Sunday, August 10, 2014

Kabar dari Kampung Halaman #1: Mbokde Cepik

“Cepik wes liwat?”

Itu adalah kalimat yang sering saya dengar, dulu, kira-kira lima belas tahun yang lalu. Waktu itu, jika Tuan dan Puan singgah di kampung saya, Tuan dan Puan akan menemui seorang perempuan yang tak lagi muda, yang jalanannya sedikit bongkok karena beban di punggungnya. Ada bakul besar berisi segala macam bumbu dapur, lauk pauk, jajanan, juga obat-obatan. Sementara itu, tanganya yang satu menenteng bungkusan besar krupuk pertolo dan tangan yang lain membawa termos es yang berisi es lilin dan nanas potong.

Kami biasa memanggilnya Mbokde Cepik. Saat itu, ia memang dikenal sebagai seorang yang cukup kaya. Di rumahnya ia memiliki kelontong yang menjual berbagai macam kebutuhan rumah tangga. Tak puas dengan hanya menjual di rumah, ia menjajakan dagangannya pada malam hari dengan berkeliling kampung.

Konon katanya, dirinya sudah berjualan keliling sejak budhe saya masih kecil. Anda bisa bertemu dengan perempuan ini selepas maghrib. Ia akan berkeliling kampung memanggil nama-nama si pemilik rumah dengan teriakan “gak butuh?”. Dan akan singgah jika ada yang menyahut teriakannya. Ia akan memanggil dengan suara lebih keras jika si pemilik rumah kebetulan punya hutang.

Setelah lima belas tahun, Ia jelas sudah terlihat jauh lebih tua dibandingkan dengan dirinya yang saya lihat dulu. Namun, saya cukup kaget mengetahui bahwa sampai hari ini ia masih menjajakan dagangannya dengan keliling kampung. Saya kagum akan kegigihan dan kekuatan tubuhnya. Di saat perempuan-perempuan sebayanya sudah banyak yang meninggal dan tak kuat berjalan jauh, dirinya masih begitu sehat.

Saya tidak tahu benar berapa jumlah semua anaknya. Yang saya tahu, dua anak perempuannya mengikuti jejaknya berdagang kebutuhan rumah tangga. Salah satunya berjualan berkeliling memakai sepeda. Ia telah berhasil mewariskan ilmu dagangnya pada anak-anaknya. Dan mereka berjualan di kampung yang sama. Betapa luar biasa!

Bagi saya, Mbokde Cepik adalah wujud nyata perempuan dalam sajak “Perempuan-Perempuan Perkasa” karya Hartoyo Andangdjaja. Ia tak mau pensiun, tak mau rubuh digilas roda zaman. Ia masih tegak berdiri meskipun pesaing-pesaingnya dari kampung lain berdatangan ke kampung kami.

Long life, Mbokde Cepik!

No comments:

Post a Comment

Jatuh Cinta Seperti di Film-Film

 Halo! Apa kabar? Semoga kamu baik, ya.  Kamu sudah nonton Jatuh Cinta Seperti di Film-Film ? Aku sudah. Dua kali di bioskop.  Setelah nonto...