Daripada repot, lebih mudah kalau memasak sendiri. Belanja bumbu, lauk, dan sayuran seminggu sekali. Taruh lauk dan sayuran itu di food container, lalu masukkan kulkas. Bahan makanan akan tahan lebih dari seminggu. Aman.
Dua minggu pertama memasak, saya sering sekali mantengin resep masakan di youtube. Kebanyakan masakan rumahan dan gak ribet. Selebihnya, saya eksplorasi sendiri, baik bahan maupun bumbu. Sering berhasil. Pernah gagal meski gak gagal banget. Hehe.
Lama-lama, saya menikmati kegiatan memasak ini. Rasanya sangat ajaib mengolah bahan yang mentah menjadi matang. Apalagi kalau masakan kita dimakan dengan lahap oleh orang yang kita sayangi. Sampai sekarang jawara masakan saya masih dipegang oleh mie ayam. Bayangin, saya bisa bikin mie ayam enak (versi lidah saya)ala abang-abang gerobakan. Mantaplah pokoknya.
Sekarang, setelah berumah tangga, saya jadi juru masak. Karena suami tidak bisa memasak, dia memilih mencuci piring dan peralatan dapur yang kotor. Sip. Adil.
Kok saya merasa memasak untuk diri sendiri agak berbeda dengan memasak untuk orang lain, ya. Ada perasaan khawatir kalau-kalau masakan saya tak cocok untuk lidahnya. Lidah saya Jawa Timur sentris, sedangkan suami sih lebih adaptif. Seharusnya, tidak ada masalah. Awal-awal, saya agak nggak pede. Untungnya, suami selalu makan dengan lahap apa pun yang saya sajikan. Entah beneran enak, entah sekadar melapangkan hati saya.
Tentu, ada makanan kesukaan saya yang ia tak suka. Begitu juga sebaliknya. Sayur asem dan asem-asem bandeng, misalnya. Saya sukaaaaaaa bangeet sayur asem jenis apa pun. Sedang suami kurang suka makanan yang rasanya asem. Padahal kan seger banget! Biasanya, kalau gak banyak kerjaan, saya akan masak dua menu. Sayur asem untuk saya dan cah kangkung untuknya. Dia suka sekali cah kangkung.
Ada juga makanan yang awalnya saya gak suka, tapi karena suami ingin dan saya memasaknya, saya jadi ikutan suka. Jangan Lombok Ijo, misalnya.
Selesai memasak, begitu saya bilang makanan siap, suami langsung menyiapkan nasi di piring dan menatanya di meja makan. Itu kebiasaannya. Terlebih dulu ia akan bertanya, “sedikit, lumayan, banyak?” Saya hampir selalu menjawab, “Lumayan banyak.”
Saya senang melihatnya makan. Sambil makan, kami biasa mengobrol ringan. Tentang apa saja. Kadang saya juga minta komentar dan penilaian untuk masakan saya.
“Besok mau dimasakin apa, Sayang?”
No comments:
Post a Comment