Saturday, August 30, 2014

Surat untuk Nilam

Nilam yang baik,
Pertengahan Agustus saat tahu Oeyab akan melangsungkan resepsi pernikahan, aku langsung menyusun rencana. Aku akan datang ke acara resepsi itu. Aku pun mencari agen travel Jogja-Bojonegoro, mencari tahu berapa lama perjalanannya, dll. Tentu aku tidak akan berangkat pada hari H, tapi pada H-1 dan menginap di rumahmu. Jika rencana itu terlaksana dengan baik, hari itu jatuh pada 30 Agustus, hari ini, hari ulang tahunmu. Aku akan mengucapkan selamat ulang tahun langsung dari mulutku. Tidak dari telpon, sms, atau media sosial yg lain. Tapi, seperti yang sudah-sudah, aku hanya pandai berencana. Dan hanya tulisan ini sebagai hadiah ulang tahunmu. Apa boleh buat.

Nilam yang baik dan akan selalu baik,
Dari dulu aku tidak terlalu punya banyak teman. Aku sulit sekali mempercayai orang. Ada yang bilang, aku gunung rahasia. Ya, tidak mudah berteman dengan orang yang sukan main rahasia dan jarang bicara. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk sedikit demi sedikit menggerus sikapku itu. Selain pada Tuhan dan buku harian, aku mencoba untuk bercerita ke orang lain, ke beberapa teman. Tentang apa saja. Dan aku menyesal.

Aku mengalami apa yang disebut pengkhianatan. Tentang sesuatu yang baginya mungkin sepele, tapi bagiku sangat prinsipil. Rasanya sakit. Apa yang lebih menyakitkan daripada dihianati teman yang paling kamu percaya? Dalam waktu yang cukup lama, aku merawat dendam di hatiku. Aku tahu, aku sedang membuka pintu neraka dalam diriku sendiri. Ternyata aku adalah pendendam yang keras kepala. Keluarga Corleone dalam Godfather mengajarkan: tak ada ampun bagi penghianatan. Tapi kemudian aku diingatkan Parang Jati, salah satu tokoh novel favoritku: mungkin kita tidak punya kemampuan untuk mengampuni. Yang bisa kita lakukan adalah berdamai dengan sisi lain manusia yang tak kita mengerti.

Kini, dendam itu memang tak ada lagi, tapi aku kembali sulit mempercayai orang.

Nilam yang suka ngepoin timelineku,
Si penghianat itu jelas bukan kamu. Kamu adalah temanku yang baik, sangat baik. Aku tahu kmau punya rasa keingintahuan yang besar terhadap segala sesuatu. Tapi, Nil, jika ada hal-hal yang tidak kuceritakan padamu, bukan berarti aku tidak mempercayaimu. Mungkin aku berbeda dengan temanmu yang lain. Aku bukan orang yang jika sudah bercerita akan merasa lebih lega, aku justru sebaliknya. Makanya aku lebih sering memilih diam daripada merangkai berbagai alasan. Aku belum bisa jadi pembohong yang handal dan elegan seperti Shinichi Kudo. Hei, kamu pasti menangkap maksudku kenapa aku membicarakan ini.

Nilam yang punya bakat jadi detektif,
Ini adalah hari spesialmu. Kuberitahu satu rahasia. Di buku harianku yang tak berhasil kau temukan itu, (HAHAHAHAHA!) ada satu cerita. Ada momen dalam hidupku yang ingin kuulang. Suatu malam, saat mengantarku pulang, seorang kawan pernah mengucap hal yang begitu tulus padaku. Pada momen yang singkat itu, pada ketulusan itu, aku lupa bilang “terima kasih”. Momen itu tidak akan pernah terulang lagi dalam bentuk apapun karena dunia kami yang sudah berbeda. Hingga saat ini aku menanggung beban penyesalan. Nah, Nilam, aku tidak ingin penyesalan itu terulang lagi. Maka, sekarang, aku berterima kasih padamu karena sudah mau jadi temanku. Teman baikku.

Aku berterima kasih lebaran kemarin kamu nyempetin dateng ke rumahku, meski aku belum pernah ke rumahmu. Aku berterima kasih kamu udah nyempetin nengokin aku ke Jogja. Meski waktu aku ke Surabaya cuma bilang doang dan gak mampir. Hehe. Aku menyadari sepenuhnya aku bukan teman yang baik. Jarang pulang dan silaturrahmi ke kalian. Monkey D. Luffy, Winnetou-Old Shatterhand, semuanya mengajarkan tentang betapa berharganya persahabatan. Aku beruntung punya sahabat baik sepertimu. Sekali lagi terima kasih.

Aku senang kita kembali intens berkomunikasi. Bisa ngobrol sesukanya meski hanya lewat telpon dan media sosial. Mungkin kelak, ada saatnya ketika kamu butuh teman bicara atau pendengar, kamu harus bertanya dulu aku sibuk atau gak. Dan mungkin masing-masing dari kita lebih sibuk lagi, kamu dengan pekerjaaan muliamu sebagai guru dan aku entah sibuk dengan apa. Kelak, kita punya kehidupan masing-masing. Jika saat itu datang, tetaplah luangkan waktu untuk nelpon, gak usah ragu-ragu. Gak perlu khawatir aku lagi sibuk atau gak.

Aku berbahagia nasib melemparku jauh ke kota ini. Aku menikmati setiap detik prosesku, suka dukanya. Kuharap kamu juga demikian. Kotamu adalah kotanya para pekerja keras, manusia-manusia yang penuh daya hidup. semoga kamu mendapatkan jodohmu di kota ini :))))))))

Nil, tadinya aku mau bikin video. Tapi aku gak bisaaaaa. Dan dengan kata-kata yang panjang lebar ini sebenarnya aku cuma mau bilang: wes tambah tuwek Nil, ndang rabi. Ojo egois. Wkwkwkwkwkwk

P.S. sorry, kalau tulisan ini lebih banyak kata “aku”nya daripada “kamu”nya. Hmmm

No comments:

Post a Comment

Jatuh Cinta Seperti di Film-Film

 Halo! Apa kabar? Semoga kamu baik, ya.  Kamu sudah nonton Jatuh Cinta Seperti di Film-Film ? Aku sudah. Dua kali di bioskop.  Setelah nonto...