Tuesday, April 30, 2019

27 Steps of May: Berjihad Melawan Trauma*

May, aku menyapamu kemarin sore. Ngelangut dan sakitnya masih kurasakan sampai hari ini. Kemarin itu, di deretan kursi paling belakang, aku sesenggukan. Orang-orang di sebelahku rasanya tidak seketerlaluan aku.

Aku mungkin tidak mengalami apa yang menimpamu, May. Tapi tak sulit bagiku untuk turut merasakan hal-hal traumatik itu. Sakit itu. Kau akan menolak apa pun, warna juga nuansa, yang mengingatkanmu pada kejadiaan itu. Kau akan menolak manusia untuk terlibat dalam zona nyaman yang semakin kau persempit. Kau akan berlindung dalam diam. Memutus komunikasi sama sekali. Karena bercerita adalah siksaan sekali lagi. Kau, mungkin, akan menyalahkan dirimu sendiri dan rasanya ingin mati saja. Orang-orang yang menyayangimu akan menyalahkan dirinya sendiri juga, karena tak mampu melindungimu.

May, konon katanya, melawan rasa sakit hanya akan menyakiti batin. Yang bisa kita lakukan adalah menerima rasa sakit itu. Aku bukan ingin sok menasihati, May. Tentang rasa sakit itu kaulah yang paling tahu. Aku mungkin tak bisa setabah dan sekuat kau. Aku ingin mendekapmu. Mendekap rasa sakit yang kau simpan sendiri bertahun-tahun.

May, yang sedang berjihad melawan trauma, seluka dan sesakit apa pun, jangan berhenti percaya pada kebaikan hati manusia. Maafkan dirimu. Beri ampun pada masa lalu.


*Frasa “berjihad melawan trauma” diambil dari baris puisi Joko Pinurbo, “Kita adalah cinta yang berjihad melawan trauma”.

Monday, April 29, 2019

Aku Ingin Menyapamu Lebih Sering

Aku ingin menyapamu lebih sering. Menceritakan hal-hal yang tidak selalu menakjubkan. Yang mungkin justru remeh-temeh dan tidak mengesankan. Potongan-potongan kecil dari kegiatan sehari-hari. Pertanyaan-pertanyaan klise.

Meski tak menyenangkan, harus kuakui, ruang sebelah lebih menyita waktuku karena yaa..memperlihatkan (terlalu banyak) gambar Reino Barack warna-warni, juga video-video Reino Barack dalam durasi lima puluh sembilan detik. Dan, sialnya itu membuatku malas membikin paragraf-paragraf panjang. Barangkali sebentar lagi aku akan menonaktifkannya saja. Dengan begitu, masukan yang tiap hari menyerbu otakku akan berkurang. Barangkali hari-hari akan jadi lebih ringan.

Aku ingin menyapamu lebih sering, dengan tulisan yang sederhana dan enteng-enteng saja. Seperti dulu saat kita awal-awal berkenalan.

Sunday, April 7, 2019

Sekelebatan

Beberapa lama tidak menulis di buku harian. Beberapa lama tidak sempat nonton film. Tapi sempat membaca buku-buku bagus yang dibeli dengan murah. Tapi juga sempat kecewa—mungkin lebih tepat menaruh harapan terlalu tinggi—pada sebuah buku agak mahal yang ditulis oleh orang terkenal. Sempat ingin ngechat seseorang ketika membaca sebuah buku yang mengingatkan pada masa silam tapi lalu diurungkan dan lanjut baca sampai tuntas. Masih sempat megganti air akuarium dan ikan-ikan pun senang. Membersihkan cangkir-cangkir dari noda bekas teh dan kopi yang mengerak dengan baking soda yang sungguh ajaib cangkirnya jadi cling lagi. Beberapa kali membuat es kopi susu hasil nyontek resep di instagram yang ternyata rasanya juara dan jika ditotal harganya hanya sepertiga dari harga kopi susu di warkop langganan. Ingin menghapus semua postingan di instagram tapi jempolnya capek juga. Beberapa tanaman mati dan harus diganti media tanam. Mulai memikirkan bagaimana agar tanaman tetap terkucupi kebutuhan airnya karena bakal ditinggal mudik selama lebaran. Sempat memetiki tanaman kering yang indah dalam perjalanan pulang dari kampus lalu menempelnya di dinding bersama tanaman kering lainnya. Sempat menggambar dengan water color lalu menempelnya di dinding. Masih sempat rekaman podcast meski ogah-ogahan. Nemu lagu bagus di spotify lalu diputar berulang-ulang. Ngrekam latihan gitar tidak disiplin dan hasilnya sungguh ambyar~

Ucapan Terima Kasih

Saya menulis ucapan terima kasih yang cukup panjang di skripsi saya, di bagian kata pengantar. Ucapan sepanjang lima halaman itu saya tujuka...