Dalam Life of Pi, Yann Martel mendeskripsikan sloth sebagai berikut.
Makhluk ini sangat mengherankan. Kebiasaan utama satu-satunya adalah bermalas-malasan. Dia tidur atau beristirahat rata-rata duapuluh jam sehari. Sloth paling sibuk pada saat matahari terbenam. Sibuk di sini harap diartikan sebagai sibuk yang sesantai-santainya. Dia akan bergerak sepanjang batang pohon dalam posisi khas Sloth, bergelantungan terbalik dengan badan di atas dan kepala di bawah, pada kecepatan sekitar empatratus meter per jam, kalau sedang termotivasi, yang berarti empat ratus empat puluh kali lebih lamban daripada seekor cheetah yang termotivasi. Kalau sedang tak termotivasi, dia hanya bergerak empat sampai lima meter per jam.
Lalu bagaimana hewan ini bisa bertahan hidup? Justru dengan kelambanannya itu. Pembawaannya yang pengantuk dan segala atribut khas sloth membuat ia aman dari bahaya, lepas dari perhatian jaguar, ocelot, elang harpy, dan anakonda. Bulu-bulu di tubuh sloth merupakan tempat hidup ganggang yang berwarna cokelat pada musim kemarau dan hijau pada musim penghujan, sehingga hewan ini bisa berbaur dengan lumut dan kehijauan di sekitarnya, dan hanya tampak seperti sarang semut-semut putih atau tupai, atau sekadar seperti bagian dari sebatang pohon. (hlm. 19—21).
Nah, sekarang kamu sudah punya gambaran tentang si sloth. Makhluk yang menurut saya sangat unik dan rasanya pengen saya uyel-uyel. Saya kok senang dengan makhluk seperti sloth itu, ya. Terutama pada cara dia menjalani hidup. Lalu bagaimana jika gambaran tentang si sloth itu berwujud manusia? Saat membaca deskripsi Martel itu, yang langsung muncul di kepala saya adalah Syafrina, akrab dipanggil Nana.
Saya mengenal Nana tahun 2015. Tahun itu kami terlibat penelitian yang sama sehingga pertemuan kami cukup intens. Awal-awal bertemu Nana, saya menyangka dia adalah makhluk nocturnal. Sejenis makhluk yang selalu terjaga di malam hari dan tak punya cukup waktu untuk tidur di siang hari. Itu karena sepasang mata Nana, menurut saya, selalu terlihat mengantuk. Selain itu, Nana seperti tak mampu menopang tubuhnya supaya berdiri tegak. Cara dia berjalan seperti orang yang sedikit mabuk. Haha.
Selalu ada kemungkinan untuk salah pada setiap gambaran awal. Tak butuh waktu lama untuk saya tahu bahwa Nana sama sekali bukan makhluk nocturnal. Justru sebaliknya. Dia tak pernah terjaga di malam hari. Jika malam hari kita mengirim pesan, dan dia tak kunjung membalas, dapat dipastikan bahwa dia sudah tidur. Dia adalah jenis makhluk yang sangat mudah tidur. Dia bahkan bisa tidur duapuluh empat jam. Hampir tak pernah dalam hidupnya mengalami gangguan insomnia. Buat Nana, semua tempat adalah tepat yang nyaman untuk tidur. Sloth banget kan?
Suatu ketika, Nana pernah ke kost saya. Seingat saya, kami berdua duduk di kasur. Saya sibuk di depan laptop, begitu juga Nana. Di kasur saya ada bantal-bantal dan boneka empuk. Tapi Nana belum menjukkan tanda-tanda bahwa dia akan jatuh tertidur. Dia masih sibuk dengan laptopnya. Kami pun ngobrol sambil masih sibuk di depan laptop masing-masing. Mungkin karena merasa didongengin, Nana pun tidur sambil masih memegang laptop. Saya cuma bisa senyum. Perlu diketahui, niat awal Nana ke kost saya biar dia gak tidur terus di kamarnya.
Kelak, jika saya sedang tak bisa tidur, saya selalu bergumam, betapa enaknya menjadi Nana.
Cara Nana menjalani dan menikmati kehidupan begitu berbeda dengan saya. Dia menikmati hari-harinya dengan menonton video-video Exo (salah satu boyband Korea). Dia penggemar berat boyband itu. Dia bisa bermalas-malasan seharian sambil nonton boyband pujaannya itu. Meskipun saya sama sekali tidak tertarik—bahkan sebel—dengan boyband macam itu, saya sama sekali tidak keberatan jika dia memutar video-video itu di depan saya dan sering meminta pendapat tentang boyband itu. Saya biasanya bilang: aku gak suka cowok cantik! Dan dia ketawa-ketawa doang.
Dalam banyak hal, Nana memang begitu berbeda dengan saya, kecuali soal One Piece. Kami sama-sama penggemar berat One Piece, meskipun tokoh idola kami berbeda. Ketika saya memuja-muja Trafalgar D. Law, dia membela mati-matian Doflamingo. Begitulah.
Hmmm, saya kangen Nana. Bisa-bisanya saya merindukan makhluk seperti dia. Hahaha. Saya senang cara pandang Nana terhadap dunia. Dia begitu luweh dengan segala sesuatu. Dia jarang khawatir atau resah. Hidup terasa begitu ringan jika kamu dekat-dekat dengan Nana. Seperti si sloth, mungkin tidur dan bermalas-malasan adalah cara Nana menghadapi dunia.
Manusia memang misterius, ya. Mereka memiliki cara unik masing-masing untuk membuat orang lain rindu. Uh!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Ucapan Terima Kasih
Saya menulis ucapan terima kasih yang cukup panjang di skripsi saya, di bagian kata pengantar. Ucapan sepanjang lima halaman itu saya tujuka...
-
: sebuah penjelajahan awal Kajian Homi K. Bhabha selain banyak dipengaruhi oleh teoretisi pascastrukturalis seperti Jacques Derrida, Miche...
-
Tuhanku yang super oke, aku minta maaf. lagi-lagi aku mengeluh. bisakah patah hati ini ditunda? rasanya sangat sakit. aku ingin menang...
-
Entah kenapa saya selalu merasa tenang kalau melihat air yang mengalir. Dan sore tadi, dengan kepala yang rasanya nyutnyut, dari belakang ka...
No comments:
Post a Comment