Wednesday, December 14, 2011
wonderland itu bernama Tutup Ngisor
Lilin-lilin berjajar, wangi dupa, dan bertaburan mawar merah adalah semacam ucapan selamat datang di padepokan Tjipta Boedaja. Malam itu. Padepokan/pendopo ini bukanlah gedung yang berdiri sendirian, mewah megah, tetapi menyatu dengan sawah, ladang, serta rumah warga. Gamelan ditabuh. Orang-orang berjubel di luar maupun di dalam pendopo. Orang-orang ini akan menjalankan malam tirakatan dalam rangkaian acara suran, atau memperingati bulan sura. Tepat pada tanggal 15. Saat bulan sepenuh lingkaran.
Saya beruntung dan bersyukur ketika seorang kawan menculik saya ke tempat yang kemudian saya juluki sebagai wonderland ini. Adalah Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Sebuah dusun yang terletak di lereng gunung Merapi Merbabu. Sebuah dusun dengan kesenian sebagai nafas hidup. Bukan sekadar pertunjukan. Kesenian tidak dijadikan sebagai lahan untuk mencari penghasilan, cukup sebagai hiburan dan sikap. Sikap terhadap Tuhan, sesama manusia, alam, dan kehidupan. Dilakukan dengan biasa saja namun penuh penghayatan, menyatu dengan kehidupan itu sendiri. Sehingga antara kehidupan dan kesenian berjalan beriringan. Seimbang.
***
Kira-kira pukul 20.00 acara dibuka oleh seorang mc yang memakai pakaian ala Jawa. Bahasa yang digunakan pun bahasa jawa, inggil banget. Dan saya nggak begitu mudeng apa yang dibicarakan. Ada juga puji-pujian yang ditembangkan dengan bahasa jawa kuno. Saya pun mengikuti meskipun tak mengerti.
Setelah itu, ada sembilan perempuan luwes berbaju dan berselendang hijau menarikan “kembar mayang”. Gamelan kembali ditabuh. Suara sinden melengking merdu. Saya takjub. Keren banget. Salah satu penari yang bernama Sinta adalah anak smp, masih kecil, tapi saat dipanggung terlihat seperti gadis yang sedang mekar-mekarnya. Kok bisa? Saya setengah nggak percaya. Betapa ini sangat menakjubkan.
Kemudian panggung kembali hidup dengan pagelaran wayang orang lakon “lumbung tugu mas” dengan dalang Bapak Sitras Anjilin. Lakon ini menceritakan perjuangan pandawa dalam membangun lumbung dan peranan dewi sri sebagai dewi kesuburan. Ini merupakan salah satu wujud syukur warga akan kelimpahan hasil pertanian. Sebagian besar warga Tutup Ngisor adalah petani. Sayang, saya nontonnya agak ketinggalan. Ternyata lumayan banyak yang nonton. Nggak cuma bapak-bapak atau mbah-mbah, tapi anak-anak sampai bayi pun ada. Melek. Meski sesekali menguap menahan kantuk.
Saya yang pertama kali menyaksikan wayang orang ini jelas gumun. Gerak tubuh yang luar biasa indah dipadu dengan kostum yang wah, serta dialog-dialog yang saya nggak ngerti. Tapi saya suka. Saya juga sempat melihat salah satu pemain merias dirinya sendiri. Mulai dari alis sampai kumis. Dan pertunjukan pun mengalir. Saya hanyut.
Kira-kira pukul 02.00 sang dalang mengakhiri pertunjukan. Dan mata saya sudah kriyep-kriyep. Saya harus menyimpan energi untuk acara besok pagi yang masih sangat panjang.
***
Saat membuka mata dan telinga yang terdengar pertama kali adalah bunyi gamelan. Pagi ini, akan dilaksanakan kirab. Saya pun menyempatkan diri untuk jalan-jalan sebentar menikmati keindahan Merapi dan Merbabu. Tapi ternyata juga bisa melihat Sindoro Sumbing. Indah.
Kira-kira pulul 05.45 kirab dimulai. Para pemain/penari (mata mereka merah karena kurang tidur) berkumpul di depan pendopo. Setelah itu “sowan” ke makam Romo Yoso Sudarmo, pendiri padepokan Tjipta Boedaja. Iring-iringan pun beberapa kali berjalan mengitari pendopo sebelum jathilan dilaksanakan. Bertabur bunga. Semerbak dupa.
Saya tidak tahu apa yang terjadi, salah satu penari ada yang kesurupan (maaf saya tidak tahu istilah lainnya). Tapi iring-iringan tetap dilanjutkan. Dan berkumpul lagi di pendopo. Setelah itu jatilan pun dimulai. Gendang ditabuh. Musik menghentak. Gemerincing kaki para penari berpadu gerakan yang rancak. Penonton berjubel. Beberapa kamera siap mengabadikan segala gerak. Kira-kira jatilan ini berlangsung selama satu jam. Lagi-lagi saya dibuat takjub. Jatilan yang saya lihat kali ini berbeda dengan yang sebelum-sebelumnya. Lebih bernyawa.
Acara tidak berhenti sampai di sini. Tepat pukul sepuluh kembali terdengar musik menghentak dari lapangan. Kali ini ada berbagai tarian. Penyumbang acara datang dari berbagai daerah. Lagi-lagi penonton berjubel. Ada jatilan, ada juga tari topeng ireng. Semuanya indah. Semuanya mengagumkan. Walaupun hujan deras, acara tetap berlangsung lancar. Tak ada penonton yang beranjak. Para penjual jajanan dan mainan pun semakin banyak.
Di sela-sela riuh pertunjukan saya sempat ngobrol dengan seorang pemuda, alias Mas Genter. Dalam satu tahun, penduduk Tutup Ngisor setidaknya membuat empat acara, yaitu maulid nabi, idul fitri, tujuh belas agustus, dan suran. Tapi yang paling meriah adalah acara suran yang kali ini bertema "dharmaning urip ngudi pepadhang" dan dilaksanakan tiga hari. Dan makanan tak henti-hentinya mengalir. Tak ada piring dan gelas yang kosong. Hebatnya, dalam menyelenggarakan acara-acara tersebut mereka tak pernah mencari sponsor.
(oh ya, saya menyempatkan diri bermain di kali dekat sawah. Tapi cuma sebentar karena hujan)
Setelah maghrib, di pendopo, gamelan kembali ditabuh. Kali ini adalah acara kesenian dari berbagai kota. Ada dari berbagai SMA dan universitas. Ramai dan meriah. Ada teater, ada tari banyuwangi, ada tari topeng dari abbal (atas bumi bawah langit), dan lainlain. Sungguh menakjubkan melihat berbagai tubuh gemulai itu meliuk-meliuk. Magis.
Sementara itu, acara penutupan adalah wayang orang kolaborasi dari berbagai kota. Saya pun nggak mau melewatkan pertunjukan ini. Pertunjukan wayang orang kali ini nggak pake latihan. Jadinya lucu karena mengarah pada dagelan. Tawa serentak. Saya bertahan meski kantuk menyerang.
Kira-kira pukul setengah dua pagi sang dalang pun mengucap: cekap semanten..
***
Dan selesai menulis ini, kangenku padamu sungguh menggebu, wonderland. Kapan bertemu lagi? Segeralah.
fotografer: Yasinta Dewi
Thursday, December 8, 2011
hallo, John
ini adalah 8 desember yang ke-31.
***
“pernahkah ketika mendengarkan lagu, kamu merasa hanya ada lagu itu, kamu, dan kehadiran tuhan?”
aku pernah
adalah ketika mendengar imagine-mu. serasa ada suasana magis yang tiba-tiba datang dan tidak bisa dijelaskan. dan ini sama sekali tidak ada maksud hiperbolis atau mengada-ada, john.
aku pun merasakan sedih yang menyayat ketika mendengar oh my love dan mother. perasaan menyayat yang tidak pernah kurasakan saat mendengar lagu-lagu lain. i don’t know why.
haha, ini sebenarnya hanya curhatan gak penting, John. 31 tahun di surga gimana rasanya? sudahkah bertemu ibumu?
apa pun itu, selamat menikmati hari-harimu di sana. kubayangkan kau sedang makan apel sambil bergitar, genjrang-genjreng. sudah berapa lagu yang tercipta? segera turunkan ke bumi. biar gak ada polusi boyband ^o^
oya, kamu menempati urutan tertinggi playlistku. dan semoga anak-anakku nanti masih bisa menikmati dan mengagumimu. kamu bukan hanya seniman. kamu legenda.
salam rindu dari semua makhluk di bumi, John Winston Lennon.
***
“pernahkah ketika mendengarkan lagu, kamu merasa hanya ada lagu itu, kamu, dan kehadiran tuhan?”
aku pernah
adalah ketika mendengar imagine-mu. serasa ada suasana magis yang tiba-tiba datang dan tidak bisa dijelaskan. dan ini sama sekali tidak ada maksud hiperbolis atau mengada-ada, john.
aku pun merasakan sedih yang menyayat ketika mendengar oh my love dan mother. perasaan menyayat yang tidak pernah kurasakan saat mendengar lagu-lagu lain. i don’t know why.
haha, ini sebenarnya hanya curhatan gak penting, John. 31 tahun di surga gimana rasanya? sudahkah bertemu ibumu?
apa pun itu, selamat menikmati hari-harimu di sana. kubayangkan kau sedang makan apel sambil bergitar, genjrang-genjreng. sudah berapa lagu yang tercipta? segera turunkan ke bumi. biar gak ada polusi boyband ^o^
oya, kamu menempati urutan tertinggi playlistku. dan semoga anak-anakku nanti masih bisa menikmati dan mengagumimu. kamu bukan hanya seniman. kamu legenda.
salam rindu dari semua makhluk di bumi, John Winston Lennon.
Tuesday, December 6, 2011
tentang labeling
percakapan dengan beberapa kawan akhir-akhir ini, entah mengapa, selalu berujung pada persoalan-persoalan labeling. nah, untuk itu, saya pun nggak tahan pengen ngoceh.
sebenarnya, yang membuat saya udah jengkel di ubun-ubun adalah talkshow tadi pagi yang kebetulan saya ikuti, yaitu berbagi cerita dengan pengajar muda. ini adalah acara yang diselenggarakan oleh bentang pustaka yang bekerja sama dengan program indonesia mengajar pimpinan Anis Baswedan.
singkat cerita, moderator yang dalam acara tersebut, menurut saya, amat sangat tidak bijak ketika menggunakan label-label tertentu untuk menyebut orang dan lokasi penempatan para pengajar muda. dibilang terbelakanglah, tempat antah berantahlah, seramlah. gak cuma itu, acara bincang-bincang itu dibuka dengan si moderator yang lebih mengedepankan bagaimana keadaan lokasi dan orang-orangnya, yang ternyata oleh pengajar muda (tadi yang datang Agus dan Aline) dijawab juga dengan label-label yang mengesankan bahwa lokasi yang mereka tuju itu emang "buruk" dengan mendeskripsikan keadaan jalan, listrik, wc, dan lain sebagainya. njut ngopo nek wes ngono?
inilah mengapa saya gak suka banget pada salah satu acara di stasiun tv swasta yang judulnya "andai aku menjadi". menurut saya, acara tersebut tidak jauh beda dengan kampanye untuk menganggap bahwa orang-orang desa yang menjadi target acar tersebut adalah orang-orang yang menderita. nah, acara tersebut mendorong penonton untuk menganggap bahwa hidup "yang seperti itu" adalah sebuah penderitaan. eksploitasi gak sih? ini ditambah lagi dengan si mahasiswa yang seringkali menye-menye kalau ngikutin keseharian orang-orang desa tersebut.
harusnya nih, gak usah ditonjolkan hal yang dianggap sebagai "penderitaan". harus ada sisi lain yang diungkapkan, seperti kesetiaannya pada hidup, keikhlasannya, keuletannya. sehingga penonton bisa mengambil pelajaran atau falsafah dari orang-orang tersebut. bukan sebaliknya. bukan anggapan bahwa hidupnya lebih beruntung dibandingkan dengan si A atau si B. juga bukan semakin menganggap diri lebih mulia.
labeling ini dipicu oleh (semacam) prasangka sehingga tercipta sebuah jarak tertentu. justifikasi pada pertemuan awal atau homogenisasi terhadap suatu hal juga bisa menimbulkan labeling. dan akhirnya stereotipe. misalnya, orang sana pasti kasar, orang sana pasti pelit dan mata duitan, orang sana lagi licik. dan lain sebagainya.
sebenarnya, yang menjadi masalah adalah: parameter yang digunakan itu apa?
barangkali, yang juga memicu timbulnya labeling terhadap suatu hal atau subjek tertentu adalah ketika seseorang itu terlalu lama berada dalam zona nyamannya. entah zona nyaman itu berwujud fisik yg oke, lingkungan, atau yg lainnya. yang tentunya dianggap sebagai paling oke. dan masalahnya lagi, labeling ini lebih condong pada hal-hal yang sifatnya kurang baik. meskipun ada juga yang membaikkan.
nah, salah satu manfaat belajar poskolonialisme adalah mengurangi dan menghindarkan diri dari bahaya labeling dan stereotipe ^^
#eh, tapi di akhir2 talkshow si Agus bilang sih kalo dirinya berusaha menolak anggapan bahwa masyarakat dimana dia ditempatkan itu pencuri :)
sebenarnya, yang membuat saya udah jengkel di ubun-ubun adalah talkshow tadi pagi yang kebetulan saya ikuti, yaitu berbagi cerita dengan pengajar muda. ini adalah acara yang diselenggarakan oleh bentang pustaka yang bekerja sama dengan program indonesia mengajar pimpinan Anis Baswedan.
singkat cerita, moderator yang dalam acara tersebut, menurut saya, amat sangat tidak bijak ketika menggunakan label-label tertentu untuk menyebut orang dan lokasi penempatan para pengajar muda. dibilang terbelakanglah, tempat antah berantahlah, seramlah. gak cuma itu, acara bincang-bincang itu dibuka dengan si moderator yang lebih mengedepankan bagaimana keadaan lokasi dan orang-orangnya, yang ternyata oleh pengajar muda (tadi yang datang Agus dan Aline) dijawab juga dengan label-label yang mengesankan bahwa lokasi yang mereka tuju itu emang "buruk" dengan mendeskripsikan keadaan jalan, listrik, wc, dan lain sebagainya. njut ngopo nek wes ngono?
inilah mengapa saya gak suka banget pada salah satu acara di stasiun tv swasta yang judulnya "andai aku menjadi". menurut saya, acara tersebut tidak jauh beda dengan kampanye untuk menganggap bahwa orang-orang desa yang menjadi target acar tersebut adalah orang-orang yang menderita. nah, acara tersebut mendorong penonton untuk menganggap bahwa hidup "yang seperti itu" adalah sebuah penderitaan. eksploitasi gak sih? ini ditambah lagi dengan si mahasiswa yang seringkali menye-menye kalau ngikutin keseharian orang-orang desa tersebut.
harusnya nih, gak usah ditonjolkan hal yang dianggap sebagai "penderitaan". harus ada sisi lain yang diungkapkan, seperti kesetiaannya pada hidup, keikhlasannya, keuletannya. sehingga penonton bisa mengambil pelajaran atau falsafah dari orang-orang tersebut. bukan sebaliknya. bukan anggapan bahwa hidupnya lebih beruntung dibandingkan dengan si A atau si B. juga bukan semakin menganggap diri lebih mulia.
labeling ini dipicu oleh (semacam) prasangka sehingga tercipta sebuah jarak tertentu. justifikasi pada pertemuan awal atau homogenisasi terhadap suatu hal juga bisa menimbulkan labeling. dan akhirnya stereotipe. misalnya, orang sana pasti kasar, orang sana pasti pelit dan mata duitan, orang sana lagi licik. dan lain sebagainya.
sebenarnya, yang menjadi masalah adalah: parameter yang digunakan itu apa?
barangkali, yang juga memicu timbulnya labeling terhadap suatu hal atau subjek tertentu adalah ketika seseorang itu terlalu lama berada dalam zona nyamannya. entah zona nyaman itu berwujud fisik yg oke, lingkungan, atau yg lainnya. yang tentunya dianggap sebagai paling oke. dan masalahnya lagi, labeling ini lebih condong pada hal-hal yang sifatnya kurang baik. meskipun ada juga yang membaikkan.
nah, salah satu manfaat belajar poskolonialisme adalah mengurangi dan menghindarkan diri dari bahaya labeling dan stereotipe ^^
#eh, tapi di akhir2 talkshow si Agus bilang sih kalo dirinya berusaha menolak anggapan bahwa masyarakat dimana dia ditempatkan itu pencuri :)
Saturday, December 3, 2011
doa yang nggak tuntas
saya inget beberapa bulan lalu, duluuuu banget, saya berdoa ama tuhan. intinya, saya pengen tahun ini saya lulus. tapi ini udah penghujung tahun dan bab 3 skripsi saya baru 70%. apalagi bab 2 yang udah sebulan diluncurkan tapi gak dibaca2 juga (murka tingkat dewa!). ini berarti saya NGGAK BISA lulus tahun ini! selidik punya selidik, tibatiba sanya inget tentang doa saya itu. saya minta lulus, tapi lupa bilang kalo LULUS KULIAH. jadinya tuhan gak ngasih saya lulus kuliah tahun ini >__<
tapiiiiiii, tuhanku yang super asyik, thanks ya, meskipun saya gak lulus kuliah tahun ini, semoga saya lulus dalam hal-hal yang lain. lulus kesabaran, lulus berdamai dengan diri sendiri, dan lulus2 yang lain.
semoga saya termasuk orang-orang yang belajar dan terus berproses.
karena, berproses adalah salah satu cara membiarkan diri kita menjadi manusia.
*dan proses saya sungguh gila-gilaan.
tapiiiiiii, tuhanku yang super asyik, thanks ya, meskipun saya gak lulus kuliah tahun ini, semoga saya lulus dalam hal-hal yang lain. lulus kesabaran, lulus berdamai dengan diri sendiri, dan lulus2 yang lain.
semoga saya termasuk orang-orang yang belajar dan terus berproses.
karena, berproses adalah salah satu cara membiarkan diri kita menjadi manusia.
*dan proses saya sungguh gila-gilaan.
Friday, December 2, 2011
anonymous
sepertinya saya perlu berterima kasih pada seorang satu ini. seorang yang sebulan terakhir ini mampu membuat saya tersihir dan terkagum-kagum akan keajaiban yang ada di otak dan hatinya. dia membeberkan pendapatnya tentang tuhan, agama, budaya, politik, sastra, musik, bahkan kata. gagasan-gagasannya mampu membelokkan logika yang sempit. kemudian digiring menuju semesta kemungkinan. menghitamkan yang putih. memutihkan yang hitam. ia akhirnya mampu mengajak (saya) untuk belajar menyingkir dari kehidupan mapan, tapi mencari sejatinya hidup. tidak terjebak pada persoalan-persoalan lahiriah. terima kasih ya..
*sebaiknya pembaca tak perlu (mencari) tahu siapa seseorang itu ^0^
*sebaiknya pembaca tak perlu (mencari) tahu siapa seseorang itu ^0^
Saturday, November 19, 2011
unsent letter
barangkali suatu saat kita harus duduk dan bicara. di sebuah warung kopi atau ronde di pinggir jalan yang masih basah oleh hujan. atau di mana saja. tentang banyak hal yang mungkin belum tuntas. tanyakan tentang apa saja dan aku pasti akan menjawabnya. sejujur-jujurnya. biar tak ada sesak yang menyangkut di dada.
oke? dan itu akan menjadi pembicaraan terakhir kita. barangkali
atau, kita tak usah bicara. sepertinya kata dan bunyi sudah seringkali berkhianat. beri kesempatan pada nurani untuk menyelesaikannya.
photocredit: http://dherdian.wordpress.com/2010/11/15/kotak-pos/&docid=EfsyQyw2Is0sQM&imgurl
Sunday, November 13, 2011
Annajah-Syafi’iyah, Kaifa haluk?
Dan ternyata aku merindukanmu, Annajah. Ternyata aku ingin kembali padamu, Syafiiyah.
Kaifa haluk, Annajah? Tiba-tiba aku merindukanmu begini. Di antara buku-buku poskolonial, posmodern, hegemoni, dekonstruksi, cultural studies dan apapun itu, aku merindukan matan-matan imriti. Masihkah nadhoman-nadhoman itu dilagukan dengan merdu? Aku merindu menghafai i’lal, nahwu, shorof, jurumiyah, mengotak-atik mubtada’ khobar. Aku juga rindu memutar otak dalam hitungan ilmu faroid itu.
Apa kabar kitab-kitab kuning? Masihkah para santri tertidur sambil memelukmu? Apa kabar majmu’? Dziba’? aku rindu bersholawat di malam-malam yang dingin itu. Sekarang ini aku lebih sering mengulang-ulang lagunya The Beatles.
Ustadz Rifai yang sering kali kukecewakan, kini tak satu nadhomanpun bisa kuingat. Hafalan Mabadil Fiqih yang empat juz itupun sudah kulupakan. Maafkan, maafkan.
***
Syafiiyah, sekali waktu kita harus bertemu. Aku merindukan pintu gerbangmu yang berderit-derit. Hampir lima tahun meninggalkanmu dan tak sekalipun aku menjengukmu. Maafkan. Adakah kau juga rindu padaku?
Masihkah tafsir quran menghidupkan pagimu? Masihkah para santri saling membangunkan untuk qiyamul lail? Masihkah selalu mengingatkan untuk Dhuha? Masih rajinkah puasa senin kamis? Masihkah ada roan, kegiatan yang dinanti sebab kami bisa bertemu santri putra? Masihkah santri putri gemar memakai parfum meski berkali-kali disindir Mbah Yai? Masih adakah TV hitam putih itu? Ataukah sudah masuk rongsokan?
Aku merindukan ngaji ba’da ashar yang seringkali kutinggalkan dengan alasan ekstrakurikuler, les, dan lainlain. Aku merindukan hafalan hadits yang tak kunjung kuselesaikan. Aku merindukan makan keroyokan pake tangan. Dan aku merindukan panggilan “Lily” itu.
Apa kabar Ustadz Rosyad, Ustadz Ghofur? Sepertinya aku butuh mengulang Ta’lim Mutaallim. Apa kabar Bu Nyai? Ning Leil? Masihkah sehat dan gemar memasak bandeng? Semoga suatu saat kita bisa bertemu.
Aku merindukanmu, merindukanmu..
Kaifa haluk, Annajah? Tiba-tiba aku merindukanmu begini. Di antara buku-buku poskolonial, posmodern, hegemoni, dekonstruksi, cultural studies dan apapun itu, aku merindukan matan-matan imriti. Masihkah nadhoman-nadhoman itu dilagukan dengan merdu? Aku merindu menghafai i’lal, nahwu, shorof, jurumiyah, mengotak-atik mubtada’ khobar. Aku juga rindu memutar otak dalam hitungan ilmu faroid itu.
Apa kabar kitab-kitab kuning? Masihkah para santri tertidur sambil memelukmu? Apa kabar majmu’? Dziba’? aku rindu bersholawat di malam-malam yang dingin itu. Sekarang ini aku lebih sering mengulang-ulang lagunya The Beatles.
Ustadz Rifai yang sering kali kukecewakan, kini tak satu nadhomanpun bisa kuingat. Hafalan Mabadil Fiqih yang empat juz itupun sudah kulupakan. Maafkan, maafkan.
***
Syafiiyah, sekali waktu kita harus bertemu. Aku merindukan pintu gerbangmu yang berderit-derit. Hampir lima tahun meninggalkanmu dan tak sekalipun aku menjengukmu. Maafkan. Adakah kau juga rindu padaku?
Masihkah tafsir quran menghidupkan pagimu? Masihkah para santri saling membangunkan untuk qiyamul lail? Masihkah selalu mengingatkan untuk Dhuha? Masih rajinkah puasa senin kamis? Masihkah ada roan, kegiatan yang dinanti sebab kami bisa bertemu santri putra? Masihkah santri putri gemar memakai parfum meski berkali-kali disindir Mbah Yai? Masih adakah TV hitam putih itu? Ataukah sudah masuk rongsokan?
Aku merindukan ngaji ba’da ashar yang seringkali kutinggalkan dengan alasan ekstrakurikuler, les, dan lainlain. Aku merindukan hafalan hadits yang tak kunjung kuselesaikan. Aku merindukan makan keroyokan pake tangan. Dan aku merindukan panggilan “Lily” itu.
Apa kabar Ustadz Rosyad, Ustadz Ghofur? Sepertinya aku butuh mengulang Ta’lim Mutaallim. Apa kabar Bu Nyai? Ning Leil? Masihkah sehat dan gemar memasak bandeng? Semoga suatu saat kita bisa bertemu.
Aku merindukanmu, merindukanmu..
Friday, October 7, 2011
lambungku, oh..
saya akui saya adalah orang yang sangat bandel. tapi berkali-kali menghadapi sakit yang sama seperti ini sudah masuk dalam kategori keterlaluan. menjaga diri sendiri saja tidak bisa. ya, hari ini lambung saya benar-benar ngamuk luar biasa. pagi-pagi sudah mual, ulu hati rasanya sakit banget, dan muntah-muntah (rasanya sangat pahit). muntah adalah alarm bagi tubuh saya, yang menandakan saya benar-benar sakit.
sebenarnya saya tahu mengapa saya bisa seperti ini. dua malam ini saya begadang dan memeras otak. mengejar deadline proposal seminar yang..ah, mengingat ini saya jadi sebel banget lagi. sedikit istirahat. minum kopi dan makan telat. lengkap sudah! saya adalah tipe orang yang kalau masih ada tanggungan pekerjaan gak bakalan bisa tenang. mata merem tapi pikiran gelisah. ya jadinya seperti ini, suka memaksakan diri. dan sakit sendiri. rasain.
saat seperti ini, mylanta yang biasanya jadi teman setia, sama sekali tidak bisa membantu. dan sepertinya saya benar-benar harus ke dokter.
sepertinya, untuk sejenak saya juga harus rela berjauh-jauhan dengan sambel, osengosseng mercon, dan makanan pedas lainnya. minum kopi juga harus berenti dulu :(
semoga lekas sembuh, anis. bentukmu jelek banget kalo lagi sakit.
maaf pembaca, kalau akhir-akhir ini postingan saya isinya curhatan doang.gak suka gak usah dibaca!
sebenarnya saya tahu mengapa saya bisa seperti ini. dua malam ini saya begadang dan memeras otak. mengejar deadline proposal seminar yang..ah, mengingat ini saya jadi sebel banget lagi. sedikit istirahat. minum kopi dan makan telat. lengkap sudah! saya adalah tipe orang yang kalau masih ada tanggungan pekerjaan gak bakalan bisa tenang. mata merem tapi pikiran gelisah. ya jadinya seperti ini, suka memaksakan diri. dan sakit sendiri. rasain.
saat seperti ini, mylanta yang biasanya jadi teman setia, sama sekali tidak bisa membantu. dan sepertinya saya benar-benar harus ke dokter.
sepertinya, untuk sejenak saya juga harus rela berjauh-jauhan dengan sambel, osengosseng mercon, dan makanan pedas lainnya. minum kopi juga harus berenti dulu :(
semoga lekas sembuh, anis. bentukmu jelek banget kalo lagi sakit.
maaf pembaca, kalau akhir-akhir ini postingan saya isinya curhatan doang.
Saturday, October 1, 2011
Monday, September 26, 2011
curhatan nggak penting banget
hari ini:
1. bangun-bangun kaki kram gara-gara kemarin naek turun 1.250 tangga di tawangmangu
2. keinget tulisan yang belum diedit, padahal mau bimbingan. dan akhirnya gak jadi diprint. perut ikut-ikutan kram.
3. fotokopi buku pramoedya postcolonially pesenan pak faruk
4. di kampus. berharap bertemu seseorang.
5. semoga yang no.4 selalu baik-baik saja
6. ketemu DPS dan bimbingan. minta maaf karena belum ngasih tulisan. ditanyain ini itu. termasuk"kenapa kok bisa putus?"
7. ndaftar seminar skripsi.
8. ketemu pak faruk, dan bukunya ditanyain. "maaf pak, masih di fotokopian"
9. bingung nyari judul yang pas buat skripsi di ruangannya DPS
10. ketemu temen dan merebut minumannya
11. pulang dan kebingungan mau ngerjian yang mana dulu.
12. besok janji mau ngasih tulisan ke DPS
13. batal ke toko buku
14. batal makan oseng2 mercon :((
15. tidur bentar dan tambah pusing
16. beli capcay di depan asrama. . tiba-tiba bergumam sendiri"tahun ini alah tahun terberat, dan penuh tantangan"
17. rasanya pengennangis sepuas-puasnya tapi nggak bisa.
18. lagu unbreak my heart-nya Toni Braxton masih terus berulang-ulang di laptop...
semoga segera tenang, anis. semoga kamu segera bisa mengatasi semuanya.
1. bangun-bangun kaki kram gara-gara kemarin naek turun 1.250 tangga di tawangmangu
2. keinget tulisan yang belum diedit, padahal mau bimbingan. dan akhirnya gak jadi diprint. perut ikut-ikutan kram.
3. fotokopi buku pramoedya postcolonially pesenan pak faruk
4. di kampus. berharap bertemu seseorang.
5. semoga yang no.4 selalu baik-baik saja
6. ketemu DPS dan bimbingan. minta maaf karena belum ngasih tulisan. ditanyain ini itu. termasuk
7. ndaftar seminar skripsi.
8. ketemu pak faruk, dan bukunya ditanyain. "maaf pak, masih di fotokopian"
9. bingung nyari judul yang pas buat skripsi di ruangannya DPS
10. ketemu temen dan merebut minumannya
11. pulang dan kebingungan mau ngerjian yang mana dulu.
12. besok janji mau ngasih tulisan ke DPS
13. batal ke toko buku
14. batal makan oseng2 mercon :((
15. tidur bentar dan tambah pusing
16. beli capcay di depan asrama. . tiba-tiba bergumam sendiri
17. rasanya pengen
18. lagu unbreak my heart-nya Toni Braxton masih terus berulang-ulang di laptop...
semoga segera tenang, anis. semoga kamu segera bisa mengatasi semuanya.
Sunday, September 18, 2011
Mencari Bapa dalam Genderang Baratayudha: W.S Rendra dan Sri Murtono dalam satu panggung
Jumat, 16 September 2011. Pukul 19.00 WIB Taman Budaya Yogyakarta sudah dipenuhi ratusan orang. Beberapa orang masih duduk-duduk. Tapi kebanyakan langsung menaiki tangga dan menuju gedung pertunjukan Concert Hall setelah terlebih dahulu mengisi daftar hadir. Saya bertemu beberapa teman sekampus, dan kebanyakan adalah adik angkatan ^______^
Kira-kira setengah jam kemudian, gedung pertunjukan telah dibuka. Dan pengunjung pun berduyun-duyun mencari tempat duduk yang paling nyaman. Akhirnya saya dan seorang kawan memilih duduk di bagian tengah. Berhubung pementasan ini gratis, jadi banyaaak banget yang datang. Dan saya rasa sebagian besar adalah mahasiswa FIB UGM, lebih khususnya sastra Indonesia!
Beberapa menit kemudian muncul suara tanpa raga berbahasa jawa dan inggris yang intinya ucapan selamat datang dan larangan merokok, makan, minum, dan memotret dengan menggunakan blitz. Sementara orang di samping saya sedang asyik bermain hp. Oke, dari pada kebanyakan cincong langsung saja saya ceritakan sebenarnya pementasan apa yang bakal digelar malam ini.
Pementasan malam ini sebenarnya adalah serangkaian acara “gelar karya maestro tahun 2011” yang diselenggarakan oleh Taman Budaya Yogyakarta. Sang maestro yang dipilih pada tahun ini adalah Kusbini (yang acaranya sudah digelar pada malam sebelumnya dan saya nggak nonton), KPH Wasito Dipuro, C Hardjasoebrata, W.S Rendra, dan Sri Murtono.
Nah, untuk malam ini, W.S Rendra dan Sri Murtono yang mendapat giliran.
Tidak lama setelah suara tanpa raga tadi, lampu kemudian dipadamkan. Sebelum pementasan dimulai, para penonton diperkenalkan terlebih dahulu siapa itu W.S Rendra dan Sri Murtono. Sebuah video muncul dan terdengar suara Rendra membaca salah satu sajaknya, yang kalau nggak salah judulnya “Hai, Ma!”. Dan kalau gak salah lagi, beginilah sepenggal sajak itu: Ma/Bukan maut yang menggetarkan hatiku/Tetapi hidup yang tidak hidup/Karena kehilangan daya dan fitrahnya/. Kemudian yang diwawancarai sebagai orang terdekat Rendra adalah mantan istrinya, Sitoresmi Prabuningrat, dan sahabatnya, Prof. Bakdi Soemanto.
Pementasan untuk mengenang W.S Rendra ini berjudul “Mencari Bapa” yang diambil dari salah satu sajak panjang Rendra dengan judul yang sama. Sajak ini berisikan pencarian seorang lelaki bernama Suto yang tak beribu dan dibuang oleh ayahnya. Dalam perjalanan hidupnya, Suto mencari seorang Bapa yang sesungguhnya. Begitulah kira-kira.
Pementasan yang dibawakan oleh Seni Teku ini disutradai oleh Ibed Surgana Yuga. Pemain-pemainnya antara lain: Andika Ananda, Riski P. Sari, Tita Dian Wulansari, A. Satrio Pringgodani, Dinu Imansyah, Isa Al-Awwam, Silvano Rodrigues, Kurtubi Rush, Kuncoro Sejati, Eni Wahyuni (yang ini kakak angkatan lho, dan baru saya sadari ketika mendengar suaranya).
Tidak banyak property di atas panggung. Hanya ada beberapa lampu yang entah terbuat dari apa dan digantung di langit-langit. Kemudian muncul dua orang penari dengan kostum berwarna merah dan seorang lagi berdiri pas di tengah dengan rambut yang terurai kedepan. Mereka kemudian menampilkan beberapa gerakan yang super oke, lincah, dan energik.
Suto kecil muncul, berperilaku seperti anak kecil yang bermain-main. Kemudian digantikan oleh Suto dewasa yang berdiri di atas punggung dua orang penari/pemain. Secara keseluruhan, yang membuat saya takjub dari pementasan ini adalah pemain-pemainnya yang begitu menguasai tubuh. Salto jungkir balik yang rawan keseleo itu dilakukan dengan cihuy. Apalagi adegan Suto dewasa dengan seorang wanita (yang dalam sajak adalah seorang lonte), itu sungguh adegan dengan gerakan yang sangat ciamik. Selain itu, kualitas vokalnya juga nggak kalah keren. Sajak Rendra yang panjang itu disuarakan dengan lantang. Dalam beberapa dialog, penonton berhasil dibuat hening.
Kira-kira pukul 20.40 WIB pementasan untuk mengenang Rendra tersebut usai sudah, dan diakhiri dengan tepuk tangan penonton. Lampu menyala. Tapi penonton belum ada yang beranjak. Yup! masih ada satu lagi.
Pementasan kedua adalah Genderang Baratayudha yang berasal dari naskah karya Sri Murtono dengan judul yang sama. Pementasan oleh Teater Beta ini disutradarai oleh Rano Sumarno. Sayangnya, saya nggak tahu siapa saja nama pemain-pemainnya. Sama seperti W.S Rendra, penonton juga terlebih dahulu diperkenalkan siapa itu Sri Murtono. Sri Murtono adalah dramawan Jogja sekaligus pendiri ASDRAFI (Akademi Seni Drama dan Film).
Sebelum pementasan dimulai, ada MC yang membacakan semacam ringkasan cerita. Kemudian setelah layar dibuka, penonton disuguhi lima orang pemain super ganteng (sebenarnya yang bikin ganteng adalah kostumnya. hehe). Lima orang pemain itu tidak lain adalah pihak pandawa lengkap dengan senjatanya masing-masing. Sumpah..kostumnya sangat keren sekali. Penonton pun sontak bertepuk tangan ketika ada pemain yang salto jungkir balik dengan indahnya.
Tokoh wanita dalam pementasan ini ada dua, yaitu Kirana dan Sinta. Gila! vocal kedua wanita ini sungguh sangat mantap. Keduanya adalah kekasih dari pihak pandawa. Singkat cerita, drama yang ditulis oleh Sri Murtono pada tahun 1956 ini mengisahkan perang baratayudha. Penonton di samping saya sepertinya tidak begitu mudeng dengan jalan ceritanya. Ia beberapa kali bertanya ini itu (padahal sebenarnya saya juga nggak begitu mudeng). Nah, saya yang sukanya sok tahu akhirnya mendobos ria. Hehe.
Tentu saja dalam pementasan ini ada adegan-adegan romantisnya, atau lebih tepatnya galau. Yaitu ketika Sinta berbincang dengan Yudistira (kalau nggak salah). Apalagi ketika Yudistira membunuh Sinta lantaran Sinta telah membunuh salah satu personil pandawa. Jeritan Yudistira dan Kirana yang juga ditinggal oleh kekasihnya sungguh menyayat. Nggrantes banget. Intinya, Genderang Baratayudha telah membuat banyak orang kehilangan orang yang dicintainya.
Beberapa detik kemudian, kira-kira pukul 22.00 WIB tepuk tangan membahana, tanda pementasan telah usai. Ratusan penonton pun beranjak dari kursinya masing-masing. Kalau boleh jujur, saya sangat puas dengan kedua pementasan ini. Dengan durasi waktu yang tidak begitu lama, pementasan ini berhasil memberikan sajian yang menakjubkan. Tak sekadar hiburan. Enjoy!
Kira-kira setengah jam kemudian, gedung pertunjukan telah dibuka. Dan pengunjung pun berduyun-duyun mencari tempat duduk yang paling nyaman. Akhirnya saya dan seorang kawan memilih duduk di bagian tengah. Berhubung pementasan ini gratis, jadi banyaaak banget yang datang. Dan saya rasa sebagian besar adalah mahasiswa FIB UGM, lebih khususnya sastra Indonesia!
Beberapa menit kemudian muncul suara tanpa raga berbahasa jawa dan inggris yang intinya ucapan selamat datang dan larangan merokok, makan, minum, dan memotret dengan menggunakan blitz. Sementara orang di samping saya sedang asyik bermain hp. Oke, dari pada kebanyakan cincong langsung saja saya ceritakan sebenarnya pementasan apa yang bakal digelar malam ini.
Pementasan malam ini sebenarnya adalah serangkaian acara “gelar karya maestro tahun 2011” yang diselenggarakan oleh Taman Budaya Yogyakarta. Sang maestro yang dipilih pada tahun ini adalah Kusbini (yang acaranya sudah digelar pada malam sebelumnya dan saya nggak nonton), KPH Wasito Dipuro, C Hardjasoebrata, W.S Rendra, dan Sri Murtono.
Nah, untuk malam ini, W.S Rendra dan Sri Murtono yang mendapat giliran.
Tidak lama setelah suara tanpa raga tadi, lampu kemudian dipadamkan. Sebelum pementasan dimulai, para penonton diperkenalkan terlebih dahulu siapa itu W.S Rendra dan Sri Murtono. Sebuah video muncul dan terdengar suara Rendra membaca salah satu sajaknya, yang kalau nggak salah judulnya “Hai, Ma!”. Dan kalau gak salah lagi, beginilah sepenggal sajak itu: Ma/Bukan maut yang menggetarkan hatiku/Tetapi hidup yang tidak hidup/Karena kehilangan daya dan fitrahnya/. Kemudian yang diwawancarai sebagai orang terdekat Rendra adalah mantan istrinya, Sitoresmi Prabuningrat, dan sahabatnya, Prof. Bakdi Soemanto.
Pementasan untuk mengenang W.S Rendra ini berjudul “Mencari Bapa” yang diambil dari salah satu sajak panjang Rendra dengan judul yang sama. Sajak ini berisikan pencarian seorang lelaki bernama Suto yang tak beribu dan dibuang oleh ayahnya. Dalam perjalanan hidupnya, Suto mencari seorang Bapa yang sesungguhnya. Begitulah kira-kira.
Pementasan yang dibawakan oleh Seni Teku ini disutradai oleh Ibed Surgana Yuga. Pemain-pemainnya antara lain: Andika Ananda, Riski P. Sari, Tita Dian Wulansari, A. Satrio Pringgodani, Dinu Imansyah, Isa Al-Awwam, Silvano Rodrigues, Kurtubi Rush, Kuncoro Sejati, Eni Wahyuni (yang ini kakak angkatan lho, dan baru saya sadari ketika mendengar suaranya).
Tidak banyak property di atas panggung. Hanya ada beberapa lampu yang entah terbuat dari apa dan digantung di langit-langit. Kemudian muncul dua orang penari dengan kostum berwarna merah dan seorang lagi berdiri pas di tengah dengan rambut yang terurai kedepan. Mereka kemudian menampilkan beberapa gerakan yang super oke, lincah, dan energik.
Suto kecil muncul, berperilaku seperti anak kecil yang bermain-main. Kemudian digantikan oleh Suto dewasa yang berdiri di atas punggung dua orang penari/pemain. Secara keseluruhan, yang membuat saya takjub dari pementasan ini adalah pemain-pemainnya yang begitu menguasai tubuh. Salto jungkir balik yang rawan keseleo itu dilakukan dengan cihuy. Apalagi adegan Suto dewasa dengan seorang wanita (yang dalam sajak adalah seorang lonte), itu sungguh adegan dengan gerakan yang sangat ciamik. Selain itu, kualitas vokalnya juga nggak kalah keren. Sajak Rendra yang panjang itu disuarakan dengan lantang. Dalam beberapa dialog, penonton berhasil dibuat hening.
Kira-kira pukul 20.40 WIB pementasan untuk mengenang Rendra tersebut usai sudah, dan diakhiri dengan tepuk tangan penonton. Lampu menyala. Tapi penonton belum ada yang beranjak. Yup! masih ada satu lagi.
Pementasan kedua adalah Genderang Baratayudha yang berasal dari naskah karya Sri Murtono dengan judul yang sama. Pementasan oleh Teater Beta ini disutradarai oleh Rano Sumarno. Sayangnya, saya nggak tahu siapa saja nama pemain-pemainnya. Sama seperti W.S Rendra, penonton juga terlebih dahulu diperkenalkan siapa itu Sri Murtono. Sri Murtono adalah dramawan Jogja sekaligus pendiri ASDRAFI (Akademi Seni Drama dan Film).
Sebelum pementasan dimulai, ada MC yang membacakan semacam ringkasan cerita. Kemudian setelah layar dibuka, penonton disuguhi lima orang pemain super ganteng (sebenarnya yang bikin ganteng adalah kostumnya. hehe). Lima orang pemain itu tidak lain adalah pihak pandawa lengkap dengan senjatanya masing-masing. Sumpah..kostumnya sangat keren sekali. Penonton pun sontak bertepuk tangan ketika ada pemain yang salto jungkir balik dengan indahnya.
Tokoh wanita dalam pementasan ini ada dua, yaitu Kirana dan Sinta. Gila! vocal kedua wanita ini sungguh sangat mantap. Keduanya adalah kekasih dari pihak pandawa. Singkat cerita, drama yang ditulis oleh Sri Murtono pada tahun 1956 ini mengisahkan perang baratayudha. Penonton di samping saya sepertinya tidak begitu mudeng dengan jalan ceritanya. Ia beberapa kali bertanya ini itu (padahal sebenarnya saya juga nggak begitu mudeng). Nah, saya yang sukanya sok tahu akhirnya mendobos ria. Hehe.
Tentu saja dalam pementasan ini ada adegan-adegan romantisnya, atau lebih tepatnya galau. Yaitu ketika Sinta berbincang dengan Yudistira (kalau nggak salah). Apalagi ketika Yudistira membunuh Sinta lantaran Sinta telah membunuh salah satu personil pandawa. Jeritan Yudistira dan Kirana yang juga ditinggal oleh kekasihnya sungguh menyayat. Nggrantes banget. Intinya, Genderang Baratayudha telah membuat banyak orang kehilangan orang yang dicintainya.
Beberapa detik kemudian, kira-kira pukul 22.00 WIB tepuk tangan membahana, tanda pementasan telah usai. Ratusan penonton pun beranjak dari kursinya masing-masing. Kalau boleh jujur, saya sangat puas dengan kedua pementasan ini. Dengan durasi waktu yang tidak begitu lama, pementasan ini berhasil memberikan sajian yang menakjubkan. Tak sekadar hiburan. Enjoy!
Tuesday, September 13, 2011
Tuhan, bisakah patah hati ini ditunda?
Tuhanku yang super oke, aku minta maaf. lagi-lagi aku mengeluh.
bisakah patah hati ini ditunda?
rasanya sangat sakit. aku ingin menangis, tapi tidak bisa. sesak.
please, Tuhan, seperti perempuan-perempuan yang lain, aku ingin bisa menangis. sepuas-puasnya. sekeras-kerasnya.
dari pada aku membentur-benturkan kepala.
atau
tak usah Kau buat hatiku patah, remukkan saja. biar Kau juga tak susah-susah membikin air mata.
*Tuhan kok diperintah toh Nis..Nis..
dedicated to Mustika Sari C.N
Tuesday, August 16, 2011
antara saya dan pascakolonialisme
sampai hari ini saya tidak tahu mengapa saya bisa cinta mati sama kajian pascakolonialisme yang sebenarnya sangat membingungkan itu. kalau mau dirunut, asal muasal saya mengambil kuliah itu pada semester enam adalah, jujur, karena dosennya yang amat sangat ganteng sekali. disamping kuliah sebelumnya (yaitu orientalisme yang juga diampu oleh dosen yang sungguh sangat keren dan membuat saya terpikat. hehe) yang juga memunculkan guncangan mental tersendiri buat saya.
nah, dua dosen yang super oke itulah yang kemudian membuat saya mau tidak mau harus BELAJAR, sebuah aktivitas yang amat jarang saya lakukan. itu semata-mata karena saya tidak ingin terlihat tolol saat di kelas. saya pun membaca apa saja yang disarankan oleh sang dosen. alhasil, saya sedikiiiit tau tentang pascakolonialisme. dan, ehem, saya sedikiiiiiit berhasil menarik perhatian si dosen saat diskusi-diskusi kecil di kelas. hahaha. mahasiswa snewen!
lambat laun, saya pun berusaha mencerna konsep-konsep pascakolonialisme satu per satu. dalam proses pencernaan itu sering kali saya merasa mual dan ingin muntah-muntah! tapi saya berusaha menikmati. ini masih dilatarbelakangi oleh kegantengan si dosen. tapi, fanatisme saya yang berlebihan terhadap si dosen itu akhirnya menimbulkan sikap yang ambivalen (dalam konsep pascakolonialisme, yang dimaksud dengan ambivalen adalah sikap mendua). di satu sisi saya sangat suka dengan si dosen, yang membuat saya ingin selalu “dekat” dengannya, tapi di sisi lain saya membencinya karena beliau berhasil membuat saya menyukainya (ini perasaan suka dalam konteks keilmuan lho). saya merasa terjajah. halah..
perasaan ambivalen itu sebenarnya dipicu oleh adanya sifat saya yang selalu merasa inferior. banyak hal dan persoalan yang sebenarnya ingin saya diskusikan dengan sang dosen, tapi saya takut kalau saya dibilang sok-sokan. perasaan inferior itu dibarengi dengan perilaku aneh saya yang selalu deg-degan saat berbicara dengan sang dosen. akhirnya saya hanya memendam kegelisahan-kegelisahan yang ada di kepala.
semester tujuh saya mengambil skripsi. dan saya memustuskan untuk menggunakan pascakolonialisme sebagai alat teori. waktu itu saya belum tahu objek material yang akan saya gunakan dalam penelitian itu apa. akhirnya, pembimbing saya memberikan solusi. oh ya, pembimbing skripsi saya adalah si dosen orientalisme. alangkah bahagianya. apalagi saya diminta untuk menemani beliau mengajar kuliah orientalisme angkatan 2008. cihuyy.
masalahnya adalah, objek yang akan saya gunakan adalah buku-buku yang membahas teori pascakolonialisme. jadinya saya harus membahas dan mengkritisi buku itu. modaro kowe nis..
membayangkan bahwa begitu banyak yang harus saya baca dan saya tulis dalam skripsi saya itu, saya udah down duluan. tapi karena dari sononya saya itu suka sok-sokan, saya pun merasa tertantang. dan akhirnya menyetujui usul yang diberikan si dosen. tidak peduli apa yang akan terjadi nanti..
sampai detik ini saya masih berkutat dengan persoalan-persoalan pascakolonialisme yang semakin hari semakin membuat saya bingung. membuat rambut saya rontok. membuat mata saya berkantung. dan berat badan saya menurun. itu baru gangguan fisik. gangguan mental masih lebih banyak. hwehehehe.
terjadi hubungan yang kompleks antara saya dan pascakolonialisme. kadang saya merasa tidak mampu menyelaminya. dan ini sering membuat saya sedih. kadang saya merasa sangat ingin menaklukkannya. dan ini membuat saya bersemangat. saya banyak belajar. sekaligus banyak berkorban. tapi kadang saya merasa sikap saya ini terlalu berlebihan di antara teman-teman lain yang juga mengerjakan skripsi pascakolonialisme. perlu saya ceritakan juga kalau semester delapan, waktu angkatan 2008 mengambil mata kuliah pascakolonialisme, saya adalah mahasiswa yang tidak tahu malu menyusup di dalamnya (dan ngrecoki) selama satu semester penuh :p
hingga akhirnya, saya memutuskan untuk menjadi AHLI PASCAKOLONIALISME INDONESIA. saya mau lebur di dalamnya. hahahahahahahahahahahahahahahahahaha (mencibir. menertawakan diri sendiri. bagian dari ketidakpedean saya)
barangkali kalau ada kesempatan, saya akan menulis tentang konsep-konsep pascakolonialisme sajalah…dari pada curhat gak jelas kayak beginian. enjoy!
nah, dua dosen yang super oke itulah yang kemudian membuat saya mau tidak mau harus BELAJAR, sebuah aktivitas yang amat jarang saya lakukan. itu semata-mata karena saya tidak ingin terlihat tolol saat di kelas. saya pun membaca apa saja yang disarankan oleh sang dosen. alhasil, saya sedikiiiit tau tentang pascakolonialisme. dan, ehem, saya sedikiiiiiit berhasil menarik perhatian si dosen saat diskusi-diskusi kecil di kelas. hahaha. mahasiswa snewen!
lambat laun, saya pun berusaha mencerna konsep-konsep pascakolonialisme satu per satu. dalam proses pencernaan itu sering kali saya merasa mual dan ingin muntah-muntah! tapi saya berusaha menikmati. ini masih dilatarbelakangi oleh kegantengan si dosen. tapi, fanatisme saya yang berlebihan terhadap si dosen itu akhirnya menimbulkan sikap yang ambivalen (dalam konsep pascakolonialisme, yang dimaksud dengan ambivalen adalah sikap mendua). di satu sisi saya sangat suka dengan si dosen, yang membuat saya ingin selalu “dekat” dengannya, tapi di sisi lain saya membencinya karena beliau berhasil membuat saya menyukainya (ini perasaan suka dalam konteks keilmuan lho). saya merasa terjajah. halah..
perasaan ambivalen itu sebenarnya dipicu oleh adanya sifat saya yang selalu merasa inferior. banyak hal dan persoalan yang sebenarnya ingin saya diskusikan dengan sang dosen, tapi saya takut kalau saya dibilang sok-sokan. perasaan inferior itu dibarengi dengan perilaku aneh saya yang selalu deg-degan saat berbicara dengan sang dosen. akhirnya saya hanya memendam kegelisahan-kegelisahan yang ada di kepala.
semester tujuh saya mengambil skripsi. dan saya memustuskan untuk menggunakan pascakolonialisme sebagai alat teori. waktu itu saya belum tahu objek material yang akan saya gunakan dalam penelitian itu apa. akhirnya, pembimbing saya memberikan solusi. oh ya, pembimbing skripsi saya adalah si dosen orientalisme. alangkah bahagianya. apalagi saya diminta untuk menemani beliau mengajar kuliah orientalisme angkatan 2008. cihuyy.
masalahnya adalah, objek yang akan saya gunakan adalah buku-buku yang membahas teori pascakolonialisme. jadinya saya harus membahas dan mengkritisi buku itu. modaro kowe nis..
membayangkan bahwa begitu banyak yang harus saya baca dan saya tulis dalam skripsi saya itu, saya udah down duluan. tapi karena dari sononya saya itu suka sok-sokan, saya pun merasa tertantang. dan akhirnya menyetujui usul yang diberikan si dosen. tidak peduli apa yang akan terjadi nanti..
sampai detik ini saya masih berkutat dengan persoalan-persoalan pascakolonialisme yang semakin hari semakin membuat saya bingung. membuat rambut saya rontok. membuat mata saya berkantung. dan berat badan saya menurun. itu baru gangguan fisik. gangguan mental masih lebih banyak. hwehehehe.
terjadi hubungan yang kompleks antara saya dan pascakolonialisme. kadang saya merasa tidak mampu menyelaminya. dan ini sering membuat saya sedih. kadang saya merasa sangat ingin menaklukkannya. dan ini membuat saya bersemangat. saya banyak belajar. sekaligus banyak berkorban. tapi kadang saya merasa sikap saya ini terlalu berlebihan di antara teman-teman lain yang juga mengerjakan skripsi pascakolonialisme. perlu saya ceritakan juga kalau semester delapan, waktu angkatan 2008 mengambil mata kuliah pascakolonialisme, saya adalah mahasiswa yang tidak tahu malu menyusup di dalamnya (dan ngrecoki) selama satu semester penuh :p
hingga akhirnya, saya memutuskan untuk menjadi AHLI PASCAKOLONIALISME INDONESIA. saya mau lebur di dalamnya. hahahahahahahahahahahahahahahahahaha (mencibir. menertawakan diri sendiri. bagian dari ketidakpedean saya)
barangkali kalau ada kesempatan, saya akan menulis tentang konsep-konsep pascakolonialisme sajalah…dari pada curhat gak jelas kayak beginian. enjoy!
Monday, August 15, 2011
tumben-tumbenan, saya bicara soal cinta
kenapa tumben? karena kata salah seorang dosen saya, saya itu orangnya nggak bisa bersikap romantis. nggak pantes pacaran dan ngomongin cinta-cintaan. boro-boro ngomongin cinta, naksir cowok aja sukanya yang udah tua-tua dan sudah berkeluarga. hahaha.
sebenarnya saya juga tidak tahu mengapa tiba-tiba pengen nulis tentang cinta. entah karena beberapa orang di sekitar saya sedang jatuh cinta atau sayanya yang sedang galau soal cinta, saya juga nggak tahu. ini bukan cinta kepada tuhan. bukan juga pada binatang dan tumbuhan. bukan pada orang tua. bukan. ini cinta jenis yang “itu” lho. cinta yang katanya melibatkan emosi yang nggak biasa. cinta yang bisa bikin makhluk bernama manusia jadi senewen. katanya sih..
saya menyaksikan: ada orang yang menghabiskan waktunya untuk memandangi foto gadis pujaan sambil bekerja keras membuat seribu puisi. ada orang diam-diam mencintai dan memilih untuk memandang gadis pujaan dari jauh. ada orang yang mati-matian meyakinkan dirinya bahwa dia mencintai kekasihnya. ada pula yang sedang berniat meninggalkan sang kekasih tapi merasa berdosa lantaran sang kekasih terlalu baik. ada orang yang berjuang keras mempertahankan hubungan karena tidak disetujui orang tua. ada orang yang mencintai orang yang sudah berkeluarga dan rela dijadikan simpanan. ada orang yang telah lama menderita karena berpura-pura mencintai kekasihnya, dan ia tetap memilih untuk menderita dari pada meninggalkannya. dan lain-lain. dan lain-lain..
begitu banyak cerita. sangat banyak. dan semuanya punya alasan masing-masing. dan semuanya terjadi di sekitar saya. nah, saya termasuk yang mana?
saya juga tidak tahu. atau lebih tepatnya, saya tidak mau orang lain tahu. Hehe. tapi yang jelas saya percaya kok kalau orang melakukan sesuatu itu ada alasannya. kenapa ia berbuat ini atau itu. kenapa ia lebih memilih si A dari pada si B. kenapa si ini tiba-tiba bisa sama si itu. semua ada alasannya. apakah dengan demikian hubungan cinta harus ada alasan? eh, cinta itu apa sih?
lagi-lagi saya tidak tahu. dan terbuktilah bahwa saya tidak pandai bicara soal cinta. tapi, tunggu dulu, apakah karena nggak bisa bicara soal cinta lantas saya gak punya cinta? belum tentu. gini-gini saya pernah kok merasakan yang namanya jatuh cinta. di mana suasana tiba-tiba berubah jadi slow motion kayak di film-film. di mana jantung rasanya mau copot meskipun cuma ngliat sekelebatan mata. dan pada akhirnya saya benar-benar jatuh (cinta). halah...gak logis? berlebihan??
banyak yang bilang cinta itu nggak logis. tapi menurut saya, satu-satunya hal di dunia ini yang paling logis adalah cinta. Weeeeee..
tapi saya jadi bingung melanjutkan tulisan ini. jadinya kok nggak karu-karuan gini ya. Kemana-mana, nggak jelas. Sungguh saya memang tidak ditakdirkan untuk bicara soal cinta. Hahaha. Mbuh lah.
sebenarnya saya juga tidak tahu mengapa tiba-tiba pengen nulis tentang cinta. entah karena beberapa orang di sekitar saya sedang jatuh cinta atau sayanya yang sedang galau soal cinta, saya juga nggak tahu. ini bukan cinta kepada tuhan. bukan juga pada binatang dan tumbuhan. bukan pada orang tua. bukan. ini cinta jenis yang “itu” lho. cinta yang katanya melibatkan emosi yang nggak biasa. cinta yang bisa bikin makhluk bernama manusia jadi senewen. katanya sih..
saya menyaksikan: ada orang yang menghabiskan waktunya untuk memandangi foto gadis pujaan sambil bekerja keras membuat seribu puisi. ada orang diam-diam mencintai dan memilih untuk memandang gadis pujaan dari jauh. ada orang yang mati-matian meyakinkan dirinya bahwa dia mencintai kekasihnya. ada pula yang sedang berniat meninggalkan sang kekasih tapi merasa berdosa lantaran sang kekasih terlalu baik. ada orang yang berjuang keras mempertahankan hubungan karena tidak disetujui orang tua. ada orang yang mencintai orang yang sudah berkeluarga dan rela dijadikan simpanan. ada orang yang telah lama menderita karena berpura-pura mencintai kekasihnya, dan ia tetap memilih untuk menderita dari pada meninggalkannya. dan lain-lain. dan lain-lain..
begitu banyak cerita. sangat banyak. dan semuanya punya alasan masing-masing. dan semuanya terjadi di sekitar saya. nah, saya termasuk yang mana?
saya juga tidak tahu. atau lebih tepatnya, saya tidak mau orang lain tahu. Hehe. tapi yang jelas saya percaya kok kalau orang melakukan sesuatu itu ada alasannya. kenapa ia berbuat ini atau itu. kenapa ia lebih memilih si A dari pada si B. kenapa si ini tiba-tiba bisa sama si itu. semua ada alasannya. apakah dengan demikian hubungan cinta harus ada alasan? eh, cinta itu apa sih?
lagi-lagi saya tidak tahu. dan terbuktilah bahwa saya tidak pandai bicara soal cinta. tapi, tunggu dulu, apakah karena nggak bisa bicara soal cinta lantas saya gak punya cinta? belum tentu. gini-gini saya pernah kok merasakan yang namanya jatuh cinta. di mana suasana tiba-tiba berubah jadi slow motion kayak di film-film. di mana jantung rasanya mau copot meskipun cuma ngliat sekelebatan mata. dan pada akhirnya saya benar-benar jatuh (cinta). halah...gak logis? berlebihan??
banyak yang bilang cinta itu nggak logis. tapi menurut saya, satu-satunya hal di dunia ini yang paling logis adalah cinta. Weeeeee..
tapi saya jadi bingung melanjutkan tulisan ini. jadinya kok nggak karu-karuan gini ya. Kemana-mana, nggak jelas. Sungguh saya memang tidak ditakdirkan untuk bicara soal cinta. Hahaha. Mbuh lah.
Monday, July 11, 2011
alam tanya
Kepada Subul Chaqi
Sering kita bertanya mengapa hidup harus berlanjut
Tidak berhenti saja pada satu masa yang paling indah
Atau terpahit sekalipun
Kenapa hidup kita terjebak pada kenangan, dan harapan
Apakah hidup hanya serangkaian hukuman
Seperti kisah Sisypus dan batunya
Dan dengan terpaksa kita mengakhirinya sampai tuntas
Dengan terpaksa pula kita membuat benteng-benteng ketegaran
Meskipun tahu dengan sadar bahwa itu sia-sia
Benarkah hidup hanya menunda kekalahan
Kita hanya menunggu giliran
Dan dalam menunggu itu kita menciptakan hayalan-hayalan
Sekadar mengurangi ketakutan dan ketidakmengertian akan segala
Sayangnya, hidup bukan ombak bulan Desember, katamu.
Yang datang tiba-tiba
Sayangnya lagi, perahu kita terpaksa harus melaju dalam detik keresahan
Yang sudah terencana.
Sering kita bertanya mengapa hidup harus berlanjut
Tidak berhenti saja pada satu masa yang paling indah
Atau terpahit sekalipun
Kenapa hidup kita terjebak pada kenangan, dan harapan
Apakah hidup hanya serangkaian hukuman
Seperti kisah Sisypus dan batunya
Dan dengan terpaksa kita mengakhirinya sampai tuntas
Dengan terpaksa pula kita membuat benteng-benteng ketegaran
Meskipun tahu dengan sadar bahwa itu sia-sia
Benarkah hidup hanya menunda kekalahan
Kita hanya menunggu giliran
Dan dalam menunggu itu kita menciptakan hayalan-hayalan
Sekadar mengurangi ketakutan dan ketidakmengertian akan segala
Sayangnya, hidup bukan ombak bulan Desember, katamu.
Yang datang tiba-tiba
Sayangnya lagi, perahu kita terpaksa harus melaju dalam detik keresahan
Yang sudah terencana.
Thursday, June 2, 2011
lampu kota dan andong yang (ternyata) beroda empat
suatu malam yang cukup ramai di km 0 kota saya, lampu kota yang berwarna kuning-kuning itu seperti rembulan yang jumlahnya ratusan. saya dan (ehem) si pacar, berjalan beriringan. membicarakan ini itu. hingga kami lelah dan memutuskan untuk duduk santai di pinggir jalan.
sambil mendengarkan si pacar bercerita, pikiran saya yang nakal melayang kemana-mana. hmm. sejak kecil saya selalu bertanya-tanya, mengapa ya selalu saja ada orang di jalan raya pada waktu yang bersamaan? dan itu jumlahnya sangat banyak. orang yang berbeda setiap harinya. gak siang gak malam. itu kan berarti banyak orang yang meninggalkan rumahnya, meninggalkan tempat tertentu menuju tempat lainnya. sebenarnya mereka mau kemana? apa sih yang mereka cari? banyak sekali orang lho. pada waktu yang bersamaan. apa itu berarti banyaaak sekali orang di dunia ini? dan begitu sempitnya jalan? begitu sempitnya waktu?
begitu sempitnya jalan sehingga orang harus berjubel untuk mancari ruang. mungkin saling mendahului agar cepat sampai ke tujuan. caranya pun beda-beda. ada yang pake motor, mobil, sepeda, becak, andong. tak jarang juga yang berjalan kaki. mungkinkah tujuan mereka sama?
[sebentar, setelah saya perhatikan, ternyata andong itu rodanya empat ya. dua di depan dengan ukuran kecil dan dua lagi di belakang dengan ukuran yang lebih besar. selama ini yang saya tahu andong itu rodanya dua lho. apa memang ada andong yg rodanya dua? saya masih penasaran.]
memang sih, kalau jam 2 atau jam 3 pagi sudah gak begitu ramai. saat itu orang pada kemana? sedang terlelap kah? kenapa waktu yang hanya 24 jam itu di-setting sedemikian rupa sehingga orang bisa bangun dan tidur pada saat yang bersamaan? kenapa pada jam-jam tertentu orang berbondong-bondong ke suatu tempat yang sama? siapa sih yang nyetting? tolong bantu saya menjawabnya.
sepertinya pikiran saya malam itu sudah terlanjur nglantur kemana-mana. sementara orang di samping saya asyik bercerita tentang gadis bilyard yang jelita
saya pun melontarkan pikiran saya yang mulai snewen itu.
lalu dia bilang, “tau nggak, mungkin orang-orang yang ada di jalan itu nggak mikirin apa yang sedang kamu pikirin sekarang. mereka menjalani begitu saja. tugas kamu menuliskannya.”
iya, ya. jangan-jangan mereka yang menjalani itu baik-baik saja. ngalir aja gitu. saya yang berada di luar barangkali terlalu berlebihan. tugas menulis? aduh, pacar, ini malam berlampu kenapa masih ada tugas?
sambil mendengarkan si pacar bercerita, pikiran saya yang nakal melayang kemana-mana. hmm. sejak kecil saya selalu bertanya-tanya, mengapa ya selalu saja ada orang di jalan raya pada waktu yang bersamaan? dan itu jumlahnya sangat banyak. orang yang berbeda setiap harinya. gak siang gak malam. itu kan berarti banyak orang yang meninggalkan rumahnya, meninggalkan tempat tertentu menuju tempat lainnya. sebenarnya mereka mau kemana? apa sih yang mereka cari? banyak sekali orang lho. pada waktu yang bersamaan. apa itu berarti banyaaak sekali orang di dunia ini? dan begitu sempitnya jalan? begitu sempitnya waktu?
begitu sempitnya jalan sehingga orang harus berjubel untuk mancari ruang. mungkin saling mendahului agar cepat sampai ke tujuan. caranya pun beda-beda. ada yang pake motor, mobil, sepeda, becak, andong. tak jarang juga yang berjalan kaki. mungkinkah tujuan mereka sama?
[sebentar, setelah saya perhatikan, ternyata andong itu rodanya empat ya. dua di depan dengan ukuran kecil dan dua lagi di belakang dengan ukuran yang lebih besar. selama ini yang saya tahu andong itu rodanya dua lho. apa memang ada andong yg rodanya dua? saya masih penasaran.]
memang sih, kalau jam 2 atau jam 3 pagi sudah gak begitu ramai. saat itu orang pada kemana? sedang terlelap kah? kenapa waktu yang hanya 24 jam itu di-setting sedemikian rupa sehingga orang bisa bangun dan tidur pada saat yang bersamaan? kenapa pada jam-jam tertentu orang berbondong-bondong ke suatu tempat yang sama? siapa sih yang nyetting? tolong bantu saya menjawabnya.
sepertinya pikiran saya malam itu sudah terlanjur nglantur kemana-mana. sementara orang di samping saya asyik bercerita tentang gadis bilyard yang jelita
saya pun melontarkan pikiran saya yang mulai snewen itu.
lalu dia bilang, “tau nggak, mungkin orang-orang yang ada di jalan itu nggak mikirin apa yang sedang kamu pikirin sekarang. mereka menjalani begitu saja. tugas kamu menuliskannya.”
iya, ya. jangan-jangan mereka yang menjalani itu baik-baik saja. ngalir aja gitu. saya yang berada di luar barangkali terlalu berlebihan. tugas menulis? aduh, pacar, ini malam berlampu kenapa masih ada tugas?
Monday, May 30, 2011
pantai, bulan, dan kita
selasa, 17 mei 2011. senja kali ini kita duduk berdua di pantai. melihat ombak yang berkali-kali pecah dan pasir dingin menjadi alas duduk kita. kemudian kita bercakap dan saling melontarkan tanya. hingga berhenti pada sebuah keputusan.
“baiklah, mari kita jalani saja. bersama.”
baiklah, kita lupakan yang telah lalu. sesekali boleh diingat, tapi jangan lagi, jika itu membuat kita sakit. mari melangkah menuju tangga berikutnya, sayang. perjalanan kita masih sangat panjang. mari menyusuri waktu. kita selesaikan satu demi satu.
dan kita berjalan di bibir pantai. kenyang bermain ombak yang membuatku basah kuyup dan kedinginan. tapi, andai kau tahu, saat ini hatiku begitu hangat.
matahari mulai tenggelam, dan kita pulang. meninggalkan pantai yang perlahan menjadi gelap. lihat, dari arah timur bulan begitu sempurna. langit begitu cerahnya. bayangan pohon tampak nyata di tanah. hmm, tampaknya perjalanan kita direstui alam semesta.
tidak tahu masa depan akan membawaku ke mana. yang ku tahu, yang sekarang ada adalah kamu. di sini. saat ini. nyata.
tidak perlu mengubah apa pun jadi 180 derajat. aku mencintaimu begini adanya.
hatiku damai, jiwaku tentram bersamamu…
“baiklah, mari kita jalani saja. bersama.”
baiklah, kita lupakan yang telah lalu. sesekali boleh diingat, tapi jangan lagi, jika itu membuat kita sakit. mari melangkah menuju tangga berikutnya, sayang. perjalanan kita masih sangat panjang. mari menyusuri waktu. kita selesaikan satu demi satu.
dan kita berjalan di bibir pantai. kenyang bermain ombak yang membuatku basah kuyup dan kedinginan. tapi, andai kau tahu, saat ini hatiku begitu hangat.
matahari mulai tenggelam, dan kita pulang. meninggalkan pantai yang perlahan menjadi gelap. lihat, dari arah timur bulan begitu sempurna. langit begitu cerahnya. bayangan pohon tampak nyata di tanah. hmm, tampaknya perjalanan kita direstui alam semesta.
tidak tahu masa depan akan membawaku ke mana. yang ku tahu, yang sekarang ada adalah kamu. di sini. saat ini. nyata.
tidak perlu mengubah apa pun jadi 180 derajat. aku mencintaimu begini adanya.
hatiku damai, jiwaku tentram bersamamu…
Tuesday, May 17, 2011
DIA 3
Yang kamu tunggu datang juga. Kamu bertemu dengannya. Kamu sudah bisa menatap matanya. Kamu juga tertawa-tawa dengannya.
Pada saat itulah kamu memutuskan untuk berhenti memikirkannya. Cukup, katamu. Entah apa yang membuatmu berkeputusan seperti itu. Namanya telah kamu masukkan dalam daftar kegiatanmu: tidak mendesak dan tidak penting.
Tapi kamu juga tidak tahu apa yang akan kamu lakukan setelah kamu memutuskan itu. Barangkali kamu akan mengubur namanya dalam sebuah kotak berwarna biru. Menutupnya rapat-rapat. Dan tidak akan membuka-bukanya lagi. Atau entah apa.
Yang jelas, kamu ingin semua berjalan seperti biasa. Kamu masih akan berbuat baik padanya. Masih akan membantu sebisamu. Masih akan mengaguminya seperti pertama kali bertemu. Masih akan menghormatinya seperti yang sudah-sudah. Tidak peduli apa yang dilakukannya di belakangmu.
Dan kamu akan membuka pintu-pintu yang selama ini kamu tutup. Membuka ruang-ruang yang kamu biarkan kosong.
Kamu telah berjanji pada sahabatmu.
Pada saat itulah kamu memutuskan untuk berhenti memikirkannya. Cukup, katamu. Entah apa yang membuatmu berkeputusan seperti itu. Namanya telah kamu masukkan dalam daftar kegiatanmu: tidak mendesak dan tidak penting.
Tapi kamu juga tidak tahu apa yang akan kamu lakukan setelah kamu memutuskan itu. Barangkali kamu akan mengubur namanya dalam sebuah kotak berwarna biru. Menutupnya rapat-rapat. Dan tidak akan membuka-bukanya lagi. Atau entah apa.
Yang jelas, kamu ingin semua berjalan seperti biasa. Kamu masih akan berbuat baik padanya. Masih akan membantu sebisamu. Masih akan mengaguminya seperti pertama kali bertemu. Masih akan menghormatinya seperti yang sudah-sudah. Tidak peduli apa yang dilakukannya di belakangmu.
Dan kamu akan membuka pintu-pintu yang selama ini kamu tutup. Membuka ruang-ruang yang kamu biarkan kosong.
Kamu telah berjanji pada sahabatmu.
DIA 2
Akhirnya kamu bertemu dengannya. Di bawah pohon. Dia memakai baju ungu. Tidak banyak percakapan di antara kalian. Kecuali jabat tangan dan pertanyaan tentang waktu luang. Kemudian dia pergi. Menaiki tangga. Membiarkanmu sendirian. Dia sibuk.
Begitulah, ketika kamu tidak berharap banyak bisa bertemu dengannya, ternyata alam berkata lain.
Dan kamu menunggu-nunggu hari Sabtu. Hari yang dijanjikan. Kalian akan bertemu di suatu tempat. Membicarakan banyak hal. Termasuk agenda-agenda yang tertunda. Dan agenda selanjutnya. Barangkali kamu akan lebih banyak bertemu dengannya. Lagi.
Sekarang ini senyummu pasti mengembang.
Tapi tiba-tiba kamu ingat. Kamu telah membocorkan rahasia. Kamu bercerita. Kepada seorang sahabat yang bahkan sudah tau sebelum kamu berkata. Kamu merasa tidak bisa menyimpannya sendirian. Perasaan yang begitu menggebu. Meluap. Kamu butuh telinga untuk mendengar. Kamu butuh hati yang bisa mengerti. Ah..
Begitulah, ketika kamu tidak berharap banyak bisa bertemu dengannya, ternyata alam berkata lain.
Dan kamu menunggu-nunggu hari Sabtu. Hari yang dijanjikan. Kalian akan bertemu di suatu tempat. Membicarakan banyak hal. Termasuk agenda-agenda yang tertunda. Dan agenda selanjutnya. Barangkali kamu akan lebih banyak bertemu dengannya. Lagi.
Sekarang ini senyummu pasti mengembang.
Tapi tiba-tiba kamu ingat. Kamu telah membocorkan rahasia. Kamu bercerita. Kepada seorang sahabat yang bahkan sudah tau sebelum kamu berkata. Kamu merasa tidak bisa menyimpannya sendirian. Perasaan yang begitu menggebu. Meluap. Kamu butuh telinga untuk mendengar. Kamu butuh hati yang bisa mengerti. Ah..
Wednesday, May 11, 2011
DIA
Kata “sudahlah” memang telah keluar berkali-kali dari mulutmu. Tapi tidak dari hatimu. Buktinya, kamu masih belum bisa berhenti menyebut-nyebut namanya. Belum bisa berhenti memandangi fotonya yang telah berbulan-bulan bertengger di meja dekat tempat tidurmu. Sekali waktu kamu pernah membalik foto di balik pigura berwarna kuning itu, tapi setelah bangun tidur kamu pun membaliknya lagi. Belum cukup. Kamu pun menyingkirkan fotonya. Menaruhnya dalam sebuah kotak berwarna biru. Tapi belum ada dua puluh empat jam, kamu mengeluarkannya lagi. Memajangnya di tempat semula. Berkali-kali seperti itu. Dan setiap kali kamu bangun tidur, tidak bisa tidak kamu melihatnya.
Benar kan, kamu tidak bisa melupakannya.
Buktinya, diam-diam kamu menangis. Sekali waktu ketika rindumu tak tahu waktu, tak tahu malu. Kamu pun tidak sabar menunggu pagi. Tidak sabar ingin melihatnya. Tidak sabar ingin tersenyum padanya. Ingin menghirup bau rokoknya. Tidak peduli dia bilang apa, kamu akan mengejarnya. Tapi itu tidak pernah kamu lakukan. Kamu hanya bisa memendam rindumu. Hmm.
Jari-jarimu kemudian memencet beberapa tombol yang ada di ponselmu. Merangkai beberapa kata. Tapi berhenti begitu saja. Kamu tidak pernah berani memilih kata “kirim” di layar ponselmu. Dan kamu memilih untuk selalu berdebar saat ponselmu bergetar. Berharap ada namanya di bawah amplop kecil berwarna kuning. Dan kamu sangat kecewa karena yang muncul adalah nama tetangga kamarmu. Berkali-kali seperti itu.
Dan kamu akan begitu saja rela menunggu. Berjam-jam. Sekadar memastikan baju yang dia pakai. Biru atau ungu. Dan ketika kamu telah berhasil melihat punggungnya dalam hitungan detik, kamu sudah sangat puas. Karena kamu tentu saja tidak berani melihat wajahnya. Tidak berani menatap matanya, seperti dulu.
Begitulah, kamu tidak bisa berhenti memikirkannya.
Kamu berusaha melupakannya. Kamu pun berusaha mencari solusi dengan membaca buku-buku. Menonton film. Makan sebanyak-banyaknya. Membersihkan apa saja. Juga belanja. Tapi tetap saja, jawabnya adalah tidak bisa.
Tidak bisa, meskipun kamu tahu dia telah menyakitimu. Meskipun kamu sadar dia tidak begitu mempedulikan perasaanmu. Terlalu banyak yang harus dia pikirkan. Terlalu banyak yang butuh perhatiannya. Ia punya kehidupan lain.
Tidak bisa, meskipun kamu menganggap bahwa perasaanmu adalah perasaan terkonyol yang pernah kamu alami. Sikapmu adalah sikap bodoh yang tidak pernah kamu pikirkan sebelumnya. Dan kamu selalu bilang: aku baik-baik saja.
Ada gelisah yang tak mau pergi. Kamu tahu itu. Tapi kamu sudah berjanji tidak akan bercerita.
Kamu berharap cintamu bukan kembang api di malam tahun baru. Yang menggebu. Meledak. Menyala-nyala. Lantas hilang. Lantas kosong. Bukan, bukan itu yang kau mau.
Andai dia tahu.
-Ann-
Benar kan, kamu tidak bisa melupakannya.
Buktinya, diam-diam kamu menangis. Sekali waktu ketika rindumu tak tahu waktu, tak tahu malu. Kamu pun tidak sabar menunggu pagi. Tidak sabar ingin melihatnya. Tidak sabar ingin tersenyum padanya. Ingin menghirup bau rokoknya. Tidak peduli dia bilang apa, kamu akan mengejarnya. Tapi itu tidak pernah kamu lakukan. Kamu hanya bisa memendam rindumu. Hmm.
Jari-jarimu kemudian memencet beberapa tombol yang ada di ponselmu. Merangkai beberapa kata. Tapi berhenti begitu saja. Kamu tidak pernah berani memilih kata “kirim” di layar ponselmu. Dan kamu memilih untuk selalu berdebar saat ponselmu bergetar. Berharap ada namanya di bawah amplop kecil berwarna kuning. Dan kamu sangat kecewa karena yang muncul adalah nama tetangga kamarmu. Berkali-kali seperti itu.
Dan kamu akan begitu saja rela menunggu. Berjam-jam. Sekadar memastikan baju yang dia pakai. Biru atau ungu. Dan ketika kamu telah berhasil melihat punggungnya dalam hitungan detik, kamu sudah sangat puas. Karena kamu tentu saja tidak berani melihat wajahnya. Tidak berani menatap matanya, seperti dulu.
Begitulah, kamu tidak bisa berhenti memikirkannya.
Kamu berusaha melupakannya. Kamu pun berusaha mencari solusi dengan membaca buku-buku. Menonton film. Makan sebanyak-banyaknya. Membersihkan apa saja. Juga belanja. Tapi tetap saja, jawabnya adalah tidak bisa.
Tidak bisa, meskipun kamu tahu dia telah menyakitimu. Meskipun kamu sadar dia tidak begitu mempedulikan perasaanmu. Terlalu banyak yang harus dia pikirkan. Terlalu banyak yang butuh perhatiannya. Ia punya kehidupan lain.
Tidak bisa, meskipun kamu menganggap bahwa perasaanmu adalah perasaan terkonyol yang pernah kamu alami. Sikapmu adalah sikap bodoh yang tidak pernah kamu pikirkan sebelumnya. Dan kamu selalu bilang: aku baik-baik saja.
Ada gelisah yang tak mau pergi. Kamu tahu itu. Tapi kamu sudah berjanji tidak akan bercerita.
Kamu berharap cintamu bukan kembang api di malam tahun baru. Yang menggebu. Meledak. Menyala-nyala. Lantas hilang. Lantas kosong. Bukan, bukan itu yang kau mau.
Andai dia tahu.
-Ann-
Monday, March 28, 2011
percakapan
[kepada Susi Nuryanti, karibku]
kapan kita bisa bertemu dan mengobrolkan ini itu?
aku rindu.
merasa bisa menyelesaikan semuanya sendirian kadang membuatku lelah
merasa bisa memendamnya rapat-rapat kadang membuatku ingin menangis
ada sepi yang tak bisa diterjemahkan
ada sesak yang menyergap tiba-tiba
aku punya lebih dari seribu pertanyaan
dan kau harus menyiapkan jawabannya
namun jangan berujung pada sebuah kesimpulan,
agar pertemuan kita selanjutnya punya alasan.
kapan kita bisa bertemu dan mengobrolkan ini itu?
aku rindu.
merasa bisa menyelesaikan semuanya sendirian kadang membuatku lelah
merasa bisa memendamnya rapat-rapat kadang membuatku ingin menangis
ada sepi yang tak bisa diterjemahkan
ada sesak yang menyergap tiba-tiba
aku punya lebih dari seribu pertanyaan
dan kau harus menyiapkan jawabannya
namun jangan berujung pada sebuah kesimpulan,
agar pertemuan kita selanjutnya punya alasan.
Monday, February 14, 2011
alien, culik saya sebentar donk
kalau sedang sangat lelah seperti ini saya jadi ingin menangis sepuas-puasnya. terlebih lagi, saya berharap ada elian yang mau menculik saya. terserah mau dibawa kemana aja saya nggak akan protes. saya akan nurut2 aja kok. yang penting saya dibawa menjauh sebentar dari bumi.
kalau kelelahan tapi saya tidak bisa menghindar, saya jadi ingin ke luar angkasa. tidak tahu apa yang akan saya lakukan kalau toh ternyata saya bisa ke sana beneran. mungkin hanya duduk dan diam. tidak diganggu handphone dan deadline2.
luar angkasa bukan tempat pelarian. tapi selalu menjadi impian saya, apalagi ketika sedang didera kelelahan seperti ini. lelah raga, hati, juga pikiran.
alien, mari kita berteman. dan tolong culik saya sebentar, pliiiiissss!
Wednesday, February 9, 2011
Anda yang keren dan selalu keren
Maaf, aku mengagumi rambutmu yang semakin abu-abu itu.
Juga perutmu yang semakin membuncit. Juga suaramu. Matamu. Senyummu. Lirikanmu. Dan segala gerak-gerikmu.
Aku juga mengagumi isi kepalamu. Cara berjalanmu. Cara bicaramu. Dan caramu memanggilku.
Maaf, jika diam-diam aku juga mengagumi hatimu.
Salah sendiri, siapa suruh Anda keren!
Juga perutmu yang semakin membuncit. Juga suaramu. Matamu. Senyummu. Lirikanmu. Dan segala gerak-gerikmu.
Aku juga mengagumi isi kepalamu. Cara berjalanmu. Cara bicaramu. Dan caramu memanggilku.
Maaf, jika diam-diam aku juga mengagumi hatimu.
Salah sendiri, siapa suruh Anda keren!
Saturday, January 22, 2011
dan kamarku sungguh sangat nyaman
(hasil ketikan yang geje, enjoy lah yaa..)
Meski tidak begitu rapi, tapi kotak seluas 3x3 ini memang sungguh nyaman. Nyaman untuk sekadar menikmati teh, kopi, ataupun coklat panas sambil membaca-baca novel dan mendengarkan musik. Ditambah dengan ngemil biskuit atau ngemut choki-choki dan nulis diary. Nonton film, ngegame, bermalas-malasan dengan selimut hangat. Oh, indahnya..
Kamar ini telah begitu sabar atas semua sikapku. Ia menerimaku dengan hangat ketika aku sedang kelelahan, suntuk, dan ingin menangis. Benar-benar menghiburku ketika aku sudah terlalu muak dengan segala kebohongan dan kepura-puraan. Menjadi sahabat setia ketika aku sedang didera penyakit malas bertemu manusia.
Kamarku kubikin perpustakaan kecil lengkap dengan kedai kopi di sampingnya. Aku penjual sekaligus pelanggannya. Hayhay. Ada peta dunia yang membuatku merasa bahwa terlalu banyak manusia di dunia ini. Tentu dengan permasalahan masing-masing. Dan aku hanya bagian kecil darinya. Ada beberapa tempelan bintang2an yang kalau lampu dimatikan akan menyala terang. Seperti bintang, aku ingin menyala ketika yg lain gelap, bersabar menunggu giliran untuk bersinar, dan memberikan perasaan tenang pada orang yang kesepian.
Ada jendela yg siap memperlihatkan luasnya langit, derasnya hujan, dan bangau-bangau yang terbang (origami kertas warna-warni berbentuk bangau). Terlebih lagi, kamarku memberikan pemandangan pria2 keren di dunia. Haha. Yang ini tidak mungkin kusebutkan satu per satu.
Pokoknya cinta benget deh sama ni kamar. Kedepannya, giliranku yg akan lebih sering memperhatikannya. Membersihkan dan merapikannya. Hmm.
Meski tidak begitu rapi, tapi kotak seluas 3x3 ini memang sungguh nyaman. Nyaman untuk sekadar menikmati teh, kopi, ataupun coklat panas sambil membaca-baca novel dan mendengarkan musik. Ditambah dengan ngemil biskuit atau ngemut choki-choki dan nulis diary. Nonton film, ngegame, bermalas-malasan dengan selimut hangat. Oh, indahnya..
Kamar ini telah begitu sabar atas semua sikapku. Ia menerimaku dengan hangat ketika aku sedang kelelahan, suntuk, dan ingin menangis. Benar-benar menghiburku ketika aku sudah terlalu muak dengan segala kebohongan dan kepura-puraan. Menjadi sahabat setia ketika aku sedang didera penyakit malas bertemu manusia.
Kamarku kubikin perpustakaan kecil lengkap dengan kedai kopi di sampingnya. Aku penjual sekaligus pelanggannya. Hayhay. Ada peta dunia yang membuatku merasa bahwa terlalu banyak manusia di dunia ini. Tentu dengan permasalahan masing-masing. Dan aku hanya bagian kecil darinya. Ada beberapa tempelan bintang2an yang kalau lampu dimatikan akan menyala terang. Seperti bintang, aku ingin menyala ketika yg lain gelap, bersabar menunggu giliran untuk bersinar, dan memberikan perasaan tenang pada orang yang kesepian.
Ada jendela yg siap memperlihatkan luasnya langit, derasnya hujan, dan bangau-bangau yang terbang (origami kertas warna-warni berbentuk bangau). Terlebih lagi, kamarku memberikan pemandangan pria2 keren di dunia. Haha. Yang ini tidak mungkin kusebutkan satu per satu.
Pokoknya cinta benget deh sama ni kamar. Kedepannya, giliranku yg akan lebih sering memperhatikannya. Membersihkan dan merapikannya. Hmm.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Ucapan Terima Kasih
Saya menulis ucapan terima kasih yang cukup panjang di skripsi saya, di bagian kata pengantar. Ucapan sepanjang lima halaman itu saya tujuka...
-
: sebuah penjelajahan awal Kajian Homi K. Bhabha selain banyak dipengaruhi oleh teoretisi pascastrukturalis seperti Jacques Derrida, Miche...
-
Tuhanku yang super oke, aku minta maaf. lagi-lagi aku mengeluh. bisakah patah hati ini ditunda? rasanya sangat sakit. aku ingin menang...
-
Entah kenapa saya selalu merasa tenang kalau melihat air yang mengalir. Dan sore tadi, dengan kepala yang rasanya nyutnyut, dari belakang ka...