Sunday, January 10, 2010

MADYA HARI 2: SEPOTONG WORKSHOP DAN IKO UWAIS YANG MERANTAU

Jumat, 8 Januari 2010

Rasanya amat sayang kalau saya tidak membuat catatan workshop penulisan skenario yg diadakan MADYA. Meskipun saya hanya sempat mengikuti beberapa menit karena terlambat datang. Padahal ini adalah workshop yg saya tunggu2. Tapi tak apa, toh saya masih sangat beruntung, karena masih bisa menyaksikan pemutaran film MERANTAU. Ditambah lagi dengan diskusi asyik bareng Produser ama aktor utamanya. Oiya, ada pertujukan silat juga lho..Hmm, sangat mengasyikkan tentunya ^_^.

Kira2 pukul tiga sore saya tiba di ruang audio visual benteng Vredeburg. Ada beberapa orang yg diluar ruangan yg menjaga buku tamu. Ada juga mbak Ima yg menjaga buku2. Kemudian saya langsung masuk ruangan yg tengah berlangsung workshop penulisan skenario film oleh Seno Aji dari Art Film School. Saya hanya mengikuti kurang lebih tigapuluh menit, jadi hanya sedikit saja yg bisa saya catat. Diantaranya adalah tentang sekuens, dan tentang seberapa besar peranan skenario dalam pembuatan film? Kenapa pesan kadang tidak sampai kepada penonton?

Mas Seno yang sore itu memakai kaos warna hijau menjawab bahwa sebenarnya dia juga gak tahu. itu adalah permasalahan film, bukan skenario. Sebuah skenario akan dibedah sesuai dengan wilayahnya. Tapi sutradaralah yg memegang kendali. Ternyata, Skenario yg tidak baik juga macem2 jenisnya. Ada skenario yg dialognya apa adanya. Dan itu gak boleh. Karena akan banyak improvisasi di lapangan. Beliau juga bilang kalo penulis juga harus bisa memahami kondisi rumah produksi Indonesia. Bagaimana mereka memproduksi sebuah film. Sedikit Tips dari mas Seno: kalau temen2 punya cerita, ditulis atau diketik aja, apapun tulisannya jangan dihapus. Juga harus diberi nama atau tanggal.

Karena jam sudah menujukkan pukul setengah empat. Diskusi pun disudahi. MC mengambil alih acara. Selanjutnya, yang tak kalah menarik, adalah pemutaran film Merantau. Karena sebelumnya saya belum pernah menonton, saya pun cukup dibuat penasaran.

Pukul 15.30. Beberapa orang tengah menyiapkan dua proyektor dan pita seluloid. (Udah gak sabar nee pengen liat filmnya). Kemudian lampu dimatikan. Tapi sebelum liat filmnya, penonton disuguhin behind the scene-nya dulu. Produser film ini adalah Ario Sagantara. Sutradara sekaligus penulis skenarionya adalah Gareth Evans, seorang bule berkebangsaan Inggris. Tak lama kemudian film Merantau pun diputar. Suara berisik dari proyektor sedikit mengganggu, jadi musti pasang telinga dengan seksama.

Film dibuka dengan Yuda (Iko Uwais, aktor utama) yang sedang berlatih silat, dengan latar belakang suara ibunda Yudo (Christine Hakim) yang menerangkan tentang tradisi merantau di Minangkabau. Hmm,, adegan2 awal membuat saya terharu. Yuda yg menetapkan hati untuk keberangkatannya ke Jakarta dan ibunya yg mencoba merelakan kepergian anaknya (jadi ingat ketika saya memutuskan untuk kuliah di jogja,hoho). Adegan favorit saya adalah saat Yuda, Yayan, dan Ibunya makan bersama.

Entah apa yg dibayangkan Yuda. Hanya dengan bekal silatnya ia memutuskan untuk mencari penghidupan di kota metropolitan seperti Jakarta, yang konon kabarnya sangat kejam. Hehe. Beberapa kejadian kebetulan mengantarkan Yuda pada persoalan komplotan perdagangan wanita. Yup, Yuda pun bertarung dengan komplotan tersebut. Beberapa aksi laga pun dimulai. Yuda menujukkan kebolehannya dalam bersilat. Gila! Keren banget. Ia mampu menumpas beberapa orang hanya dengan tangan kosong. Konon, silat yang digunakan Yuda adalah silat harimau. Adegan silat di lift juga keren (agak mikir, gimana ya nyutingnya?hehe).

Diantara ketegangan melihat aksi Yuda, saya dikagetkan oleh sebuah suara yang memanggil nama saya. Eh, ternyata mas Maman. Beliau duduk dibelakang saya. Mas Maman yg sebelumnya udah nonton film Merantau di bioskop sedikit berkomentar. Beliau tertarik dengan adanya tiga hubungan persaudaraan dlm film ini. Yaitu, Yuda dengan Yayan, Astri dengan Adiet, dan dua tokoh bule (kalo gak salah namanya Ratger dan Luc). Beliau Juga kagum dengan kehebatan Yuda yg gak pernah makan selama pertarungan. Hehe, ada-ada aja.

Menjelang maghrib, film ini usai sudah. Dan diakhiri dengan tepuk tangan meriah dari penonton. Hmm, sedikit komentar dech tentang film Merantau. Saya rasa film ini cukup berhasil jika dilihat dari penyajian aksi-aksi laganya. Apalagi dengan mengangkat pencak silat sebagai latar belakang. TOP banget . Tapi (harus ada kata “tapi” diar lebih afdhol, hehe), seandainya film ini juga dibingkai dengan cerita yang menarik, atau paling tidak dengan permainan alur pasti hasilnya lebih mantapp. Namun sayangnya hal itu tidak terjadi. Barangkali sang sutradara hanya berkosentrasi pada aksi laganya aja. Tapi secara keseluruhan, film ini patut diacungi jempol.

Diskusi dengan produser dan aktor utama film Merantau akan dimulai pukul tujuh. Kedatangan si lucu Zahra dan Zaskiya (kedua putri mas Alvein) sangat menyenangkan dan cukup mengisi kekosongan waktu. Saya pun mencoba meng-sms teman2 untuk datang pada diskusi. Tapi sayangnya mereka tidak bisa datang. Barangkali hujan cukup membuat malas. Aih, tampak beberapa laki-laki yg memakai kostum serba hitam dengan sedikit hiasan di kepalanya. Saya tidak tahu beliau2 ini berasal dari mana.

Jam sudah menujukkan pukul 19.30. MC pun membuka acara. Sebelum diskusi dimulai, penonton disuguhi dengan pertunjukan silat. Ternyata eh ternyata, beberapa orang dengan kostum serba hitam tadi mau silat toh. Hmm.. jadi penasaran. Beberapa saat kemudian sepasang pemain silat pun udah siap menggelar aksinya. Saya tidak bisa menggambarkan bagaimana gerakan mereka. Yang jelas cukup menarik. Tapi cuma sebentar.

Dan diskusi pun dimulai. Di podium telah duduk produser film Merantau, Ario Sagantara, dan tokoh utamanya, Iko Uwais. Iko yg memakai kemeja merah hati tua, jeans, dan sepatu warna putih tampak guanteng ^_^. Juga duduk bapak perwakilan dari MADYA dan pencak silat tadi (maaf, saya lupa namanya).

Tentang diskusi yang menarik ini saya tidak mengikuti sepenuhnya. Kendala jam malam, huh :< . Jadi hanya sedikit saja yg bisa saya catat. Saat ditanya tentang ide pembuatan film Merantau ini, mas Ario mengungkapkan bahwa sudah saatnya perfilman Indonesia membangkitkan kembali geliat film laga, genre yg sudah lama tidak muncul. Film laga Merantau mengenalkan seni beladiri pencak silat. Ini juga menjadi semacam cara untuk mengenalkan budaya Indonesia go internasional. Namun amat disayangkan, kenapa ide mengangkat seni beladiri silat ini justru datang dari orang luar? Selanjutnya, mas Ario menambahkan kalau film Merantau ini juga “melahirkan” hero lokal. Setelah sekian lama kita “kehilangan” hero seperti si Pitung.

Iko, yang juga seorang atlet silat nasional, saat ditanya tentang pengalamannya terlibat dalam produksi film ini merasa sangat senang. Ia juga berharap melalui film Merantau, orang2 semakin tertarik dengan silat. Hmm, film Merantau juga sempat diputer di Festival film Korea Selatan lho.. Tampaknya, kehadiran film Merantau membawa angin segar bagi masa depan film laga Indonesia. Semoga.

Jam sudah menujukkan pukul 20.30. Sayang sekali saya harus pulang. Padahal diskusi belum selesai. Tapi tak apa, saya cukup senang. Kali ini, saya adalah satu2nya penumpang di bus trans Jogja jalur 2A.

Salam,

-Ann-

3 comments:

  1. niEz,Ga ngajak aQ maen pilem t...??!?

    ReplyDelete
  2. Nach Terkait dari pembicara dari MADYA, namanya mas Th. SIgit Prasetyo, dia salah satu pendirinya juga. Trus yang satu lagi namanya lupa juga..he..h.e.h.e..tapi mereka perwakilan Ikatan Warga Saniangbaka (IWS). itu menambah kelengkapannya..:-)

    ReplyDelete
  3. @febry: qm kan kurus, tak jadiin hantu kayaknya cucok dech.hehe. selama ini kan blum ada hantu yg gendut..haha
    @joe: terimakasih, telah melengkapi catatan sya yg banyak cacatnya.hehe

    ReplyDelete

Ucapan Terima Kasih

Saya menulis ucapan terima kasih yang cukup panjang di skripsi saya, di bagian kata pengantar. Ucapan sepanjang lima halaman itu saya tujuka...