Sunday, May 19, 2019

Momen Puitik

Kejadian ini sudah bertahun-tahun lalu, sebenarnya. Tapi beberapa peristiwa atau kejadian sepertinya punya cara sendiri untuk bertahan lama di ingatan. Mungkin karena kejadian ini tak hanya berkesan buat saya, tapi juga bermakna dalam.

Hari itu jelas weekend. Karena hanya pada weekendlah kami bisa pergi bersama-sama. Kami pergi ke Magelang untuk silaturahmi ke rumah teman yang habis lahiran. Kami naik motor rame-rame. Perjalanan lancar jaya. Tapi tak disangka-sangka hujan pun turun. Cukup deras. Padahal gak mendung sama sekali. Kami pun memutuskan untuk berteduh. Kalau gak salah itu di bangunan kosong dan terbengkalai. Jumlah kami waktu itu cukup banyak sehingga kami pun rada berisik.

Nah, di sana ternyata sudah ada seorang penjual eskrim keliling yang juga berteduh. Sambil nunggu hujan reda, kami pun beramai-ramai beli eskrim itu. Hujan dan nyemil eskrim bukanlah kombinasi yang buruk. Saya masih ingat, kami menghabiskan eskrim itu sambil foto-foto. Tak berapa lama, hujan pun reda. Kami melanjutkan perjalanan.

Namun, tak ada seratus meter hari tempat kami berteduh tadi, tak ada bekas-bekas turunnya hujan. Jalanan kering kerontang. Padahal hujan di sana tadi cukup deras. Oke, hujan lokal memang biasa saja. Saya sering mengalaminya. Tapi hari itu saya tersenyum dan ada yang menghangat di hati saya.

Kenapa? Tentu saya jadi teringat penjual eskrim yang berteduh tadi. Hujan yang buat kami—katakanlah—halangan, buat penjual eskrim adalah berkah.
Kami berteduh dan membeli dagangannya. Rasa-rasanya hujan itu sengaja diturunkan hanya agar kami membeli dagangannya. Puitik sekali.

Sejak saat itu, saya meminimalisasi prasangka buruk terhadap segala yang mungkin saya pikir sebagai halangan. Orang-orang bijak sering bilang, segala sesuatu yang terjadi pasti memiliki alasan. Itu klise memang. Tapi, seberapa sering hal-hal klise justru menampar kita?

Sunday, May 5, 2019

Meleleh

Beberapa teman dekat sering bilang kalau saya itu orangnya tatag menghadapi banyak hal, tangguh menghadapi berbagai persoalan dan patah hati. Jarang sekali menangis di depan orang. Mungkin itu tidak salah, tapi tidak utuh. Yang tidak mereka tahu (dan gak harus tahu juga sih) adalah sebenarnya saya mudah sekali mewek kalau….melihat hewan-hewan. Iya, hewan-hewan yang lucu maupun yang buluk. Melihat dengan mata kepala sendiri maupun dari video-video di media sosial. Entah ya, pada hewan-hewan itu seperti ada jiwa yang begitu murni, mata yang meminta dielus-elus.

Mungkin terdengar naif, tapi saya tidak percaya ada hewan yang jahat, meskipun saya pasti akan lari ketakutan kalau melihat ular tak berbisa sekalipun (kata Yuval Noah Harari sih itu karena dari nenek moyang kita pun udah takut kalau ngelihat ular. Genetis gitu jadinya). Seringnya, manusia yang jahat pada hewan-hewan. Itulah sebabnya, jika saya melihat kebaikan manusia pada hewan, mata saya langsung meleleh. Apalagi manusia-manusia yang mendedikasikan hidupnya untuk melindungi hewan-hewan langka. Bersahabat dan berbagi hidup dengan mereka. Pernah gak sih merasakan kebaikan orang lain sampai membuatmu begitu terharu? Nah, kurang lebih begitulah rasanya. Hangat di hati juga di mata.

Hmm..tapi saya bukan vegetarian juga. Artinya, saya masih makan daging hewan. Dalam kepercayaan agama saya, hewan-hewan yang disembelih atas nama Allah akan masuk surga. Mereka senang hidupnya berguna untuk manusia. Semoga itu benar. Sebab saya belum bisa meninggalkan sate klathak atau rawon atau ayam geprek dan makanan enak lainnya. Parang Jati, tokoh yang saya kagumi, tidak memakan daging hewan yang disembelih. Ia hanya makan daging hewan yang diburu. Tapi saya agak lupa apa alasannya.

Fyi, film yang membuat saya nangis kejer adalah Hachiko. Tentang persahabatan manusia dan seekor anjing. Lalu si manusia itu meninggal, si anjing dengan setia menunggu kedatangan sahabatnya. Meskipun tak pernah datang lagi. Saya masih mengingat rasa sedih ketika saya menangisi si hachiko. Tatapan matanya. Gerak tubuhnya. Kalau gak salah, saya nonton film itu dua kali. Sama-sama nangis kejer. Saya belum punya keberanian lagi untuk menonton ketiga kalinya.

Semoga semua hewan-hewan di dunia ini berbahagia :’)

Friday, May 3, 2019

Ayam Geprek

Ini sumpah gak penting. Tapi gak papa lah.

Jadi gini, tadi saya pengen makan siang ayam geprek di kantin kampus (bonbin). Nah, saya gak langsung menuruti keinginan saya karena saya harus ke kantor pos dulu buat ngirim-ngirim buku.

Lalu, selepas dari kantor pos, saya mampir ke ruang mahasiswa. Mau nyelesein beberapa pekerjaan. Baru setelah itu makan ayam geprek. Bertemulah saya dengan teman lama. Karena kebaikan hati dan ketampanannya dan kecerdasannya, dia jadi idola cewek-cewek seangkatan, termasuk saya dong. Yaudahlah kami basa-basi tanya kabar dan kegiatan masing-masing. Trus dia bilang mau beranjak duluan dari ruang mahasiswa itu.

Beberapa menit kemudian dia datang lagi dong. Naruh ayam geprek kemasan di meja saya sambil bilang, “ini buat makan sore”. Saya berterima kasih sambil terbengong-bengong. Kok bisa ya? Kan tadi saya gak mbahas sedikit pun tentang makanan, apalagi ayam geprek. Emang rezeki penggemar sholihah wkwkwkwkwk :p

Gak penting ya? Iya. Tapi bodo ah. Saya sudah terlalu banyak kehilangan momen-momen sederhana nan bermakna yang nggak saya tulis. Minimal, saya menuliskan kebaikan orang lain. Dia memang baik ke semua orang. Dan semoga akan selalu baik selama-lamanyaaaaaaa


Dan semoga dia gak baca ini Ya Allaah~



Jatuh Cinta Seperti di Film-Film

 Halo! Apa kabar? Semoga kamu baik, ya.  Kamu sudah nonton Jatuh Cinta Seperti di Film-Film ? Aku sudah. Dua kali di bioskop.  Setelah nonto...