Thursday, July 25, 2013

poskolonialisme di dinding kamar Dany

“enak’e aku skripsi opo yo, Nis?”
“poskolonialisme oye lho, Dan.”
“ho’o po?”

Obrolan singkat di bonbin itu membuat Dany resmi terperosok di jurang poskolonialisme yang tak berujung. Pada saat obrolan itu terjadi, kira-kira satu setengah tahun yang lalu, saya sedang selo. Saya pun menyanggupi Dany untuk membantu penelitiannya. Saya juga memeberi beberapa masukan tentang objek material apa yang cocok untuk dikaji dengan teori itu. Penelitian Dany memang tidak berangkat dari masalah, tapi dari teori. Ini salah kaprah memang. Tapi tak apalah.

Beberapa bulan kemudian Dany pun seminar proposal. Objek material yang dia gunakan adalah novel Glonggong karya Junaedi Safei. Seperti pada seminar-seminar proposal pada umumnya, setidaknya di FIB UGM, Dany pun mendapatkan beberapa pertanyaan dan masukan untuk penelitiannya. Intinya, tahap seminar sudah terlewati. Berlanjutlah ke tangga selanjutnya...

Beberapa kali Dany meminta bertemu dan ngobrol dengan saya. Tapi sial memang, saya sudah tak selo lagi. Pada saat itu saya sedang ikut membantu menyelenggarakan acara simposium internasional Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara) dan persiapan kuliah lagi. Dany-pun sering saya beri harapan palsu. Saya sering hanya berjanji untuk ketemuan buat ngobroloin penelitiannya, sesering itu pulalah saya tiba-tiba membatalkan. Kami hanya berkomunikasi lewat email. Dany mengirimkan tulisannya, saya membaca dan memberikan masukan.

Waktu pun berlalu demikian cepat. Tak ada kabar dari Dany. Saya pun meng-sms-nya. Jawabannya singkat dan padat: mumet. Duh. Saya merasa sangat bersalah karena tidak bisa membantunya. Tulisannya yang terakhir yang dikirimkannya pun belum sempat saya baca. Bertumpuk-tumpuklah rasa bersalah saya. Apalagi saya mendengar dari seorang teman kalau Dany disuruh ngulang nulis dari bab 1, padahal dia sudah sampai di bab 3.

Hingga pada suatu kesempatan yang tak direncanakan, saya berkunjung ke kos Dany. Saya dibuat tercengang dengan kondisi kamarnya. Lumayan rapi untuk kategori cowok. Tapi ada yang lebih membuat saya takjub. Di hampir seluruh dinding kamarnya, ada tempelan-tempelan tentang teori poskolonialisme. Mulai dari orientalisme, kolonialisme, resistensi, dan lain sebagainya. Saya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan berdecak kagum.

“biar gampang belajarnya, Nis,” katanya.

Meskipun tidak begitu dekat, saya mengenal Dany sejak semester satu, tahun 2007. Kebetulan juga Dany satu DPS dengan saya. Sang DPS pun sering menanyakan tentang kuliah Dany kepada saya kalau sedang musim KRS. Oleh sang DPS, Dany memang dipandang lain karena termasuk dalam komplotan 4 serangkai yang tergolong malas kuliah.

Tapi malam itu, apa yang tertempel di dinding-dinding kaar Dany seolah meruntuhkan anggapan sang DPS. Dany telah membuktikan kesungguhannya. Barangkali Dany memang bukan jenis mahasiswa rajin dan pintar di kelas. Tapi ia adalah orang yang mau berusaha dan mau belajar. Mungkin saya berlebihan. Tapi melihat riwayat Dany selama kuliah, itu adalah hal yang menakjubkan. Ah ternyata saya dulu beranggapan sama dengan sang DPS dalam menilai Dany. Uh!

Selang dua bulan, Dany pun bertanya gimana caranya bikin intisari. Saya pun mengirimkan skripsi saya yang berbentuk pdf untuk dijadikan contoh. Tak lama kemudian, Dany meng-sms jadwal ujian skripsinya. Saya waktu sangat gembira.

Dan di lorong gedung C itu dany duduk sendirian menunggu dipanggil dosen penguji. Dia bilang jantungnya mau copot. Tak lama kemudian Dany dipanggil dan tak lama juga Dany keluar lagi. Wajahnya pucat, tapi terkesan lega. Hingga diumumkannya kelulusan itu. Wajahnya yang bahagia sungguh tak bisa disembunyikan. Meskipun ada beberapa yang harus direvisi dari penelitian yang telah diujikan itu.

Melalui tulisan ini, sebenarnya saya hanya ingin meminta maaf kepada Dany atas segala harapan palsu yang saya berikan. Juga atas segala komentar kejam dan postingan “ngoyak-ngoyak skripsi” di wall facebook-nya. Selamat ya, Dany yang lucu dan lugu! Sebagai teman aku merasa bangga atas kerja kerasmu..


No comments:

Post a Comment

Jatuh Cinta Seperti di Film-Film

 Halo! Apa kabar? Semoga kamu baik, ya.  Kamu sudah nonton Jatuh Cinta Seperti di Film-Film ? Aku sudah. Dua kali di bioskop.  Setelah nonto...