Setelah melalui proses latihan selama dua bulan (tenane? Paling cuma dua minggu, hehe) akhirnya pada 16 Januari 2010, bersama dua team lainnya, awak kapal IdeKita Production mementaskan drama berjudul Titik-titik Hitam karya Nasyah Djamin. Tenang, akan saya ceritakan bagaimana aksi kami diatas panggung, tapi lebih afdholnya saya ceritakan dulu bagaimana proses kami selama latihan, nyiapin properti, ampe setting panggung, dan akhirnya pentas!
Awalnya adalah sebuah tugas. Mata kuliah dramatisir, eh dramaturgi dink, selain diwajibkan untuk bikin film pendek, para mahasiswa juga diwajibkan mementaskan sebuah drama. Maka terjadilah rapat besar-besaran oleh tim IdeKita untuk menentukan naskah mana yang akan dipentaskan. Dan terpilihlah Titik-titik Hitam karya Nasyah Djamin. Sejujurnya, naskah ini dipilih karena menyesuaikan jumlah anggota yg hanya lima orang. Empat putri cantik dan satu pangeran yg lumayan tampan, (sebenarnya agak berat mengucapkannya,hehe, piiiiss).
Titik-titik Hitam menceritakan kondisi keluarga yg diliputi permasalahan. Permasalahan yg sulit dipecahkan. Mereka saling menutupi kesalahan orang2 yg mereka cintai. Seorang ibu yg membenci menantunya (Adang) karena seri ng meninggalkan anaknya keluar kota. Seorang suami (Adang) yg mencintai istrinya (Hartati), tapi tidak dapat mencukupi kebutuhan batinnya. Istrinya tersebut selingkuh dengan adiknya sendiri (Trisno). Seorang wanita (Rahayu, adik Hartati) yg menggugurkan kandungannya. Kakak adik (Hartati dan Rahayu) yang memperebutkan orang yg sama (yaitu Trisno). Juga seorang dokter yg merasa berdosa karena pernah menggugurkan kandungan Rahayu. Dan puncaknya, Hartati meninggal karena tekanan batin. Apakah Anda bingung? Baguslah, ini memang membingungkan.hehe
Selanjutnya adalah penentuan peran. Setelah menimbang, memilih, akhirnya diputuskan: Muh. Rasyid Ridlo berperan (sebagai Adang), Riassa Maistyari (Rahayu), Inta F. Devi (ibu) , Srikandi Yuniar (dokter), dan karena gak ada yg laen terpaksa Anis Mashlihatin berperan sebagai suster. Hehe. Salah satu tokoh harus dihilangkan soalnya kekurangan SDM. Karena udah malang melintang di dunia per-teater-an, akhirnya si Ridlo dikenai hukuman jadi sutradara. Dan latihan2 pun dimulai. Kendala utama adalah menentukan jadwal latihan ditengah padatnya kuliah (dan pacaran,haha). Gedung Margono menjadi saksi bisu latihan2 kami tiap sore.
“menunggu” ternyata menjadi bagian dari proses kami. Menunggu teman yg telat, menunggu hujan reda, dan menunggu-menunggu yg lain. Saling evaluasi adalah hal yg sangat menyenangkan. Ternyata vokal menjadi masalah beberapa pemain. Ada yg gak bisa vokal keras, ada yg selalu menambah huruf “H” saat mengucapkan kata-kata berawalan huruf a-i-u-e-o, ada yg belepotan saat mengucapkan huruf “R”. Hmm, tapi kami terus belajar. Kami saling memberikan energi positif. Dan menghafal naskah adalah hal yg paling sulit. Dialognya panjang2. Si Ridlo susah menempatkan kata2 “sudah”, “cukup”, dan “diam”. Si Candy kesulitan menempatkan kata2 “tenang”, “sabar”, dan satunya lagi saya lupa.
Jujur, kawan. Sebenarnya kami baru benar-benar latihan saat seminggu sebelum hari H. Biasa, tekanan deadline. Hehe. Diantara paper2 yg harus dikerjakan untuk ujian semester, kami pun berusaha untuk latihan tiap sore. Semangat pun membara karena sadar belum menguasai peran dan dialog. Latihan pun diperpanjang. Dari siang ampe malam. Latian ampe jam sebelas malam udah jadi hal yang biasa. Kami tahu, kami sadar, ini bukanlah proses yg baik. Bukan latihan yg baik untuk sebuah pementasan drama. Barangkali jika suatu saat ada kesempatan lagi, kami akan berusaha lebih baik (ini bukan berarti kami pengen ngulang mata kuliah dramaturgi lhoo).
Oya, sebenarnya ada dua kelompok lagi, mereka menamakan diri sebagai kelompok JalanSenja dan Len’s. (Hmm, tentang pementasan dua kelompok ini akan saya ceritakan juga). Dari tiga kelompok ini, tim-tim kecil pun dibentuk untuk membagian tugas. Ada bagian publikasi, acara, konsumsi, perlengkapan, dan dokumentasi. Saya dan Icha bagian publikasi, tapi akhirnya yg desain pamflet si Ridlo.hehe. Kami sedikit bandel, sedikit nakal. Publikasi sengaja ditempel H-2 biar gak banyak yg liat. Biar gak banyak yg nonton. Sssssst, sebenarnya ini rahasia. Tapi gak papa, smua sudah berlalu jadi saya ceritakan saja. Hehe..
Tim idekita melaksanakan gladi bersih pada jumat malam di hall Teater Gadjah Mada (TGM). Oya, kami juga dibantu oleh dua makhluk super haibat dari TGM, yaitu si Erlin dan si Ari. Klo gak ada mereka, entah apa yg terjadi. Mereka selalu setia menemani kami. Dan banyak membantu masalah keaktoran dan musik. Penghargaan tertinggi untukmu wahai Erlin dan Ari.
Selanjutnya, kira2 pukul 20.30 kami bersiap untuk setting panggung di ruang C203 dan C204. Si Rifqi datang bareng Yudho dan si gendut (adek angkatan) buat ngangkut backdrop, kabel, ligthing, sound, dan beberapa peralatan lainnya dari TGM. Dan kami menyewa mobil pick-up untuk mengangkut peralatan2 tersebut. Banyak bgt je..
Untungnya, pak satpam bersedia membukakan gedung C. Dan kami pun langsung beraksi. Mengangkut semua peralatan dari lantai satu ke lantai dua. Menyingkirkan kursi2. Memasang backdrop, lighting, dan sound. Menjelang pukul dua belas malam wajah2 kelelahan, ngantuk, plus kelaparan pun mulai terlihat. Tapi kami masih semangat. Akhirnya, pekerjaan kami sudahi kira2 pukul satu pagi. Dan akan kami lanjutkan besok karena lighting belum terpasang sepenuhnya. Tapi backdrop, kabel2, dan sound sudah terpasang. Maklum, kekurangan SDM cowok..hehe
Sabtu, 16 januari 2010. Akhirnya hari ini datang juga. Kira2 pukul sembilan pagi beberapa orang tampak memasuki ruang C203. Yup! mereka adalah kelompok JalanSenja dan Len’s yg bersiap-siap melakukan gladi bersih dan menyiapkan beberapa properti. Saya bersama teman2 IdeKita juga mempersiapkan property. Property kami cukup banyak dan berat. Dan para wonder women pun beraksi. Dibantu oleh Edi (adik angkatan) mengangkat beberapa sofa dari jurusan satra Indonesia ke ruang C203. Fiuuh..cukup menguras tenaga juga ternyata. Dan hasilnya: tangan jadi kram dan biru2. Haha. Tak apalah, demi artistik yg dahsyat (ah, gak juga tuh...)
Kira2 pukul setengah satu siang, panggung pun telah siap. Semua lightingpun telah terpasang. Semua property juga telah selesai. Saatnya para pemain di make up. Saya mengucapkan terimakasih yg sebesar-besarnya kepada mbak Ima, mbak Tiwi, dan Dita yg telah bersedia me-make up-in kami. Gila! Make-upnya musti tebel bgt biar kelihatan karakternya.
Saya tidak tahu dengan jelas keadaan di luar karena sedang di make up juga. Yang pasti beberapa penonton telah berdatangan. 2000an paling, hehe. malahan ada yg rombongan satu keluarga dari luar kota lo.. siapa lagi kalo bukan keluarganya si Rifqi yg datang dari Solo. Salut2. Jadi terharu. Gak cuma itu, ternyata mas Maman, the man behind the cam, juga datang dengan membawa beberapa peralatan untuk merekam. Peralatannya lengkap bgt. Hmm, gak nyangka apresianya sangat besar. Sangat terharu saya.
Pukul 13.30 pementasan pun dimulai. IdeKita mendapat giliran pertama. Dag-dig-dug rasanya. Ternyata terjadi banyak improvisasi di panggung karena ada dialog yg salah, hehe. Kemudian disusul kelompok Len’s dengan drama berjudul Para Jahanam karya Zulkifli Sasma, dan JalanSenja dengan drama berjudul Terdakwa karya S.Hastuti. Yg jadi pembawa acara kali ini adalah mbak Dewi dan mas Kobe. Sebelum pentas, kami pun melakukan kosentrasi dan meditasi. Wah, demam panggung nih. Butuh obat turun panggung kayaknya.
Teman mas Maman (maaf saya tidak tahu namanya) dan si Erlin sedang sibuk merekam jalannya pementasan. Sementara si Ari sibuk mengatur lighting dan musik.
Pementasan drama Titik-titik Hitam kira2 berlangsung selama 40menit. Para Jahanam kira2 20menit, dan Terdakwa kira2 30menit. Para Jahanam menceritakan kehidupan kaum underdog. Dialog2 umpatan memenuhi drama ini. Karena kekurangan pemain cowok, cewek2 Len’s ini berdandan layaknya cowok. Sip2. Kalo Terdakwa menceritakan masalah hukum pada zaman Orde Baru. Disajikan dalam bentuk drama komedi. Sangat menyenangkan..
Dan pementasan pun diakhiri dengan tepuk tangan penonton. Juga sedikit komentar dan apresiasi dari Bu Ningrum, dosen tercinta kami. Sayang, mas Alvein (salah satu dosen dramaturgi spesialis film) gak bisa datang karena sedang menjalankan proyek di luar kota. Bu Ningrum cukup bangga dengan pementasan kami dan sedikit mengomentari beberapa adegan, juga artistik. Dilanjutkan juga dengan pertanyaan beberapa penonton tentang bagaimana kami berproses. Diskusi pun cukup seru..ditambah lagi dengan curhat dari ibunya si Rifqi. Hehe
Kira2 pukul 15.30 acara pun usai sudah. Dilanjutkan dengan sesi photo2. Saling jabat tangan antar pemain. Senyum puas terlihat dari semua kru. Usai sudah semuanya. Maka, dilanjutkanlah dengan membereskan semua peralatan. Hmm, musti menurunkan sofa lagi. Dan semua tertata rapi seperti sedia kala kira2 pukul 16.30.
Salam,
-Ann-
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Ucapan Terima Kasih
Saya menulis ucapan terima kasih yang cukup panjang di skripsi saya, di bagian kata pengantar. Ucapan sepanjang lima halaman itu saya tujuka...
-
: sebuah penjelajahan awal Kajian Homi K. Bhabha selain banyak dipengaruhi oleh teoretisi pascastrukturalis seperti Jacques Derrida, Miche...
-
Tuhanku yang super oke, aku minta maaf. lagi-lagi aku mengeluh. bisakah patah hati ini ditunda? rasanya sangat sakit. aku ingin menang...
-
Entah kenapa saya selalu merasa tenang kalau melihat air yang mengalir. Dan sore tadi, dengan kepala yang rasanya nyutnyut, dari belakang ka...
No comments:
Post a Comment