agak siang saya ke bonbin. Agak sepi. Kiosnya kosong. Penjual yang lain masih berjualan. Mereka tampak biasa. Tapi saya yakin mereka sedang tidak biasa-biasa saja. Beberapa penjual dan teman-teman cowok hendak takziah. Saya memilih tidak ikut. Saya sedang rentan. Saya khawatir tidak bisa mengendalikan diri.
Mas Bodong, matur nuwun ya, mas. Sugeng tindak. Kami semua kehilangan. Sangat kehilangan. Akan kangen. Sangat kangen.
Kok aku rasane kelangan banget ya :’(
Friday, December 21, 2018
Saturday, December 1, 2018
Subscribe to:
Posts (Atom)
Ucapan Terima Kasih
Saya menulis ucapan terima kasih yang cukup panjang di skripsi saya, di bagian kata pengantar. Ucapan sepanjang lima halaman itu saya tujuka...
-
: sebuah penjelajahan awal Kajian Homi K. Bhabha selain banyak dipengaruhi oleh teoretisi pascastrukturalis seperti Jacques Derrida, Miche...
-
Tuhanku yang super oke, aku minta maaf. lagi-lagi aku mengeluh. bisakah patah hati ini ditunda? rasanya sangat sakit. aku ingin menang...
-
Entah kenapa saya selalu merasa tenang kalau melihat air yang mengalir. Dan sore tadi, dengan kepala yang rasanya nyutnyut, dari belakang ka...