Ya, barangkali aku terlalu mencintai Pram. Pramoedya Ananta Toer. Tak perlu kusebutkan siapa dia. Aku hendak berbaik sangka bahwa semua orang telah mengenalnya.
Awal pertemuanku dengannya adalah Bumi Manusia. Menghabiskan malam bersamanya sungguh menggairahkan. Aku pun terlibat cinta pada pandangan pertama. Cinta yang membuatku memburu segalanya tentang dia. Mulai dari membaca sambil berdiri di Gramedia. Berjam-jam. Berhari-hari. Tentu saja diawali dengan membredel bungkus plastiknya. Aku kembali dan kembali lagi.
Yang pertama kumiliki adalah Gadis Pantai. Kemudian Jejak Langkah. Lalu Rumah Kaca. Arus Balik. Pramoedya Ananta Toer dari Dekat Sekali. Pramoeya Ananta Toer dalam Kata dan Sketsa. Perawan Remaja dalam Cengkraman Militer. Kemudian Jalan Raya Pos Jalan Daendles, Bukan Pasar Malam, Larasati, Cerita Calon Arang, Sekali Peristiwa di Banten Selatan, Panggil Aku Kartini Saja, Midah Si manis Bergigi Emas, Bumi Manusia, Arok Dedes, dan Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia. Yang kubeli sekaligus, dari uang beasiswa. Buku terakhir yang kubeli, tepatnya ku fotocopy, adalah Nyanyi Sunyi Seorang Bisu 1&2.
Hmm.. Aku bukan shopaholic. Dan ini bukan pengakuan seorang gadis yang gila belanja buku.
Barangkali aku terlanjur mencintai Pram. Hingga semua yang mengetuk pintu hatiku selalu kubandingkan dengannya. Dan, belum ada yang bisa mengalahkannya. Belum ada yang bisa membuatku tidak bisa berhenti membaca, selain dia. Kecintaanku ku realisasikan untuk tugas-tugas kuliah. Aku menulis beberapa tentang dia. Hasilnya: cukup memuaskan (^_^)
Dan ketika membaca aku sering bergumam “andai saja yang menulis adalah Pram, pasti beda, pasti lebih asyik, dan sejumlah pasti-pasti yang lain.
Kekesalanku memuncak ketika membaca sebuah buku (yang konon rencananya adalah sebuah tetralogi) yang, maaf, kunilai sangat membosankan! Buku yang terpaksa kubaca sampai selesai karena tugas kuliah. Untung saja buku kedua tak selebay buku pertama. Dan tentu saja aku tak akan menyebutkan judulnya. Aku tak ingin penerbitnya menangis dan mendatangiku karena bukunya tak laku. Oh, No! Aku tak sejahat itu, bukan?
Barangkali aku hanya menyangka telah mencintai Pram. Ah, mungkin saja!
Friday, June 18, 2010
Sunday, June 13, 2010
PERCAKAPAN SEDERHANA
Saat ini kau benar-benar ingin mengeluarkan semua isi hatimu. Setelah sekian lama kau simpan dan ingin kau keluarkan. Tapi, kau belum menemukan kotak yang sesuai, bukan?
Kau ingin mengeluarkan semua unek-unekmu pada orang yang sama sekali belum kau kenal. Pada orang yang kau jumpai di sebuah stasiun kereta.
Dan, oh Tuhan, orang itu benar-benar ada. Dan akhirnya kalian naik kereta yang sama, pada sebuah sore yang sederhana. Kau duduk di dekat jendela, bersebelahan dengannya. Dan kalian pun ngobrol layaknya kawan lama. Entah mengapa kau merasa sangat nyaman dengannya. Hmm.
Mungkin terdengar sangat egois. Orang yang belum kau kenal kau jejali dengan seonggok kekesalanmu. Tentang seseorang yang tiba-tiba meninggalkanmu. Tentang buku-bukumu yang hilang. Dan tentang hujan yang tak kunjung datang.
Hmm. Kau menikmatinya. Okey, kau menikamatinya. Tak peduli dia tak suka. Kau hanya ingin didengarkan, bukan? Setelah itu kau akan membiarkan dia pergi. Kau tidak ingin bertemu dengannya lagi. Cukup sore itu saja. Dan kau merasa lega.
Di stasiun berikutnya kau berharap akan menemukan orang yang berbeda. Dan kau akan mulai bercerita.
Kau ingin mengeluarkan semua unek-unekmu pada orang yang sama sekali belum kau kenal. Pada orang yang kau jumpai di sebuah stasiun kereta.
Dan, oh Tuhan, orang itu benar-benar ada. Dan akhirnya kalian naik kereta yang sama, pada sebuah sore yang sederhana. Kau duduk di dekat jendela, bersebelahan dengannya. Dan kalian pun ngobrol layaknya kawan lama. Entah mengapa kau merasa sangat nyaman dengannya. Hmm.
Mungkin terdengar sangat egois. Orang yang belum kau kenal kau jejali dengan seonggok kekesalanmu. Tentang seseorang yang tiba-tiba meninggalkanmu. Tentang buku-bukumu yang hilang. Dan tentang hujan yang tak kunjung datang.
Hmm. Kau menikmatinya. Okey, kau menikamatinya. Tak peduli dia tak suka. Kau hanya ingin didengarkan, bukan? Setelah itu kau akan membiarkan dia pergi. Kau tidak ingin bertemu dengannya lagi. Cukup sore itu saja. Dan kau merasa lega.
Di stasiun berikutnya kau berharap akan menemukan orang yang berbeda. Dan kau akan mulai bercerita.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Ucapan Terima Kasih
Saya menulis ucapan terima kasih yang cukup panjang di skripsi saya, di bagian kata pengantar. Ucapan sepanjang lima halaman itu saya tujuka...
-
: sebuah penjelajahan awal Kajian Homi K. Bhabha selain banyak dipengaruhi oleh teoretisi pascastrukturalis seperti Jacques Derrida, Miche...
-
Tuhanku yang super oke, aku minta maaf. lagi-lagi aku mengeluh. bisakah patah hati ini ditunda? rasanya sangat sakit. aku ingin menang...
-
Entah kenapa saya selalu merasa tenang kalau melihat air yang mengalir. Dan sore tadi, dengan kepala yang rasanya nyutnyut, dari belakang ka...