Saturday, June 9, 2012

sajak-sajak tentang kota

Masih dalam perbincangan tentang kota, berikut ini adalah sajak-sajak Indrian Koto yang saya dapatkan beberapa waktu yang lalu dalam sebuah diskusi di PKKH. Ada empat sajak. Mudah-mudahan besok ada waktu untuk sekadar analisis singkat, versi saya.

Yogyakarta: Kelahiran Kedua

I
di kota ini, aku merasa kembali dilahirkan

begitulah mungkin kita bertemu
aku orang asing mencari persinggahan
kau memberi tempat yang nyaman.

kumasuki lorongmu seperti remaja yang jatuh cinta
masa lalu kutorehkan dalam grafiti
tertulis di tembok-tembok kota, di makam-makam tua.

aku mendapati gempa yang singkat dan liar
seperti merapi, bibirku gemetar
aku melewati tenda pengungsian, jalan retak,
rumah ambruk dengan pikiran runtuh

setelahnya, aku merisaukan hari depan
seperti dikurung abu dan gempa subuh.
ia datang dengan banyak rencana
membangun tembok, menanam gedung, memanen warung cepat saji
dan menyepakati masa depan dengan siasat ganjil.

seperti kekasih aku pun enggan melepasmu.
aku merindukan nyala lampu, jalan sepi dan daun gugur di kota baru
dan code seperti perawan yang sedang tumbuh ketika subuh.

II
dari apa sebuah kota tegak berdiri?
jalan-jalan sempit
kendaraan penuh dan saling menjepit.

di sini aku nyaris tak mengenal kami lagi
politik menjadi begitu nyaring dan lantang
lampu merah terus ditancapkan
sepeda seperti kenangan yang terus dihidupkan.

dari apa sebuah kota diciptakan?
orang-orang berbondong datang
aku mendengar makian di jalan-jalan
traffic light tak menyala, awas ada galian,
diskon murah, warung makan, demonstrasi, aturan-aturan basi.
kekuasaan seperti terbuat dari pijar lampu dan gedung baru
masa depan seperti lahan parkir dan kampus yang berdiri angkuh.

dari apa sebuah kota dibangun?
rumah susun, pinggir kali, kecemasan para penganggur.
kota dikepung mini market 24 jam
kedai makan impor, kriuk ayam goreng diantar ke depan pintu.

di kota ini aku merasa kembali dilahirkan
berebut tempat dengan kecemasan
politik seperti orang tua nyinyir dalam kerangkeng masa lalu.


2012


Sosrodipuran

di kampung sosro aku merasa
punya rumah. ingatanku lekat pada
kanak-kanak yang sulit dihapal
keseluruhan. remaja tanggung
yang cemas akan masa depan, bergantung
pada tubuh yang mulai mekar.
aku meramal kalian dengan pura-pura
yang tulus. sehati-hati aku menyimpan
kenangan di pohon riwayat. terus mengakar,
terus menjulang menghadap langit.

di gang sosro, aku merasa
punya pintu untuk pulang, ika.
arthur, nanda, diah, tak pernah kehabisan cerita
mengenang yang singkat, mengabaikan yang telah
dan akan terus berjalan. seperti tubuhmu, pohon
kecil yang merangkak jadi remaja.
aku mengenang rara, anggi dan indi
berbagi cinta pertama, debar yang mula-mula.
lalu di mana winda, di mana
surat-suratku kini kau simpan?

aku mengingat semua dengan gamang
secemas aku melewati gang dan halaman kalian
aku mungkin tak pernah tersesat, sesekali lintang
menuntunku kembali pada rumah di mana peristiwa
tak pernah bergerak di sana.

rumah tak selamanya mampu menjaga.
aku mencemaskan kalian yang tumbuh dengan ganjil
di antara para pelancong, hotel dan kafe. aku takut
kalian tersesat di gang sebelah, di tempat orang-orang
menjajakan kesakitan atau berebut naik kereta, hilang ditelan
rel-rel yang kadang menyesatkan.

di sosrodipuran aku merasa kembali pulang.
kueja dengan sepenuh gugup.
kubiarkan kalian berkebun di hatiku,
kampung sempit tanpa halaman,
untuk dikunjungi ketika rindu.


2010


Ke Langgai ke Asal Leluhur

kami meluncur
ke langgai, ke asal leluhur
mengendarai nasib masing-masing.

jalan bebatu, lumpur dan bukit terjal
seperti silsilah yang sukar diurai
satu demi satu.
dari keriuhan kami datang
ke kampung lengang kami pulang.

kami menuju
langgai, ke hulu asal leluhur
rumah-rumah merenggas, memencilkan diri
dengan penghuni
hutan dan orang kampung
digasak sepanjang siang, sepanjang petang.

berapa harga sekilo nilam dan daun gambir?

di kampung hulu
masa depan terpancang
pada antena parabola dan seragam sekolah

kami menuju langgai
seperti perantau asing
yang gampang terpesona dengan asal sendiri.


2010


Sapen

mungkin akan sangat panjang jalanku setelah ini
akan kutinggalkan kau dan terus mengunjungi

kata orang: di sini dulu penuh belukar
terbenam dalam liar dan kutukan
mereka dengan gugup menghindar, dengan mata dan raut cemas
mereka berucap: “sarang penyamun, sarang penyamun..”

siapa yang tahu masa depan
kampung penyamun itu kini berubah menjadi lain
hutan dan belukar berubah kampung dan kamar-kamar
kegelapan berubah kampus, berubah hotel, berubah pusat perbelanjaan
masa depan ditanam, kampung digusur, orang-orang berebut datang
siapa peduli masa lalu kampung ini
mereka membutuhkan warung makan, laundry, kios pulsa dan sewa murah

sarang penyamun, kau tak mendengar itu lagi
ia menyerbu ke dalam warnet, kamar pengap, rental komputer dan fotokopi
di mana penduduk kampung ini kini
yang dulu terdengar begitu sangar dan kasar
menjadi orang asing di tanah sendiri.

di sapen, kampung yang menjadi sarang penyamun
orang-orang datang dan pergi, mencatat masa depan
saling menelanjangi di dalam kamar

aku akan terus mengenang
mungkin akan sangat panjang jalanku setelah ini.


2012

No comments:

Post a Comment

Jatuh Cinta Seperti di Film-Film

 Halo! Apa kabar? Semoga kamu baik, ya.  Kamu sudah nonton Jatuh Cinta Seperti di Film-Film ? Aku sudah. Dua kali di bioskop.  Setelah nonto...