Monday, September 26, 2011

curhatan nggak penting banget

hari ini:
1. bangun-bangun kaki kram gara-gara kemarin naek turun 1.250 tangga di tawangmangu
2. keinget tulisan yang belum diedit, padahal mau bimbingan. dan akhirnya gak jadi diprint. perut ikut-ikutan kram.
3. fotokopi buku pramoedya postcolonially pesenan pak faruk
4. di kampus. berharap bertemu seseorang.
5. semoga yang no.4 selalu baik-baik saja
6. ketemu DPS dan bimbingan. minta maaf karena belum ngasih tulisan. ditanyain ini itu. termasuk "kenapa kok bisa putus?"
7. ndaftar seminar skripsi.
8. ketemu pak faruk, dan bukunya ditanyain. "maaf pak, masih di fotokopian"
9. bingung nyari judul yang pas buat skripsi di ruangannya DPS
10. ketemu temen dan merebut minumannya
11. pulang dan kebingungan mau ngerjian yang mana dulu.
12. besok janji mau ngasih tulisan ke DPS
13. batal ke toko buku
14. batal makan oseng2 mercon :((
15. tidur bentar dan tambah pusing
16. beli capcay di depan asrama. . tiba-tiba bergumam sendiri "tahun ini alah tahun terberat, dan penuh tantangan"
17. rasanya pengen nangis sepuas-puasnya tapi nggak bisa.
18. lagu unbreak my heart-nya Toni Braxton masih terus berulang-ulang di laptop...

semoga segera tenang, anis. semoga kamu segera bisa mengatasi semuanya.

Sunday, September 18, 2011

Mencari Bapa dalam Genderang Baratayudha: W.S Rendra dan Sri Murtono dalam satu panggung

Jumat, 16 September 2011. Pukul 19.00 WIB Taman Budaya Yogyakarta sudah dipenuhi ratusan orang. Beberapa orang masih duduk-duduk. Tapi kebanyakan langsung menaiki tangga dan menuju gedung pertunjukan Concert Hall setelah terlebih dahulu mengisi daftar hadir. Saya bertemu beberapa teman sekampus, dan kebanyakan adalah adik angkatan ^______^

Kira-kira setengah jam kemudian, gedung pertunjukan telah dibuka. Dan pengunjung pun berduyun-duyun mencari tempat duduk yang paling nyaman. Akhirnya saya dan seorang kawan memilih duduk di bagian tengah. Berhubung pementasan ini gratis, jadi banyaaak banget yang datang. Dan saya rasa sebagian besar adalah mahasiswa FIB UGM, lebih khususnya sastra Indonesia!

Beberapa menit kemudian muncul suara tanpa raga berbahasa jawa dan inggris yang intinya ucapan selamat datang dan larangan merokok, makan, minum, dan memotret dengan menggunakan blitz. Sementara orang di samping saya sedang asyik bermain hp. Oke, dari pada kebanyakan cincong langsung saja saya ceritakan sebenarnya pementasan apa yang bakal digelar malam ini.

Pementasan malam ini sebenarnya adalah serangkaian acara “gelar karya maestro tahun 2011” yang diselenggarakan oleh Taman Budaya Yogyakarta. Sang maestro yang dipilih pada tahun ini adalah Kusbini (yang acaranya sudah digelar pada malam sebelumnya dan saya nggak nonton), KPH Wasito Dipuro, C Hardjasoebrata, W.S Rendra, dan Sri Murtono.

Nah, untuk malam ini, W.S Rendra dan Sri Murtono yang mendapat giliran.

Tidak lama setelah suara tanpa raga tadi, lampu kemudian dipadamkan. Sebelum pementasan dimulai, para penonton diperkenalkan terlebih dahulu siapa itu W.S Rendra dan Sri Murtono. Sebuah video muncul dan terdengar suara Rendra membaca salah satu sajaknya, yang kalau nggak salah judulnya “Hai, Ma!”. Dan kalau gak salah lagi, beginilah sepenggal sajak itu: Ma/Bukan maut yang menggetarkan hatiku/Tetapi hidup yang tidak hidup/Karena kehilangan daya dan fitrahnya/. Kemudian yang diwawancarai sebagai orang terdekat Rendra adalah mantan istrinya, Sitoresmi Prabuningrat, dan sahabatnya, Prof. Bakdi Soemanto.

Pementasan untuk mengenang W.S Rendra ini berjudul “Mencari Bapa” yang diambil dari salah satu sajak panjang Rendra dengan judul yang sama. Sajak ini berisikan pencarian seorang lelaki bernama Suto yang tak beribu dan dibuang oleh ayahnya. Dalam perjalanan hidupnya, Suto mencari seorang Bapa yang sesungguhnya. Begitulah kira-kira.

Pementasan yang dibawakan oleh Seni Teku ini disutradai oleh Ibed Surgana Yuga. Pemain-pemainnya antara lain: Andika Ananda, Riski P. Sari, Tita Dian Wulansari, A. Satrio Pringgodani, Dinu Imansyah, Isa Al-Awwam, Silvano Rodrigues, Kurtubi Rush, Kuncoro Sejati, Eni Wahyuni (yang ini kakak angkatan lho, dan baru saya sadari ketika mendengar suaranya).

Tidak banyak property di atas panggung. Hanya ada beberapa lampu yang entah terbuat dari apa dan digantung di langit-langit. Kemudian muncul dua orang penari dengan kostum berwarna merah dan seorang lagi berdiri pas di tengah dengan rambut yang terurai kedepan. Mereka kemudian menampilkan beberapa gerakan yang super oke, lincah, dan energik.

Suto kecil muncul, berperilaku seperti anak kecil yang bermain-main. Kemudian digantikan oleh Suto dewasa yang berdiri di atas punggung dua orang penari/pemain. Secara keseluruhan, yang membuat saya takjub dari pementasan ini adalah pemain-pemainnya yang begitu menguasai tubuh. Salto jungkir balik yang rawan keseleo itu dilakukan dengan cihuy. Apalagi adegan Suto dewasa dengan seorang wanita (yang dalam sajak adalah seorang lonte), itu sungguh adegan dengan gerakan yang sangat ciamik. Selain itu, kualitas vokalnya juga nggak kalah keren. Sajak Rendra yang panjang itu disuarakan dengan lantang. Dalam beberapa dialog, penonton berhasil dibuat hening.

Kira-kira pukul 20.40 WIB pementasan untuk mengenang Rendra tersebut usai sudah, dan diakhiri dengan tepuk tangan penonton. Lampu menyala. Tapi penonton belum ada yang beranjak. Yup! masih ada satu lagi.

Pementasan kedua adalah Genderang Baratayudha yang berasal dari naskah karya Sri Murtono dengan judul yang sama. Pementasan oleh Teater Beta ini disutradarai oleh Rano Sumarno. Sayangnya, saya nggak tahu siapa saja nama pemain-pemainnya. Sama seperti W.S Rendra, penonton juga terlebih dahulu diperkenalkan siapa itu Sri Murtono. Sri Murtono adalah dramawan Jogja sekaligus pendiri ASDRAFI (Akademi Seni Drama dan Film).

Sebelum pementasan dimulai, ada MC yang membacakan semacam ringkasan cerita. Kemudian setelah layar dibuka, penonton disuguhi lima orang pemain super ganteng (sebenarnya yang bikin ganteng adalah kostumnya. hehe). Lima orang pemain itu tidak lain adalah pihak pandawa lengkap dengan senjatanya masing-masing. Sumpah..kostumnya sangat keren sekali. Penonton pun sontak bertepuk tangan ketika ada pemain yang salto jungkir balik dengan indahnya.

Tokoh wanita dalam pementasan ini ada dua, yaitu Kirana dan Sinta. Gila! vocal kedua wanita ini sungguh sangat mantap. Keduanya adalah kekasih dari pihak pandawa. Singkat cerita, drama yang ditulis oleh Sri Murtono pada tahun 1956 ini mengisahkan perang baratayudha. Penonton di samping saya sepertinya tidak begitu mudeng dengan jalan ceritanya. Ia beberapa kali bertanya ini itu (padahal sebenarnya saya juga nggak begitu mudeng). Nah, saya yang sukanya sok tahu akhirnya mendobos ria. Hehe.

Tentu saja dalam pementasan ini ada adegan-adegan romantisnya, atau lebih tepatnya galau. Yaitu ketika Sinta berbincang dengan Yudistira (kalau nggak salah). Apalagi ketika Yudistira membunuh Sinta lantaran Sinta telah membunuh salah satu personil pandawa. Jeritan Yudistira dan Kirana yang juga ditinggal oleh kekasihnya sungguh menyayat. Nggrantes banget. Intinya, Genderang Baratayudha telah membuat banyak orang kehilangan orang yang dicintainya.

Beberapa detik kemudian, kira-kira pukul 22.00 WIB tepuk tangan membahana, tanda pementasan telah usai. Ratusan penonton pun beranjak dari kursinya masing-masing. Kalau boleh jujur, saya sangat puas dengan kedua pementasan ini. Dengan durasi waktu yang tidak begitu lama, pementasan ini berhasil memberikan sajian yang menakjubkan. Tak sekadar hiburan. Enjoy!

Tuesday, September 13, 2011

Tuhan, bisakah patah hati ini ditunda?

Tuhanku yang super oke, aku minta maaf. lagi-lagi aku mengeluh. bisakah patah hati ini ditunda? rasanya sangat sakit. aku ingin menangis, tapi tidak bisa. sesak. please, Tuhan, seperti perempuan-perempuan yang lain, aku ingin bisa menangis. sepuas-puasnya. sekeras-kerasnya. dari pada aku membentur-benturkan kepala. atau tak usah Kau buat hatiku patah, remukkan saja. biar Kau juga tak susah-susah membikin air mata. *Tuhan kok diperintah toh Nis..Nis.. dedicated to Mustika Sari C.N

Jatuh Cinta Seperti di Film-Film

 Halo! Apa kabar? Semoga kamu baik, ya.  Kamu sudah nonton Jatuh Cinta Seperti di Film-Film ? Aku sudah. Dua kali di bioskop.  Setelah nonto...