Saturday, December 11, 2010
sepi dan sepi lagi
dia, yang menurut saya TOP banget, paling cerdas seangkatan, ternyata sedang menderita penyakit: kesepian. sedang merindukan teman-teman. pengen ngobrol2, pengen bercanda. dia bilang kalo sedang agak bosan dengan dunianya yang sekarang. dunianya yang menghasilkan banyak uang. bayangin aja, bentar lagi dia udah mau beli mobil! pake duitnya sendiri pula. hmm.
saya jadi ngebayangin, gimana perasaannya ketika hari-harinya hanya berhadapan dengan laptop dan tumpukan buku misalnya, tanpa sempat bertemu dengan makhluk hidup. maksud hati ingin berkumpul dan bercanda dengan teman2, tapi apa daya, ada target yang harus segera diselesaikan. saya tahu itu, kawan. saya ngerti.
konon katanya, siksaan yang paling menyakitkan adalah
kesepian.
saya lupa itu di film apa, kalo gak salah pas jamannya Kera Sakti masih jadi film favorit anak2 sampe nenek2 dulu. jadi ceritanya neraka itu berlapis-lapis. tiap lapisan beda2 siksaannya. ada yang dicambukin, digigit binatang buas sampe mampus trus hidup lagi, ada juga yang dirante ampe tulang2nya putus. tapi, lapisan yang paling menyakitkan justru tidak ada siksaan. yang ada hanya ruang kosong. gelap. seekor serangga pun tidak ada. tak ada suara. bahkan mendengar suara sendiri pun tak bisa.
coba bayangkan!
ya, ada kalanya kita ingin sedirian. jadi manusia kamar dan berdialog dengan Tuhan. sunyi. dan bukan sepi. kesunyian. dan bukan kesepian.
ah, barangkali saja tengah malam itu kawan saya sedang duduk sendirian. tidak tahu apa yang harus dia lakukan. dan tau-tau meng-sms saya. cuma pengen bilang kalau lagi kesepian. oh, kawan.
ingin rasanya ngobrol2 lagi denganmu. membicarakan teori2 ini itu. juga hari-hari yang terasa semakin lucu.
Friday, December 3, 2010
mbah kakung, murbei, dan kembang api
Jika Anda pernah merasakan bahkan menggemari buah yang rasanya manis asem yang bernama murbei (yang bahasa latinnya adalah Morus Alba L), maka saya punya cerita tentangnya. Cerita ini sebenarnya sudah berbulan-bulan lalu ingin saya tulis, tapi selalu saja ada kambing hitam (baca: alasan) yang membuat saya selalu menunda-nunda. Oya, murbei ini tidak akan sendirian dalam cerita kali ini, dia akan ditemani oleh kembang api. Beda spesies, tapi entah mengapa bisa berjodoh.
Sudah lebih dari delapan tahun yang lalu kakek saya (dari pihak ibu) meninggal karena sakit jantung. Dalam usia 73 tahun. Kakek, yang biasa dipanggil cucu-cucunya dengan “mbah kakung”, meninggalkan kenangan-kenangan manis yang tak kan pernah saya lupakan. Kenangan, ya, segala peristiwa yang pernah kami lalui bersama kini hanya menjadi:kenangan.
Dulu, duluuuu sekali, saat pohon-pohon murbei mulai menampakkan gejala pembuahan alias berbuah, kami mulai mengincar dan memboking buah mana yang akan kami petik. Aih, jangan Anda bayangkan pohon murbei kami banyak, hanya ada beberapa di depan rumah dan di ladang. Menunggu matangnya murbei adalah saat-saat yang mendebarkan. Mendebarkan, karena waswas. Jangan-jangan nanti bagian saya dicaplok sama sepupu saya. Jangan-jangan murbeinya dimakan ulat. Jangan-jangan murbeinya gak jadi matang. Dan jangan-jangan yang lain. Maklum, waktu itu rumah saya agak jauh dari rumah mbah kakung, tempat bersemayamnya si murbei itu. Jadinya, waswas saya gedhe. Hehe.
Baiklah, baiklah, dari tadi saya keasyikan ngomongin tentang murbei, sampai-sampai belum memperkenalkan siapa mbah kakung dan cucu-cucunya. Mbah kakung saya bernama Sulaiman, sedangkan nenek saya bernama Sutikah. Cucu-cucunya, yang itu berarti sepupu-sepupu saya, diantaranya adalah Bagus Widianto (sekarang sedang menikmati pekerjaannya di Jakarta), Ira Ristianti (masih kuliah, berkutat dengan matematika), Alifatin Muzayana Arafah (masih kuliah juga, di bidang muamalah), Radinal Muchtar (sekarang kuliah di jurusan konseling), Nuruddin Kholid (adek saya, masih SMP kelas 3), dan Yusiwa Saria Arsana (cicit, sekarang masih SMA). Mereka semua adalah cucu-cucu dan cicit beruntung yang sempat bertemu dan kemudian mengenang mbah kakung.
Sebab ada cucu-cucu yang tak beruntung, yang terlambat lahir ke dunia, yang secara otomatis gak sempat bertemu dan mengenal mbah kakung. Kasian deh loe? Haha. Dan mereka adalah Nur Malinda Ulfa (sekarang masih SD, kelas berapa saya lupa), M. Iqbal (masih play group), M. Faizin Amin (play group juga), Panji Arsana (masih SD), M. Rahmadika (kayaknya udah SD deh, maap saya lupa), dan ada satu lagi sepupu saya, yaitu adeknya Dika, tapi saya gak tau namanya, baru lahir dan belum sempet ketemu, hehe. (Meskipun kalian gak sempet ketemu mbah kakung, tulisan kecil ini mudah-mudahan bisa membantu).
Kembali ke murbei. Mbah kakung lah yang menjadi hakim adil jika terjadi perebutan murbei yang matang menggiurkan itu. Eh, sering lho mbah kakung mengantarkan murbei ke rumah saya. Saya yakin ini tanpa sepengetahuan sepupu-sepupu saya yang lain. Saya pun gak bilang-bilang kalo dibawain murbei. Hehe. (oh, betapa saya merindukan saat-saat itu!)
Mbah kakung saya, yang sangat sangat menyayangi cucu-cucunya, selalu saja tau apa yang menjadi kesenangan kami saat lebaran datang. Apalagi kalo bukan: kembang api. Benda berpijar-pijar cantik itu selalu kami tunggu-tunggu meluncur dari tangan mbah kakung. Satu orang biasanya dapat satu bungkus. Kami seneng banget soalnya kembang apinya panjang-panjang. Kami pun menyalakannya beramai-ramai. Karena pada saat itu seluruh keluarga pasti berkumpul di rumah mbah kakung. (Dan lagi-lagi saya merindukan saat-saat itu!).
Gak cuma kembang api sih, mbah kakung kalau pulang dari Surabaya (saya tidak tahu persis apa pekerjaan beliau di Surabaya dulu. Waktu masih sehat-sehatnya beliau sering bepergian ke Surabaya) suka memberi kami uang kertas yang baru-baru. Masih gress! Aiiih, saya sangat senang, dan rasanya sayaang banget kalau dipakai buat beli jajan.
Itu dulu, kawan. Sebelum ambulance itu datang, dan sirinenya seolah terngiang sampai sekarang. Sebelum rumah tiba-tiba menjadi ramai. Sebelum keranda itu datang, dan doa-doa dibacakan. Sebelum semuanya tiba-tiba menjadi sunyi.
Sekarang, tak ada lagi murbei (yang ikut-ikutan punah seiring kepergian mbah kakung), tak ada lagi keceriaan kembang api, juga tak ada lagi uang kertas yang gress itu. Semuanya tinggal kenangan di masing-masing hati kami, cucu-cucunya. Ah, mbah kakung, kau tak sempat melihat kami tumbuh menjadi remaja dan dewasa. Tak sempat melihat cucu-cucumu yang baru lahir. Tak sempat melihatku memakai toga.
Mungkin ini terlalu dini untuk dibicarakan. Tapi, di rumah saya nanti, saya ingin menanam pohon murbei. Saya ingin cucu-cucu saya berkumpul dan memakan murbei bersama-sama. Menyalakan kembang api bersama-sama.
Kami sangat merindukanmu, mbah kakung. Semoga engkau selalu damai di sisiNya. Amin.
031210
-Ann-
Thursday, December 2, 2010
Team Kebersihan Punya Cerita
Saya suka sekali menulis tentang orang-orang yang saya temui. Juga teman-teman yang hadir dalam hidup saya. Sebab mereka punya warna dan cahaya masing-masing. Dan semuanya indah.
Baiklah teman2, rasanya sayang banget kalau moment yang singkat tapi sangat menyenangkan ini tidak diabadikan dalam sebuah tulisan (yang juga singkat). Catatan ini hanyalah sepenggal diantara banyaknya hal dan peristiwa yang kami alami. Kami? Ya, kami. Team kebersihan di Gelanggang Emergency Respons (GER) beberapa waktu yang lalu. Kami, orang-orang yang secara kebetulan (?) dipertemukan dan akhirnya terjalin persahabatan. Pada waktu itu, saya yakin alam semesta telah bekerja sama untuk menjodohkan kami dengan tumpukan sampah. Hahaha.
Bagaimana tidak, pekerjaan yang jauh dari kesan heroik ini kami jalani dengan riang gembira layaknya anak kecil yang baru dapet mainan. Kami justru kebingungan lho kalo gak ada sampah. Hoho. By the way, sebelum saya keasyikan bercerita, gak afdhol rasanya kalo belum saya perkenalkan dengan personil-personil team kebersihan yang oke banget ini.
Kepala suku kami bernama Mirza Al Adhar, biasa dipanggil mas Mirza. Kemudian ada Taufiq Nur Rachman sebagai koordinator shift 1. Mbak Yunda Siti Nabila, mbak Errin, mas Agus Ashari, mas Dhiki Supodo, Purbo Carito, Zulfan Nazal alias Jupie, Sabiq Mustofa, Ariny, dan saya sendiri. Kami berasal dari jurusan yang berbeda-beda. Eh, tapi karena sebagian dari kami adalah anak Ukesma, maka yang didaulat jadi tempat persinggahan kami adalah basecamp Ukesma. Di tempat ini lah kami biasa breefing, santai, dan ngobrol2.
Saya mulai bergabung dengan team ini sejak tgl 7 November. Pada waktu itu suasana Gelanggang masih sangat ramai oleh pengungsi, juga relawan yang terbagi dalam beberapa team. Awalnya saya berniat untuk masuk dapur umum. Tapi entah kenapa saya tergerak untuk memilih di kebersihan. Gak buang-buang waktu saya pun meng-sms sang kepala suku. Dan beberapa menit kemudian saya sudah diterangjelaskan apa saja yang akan saya kerjakan. Oya, sebelum lupa, saya memilih shift 1 yang jam kerjanya tu mulai pukul 07.00 sampe 15.00 WIB.
8 November: pukul tujuh lebih dikit kami sudah mulai memegang sapu dan serok (mbuh, serok ki bahasa Indonesiane opo tho? Aku rung nemu e). Menyapu beberapa area Gelanggang. Baru setelah itu breafing sejenak untuk pembagian kerja. Ada beberapa orang yang ditempatkan di Gelanggang dan beberapa lagi di Purna Budaya. Kira2 pukul setengah sepuluh kami pun beristirahat di basecamp ukesma. Ngobrol2, makan2, santai2. Baru setelah makan siang kami lanjut kerja lagi.
9 November: yang kami kerjakan gak jauh beda dengan hari kemarin.
10 November: kami kehilangan satu personil sodara2. Ariny akhirnya pulang kampung. Dia gak bisa nolak desakan orang tuanya yang terlampau khawatir akan erupsi Merapi. Tapi layaknya peribahasa “patah satu tumbuh seribu”, kami pun kedatangan dua orang relawan lagi. Mereka adalaaah jeng..jeng..jeng : Jupie dan Sabiq. Sipsiip.
11 November: semakin hari semakin tidak banyak pekerjaan. Pengungsi sudah mulai sadar akan kebersihan. Jobless.
12 November: mbak Errin gak dateng karena sakit. Dan ternyata itu berlanjut sampai hari-hari berikutnya. Sedih. Dua personil cewek udah hengkang.
Oya, ada obrolan menyenangkan hari ini. Obrolan geje tapi bermutu. Hehe. Mulai dari Hitler sampe Semar. Siapa lagi dalangnya kalau bukan si Taufik ama si Adin. Wess jan..mereka berdua telah berhasil membuat ruang ukesma menjadi gaduh karena gelak tawa.
13 November: pengungsi yang ada di gelanggang dipindah semua di Purna Budaya. So, mulai besok udah gak ngebersihin Gelanggang lagi. Berita duka: sandal jepit biru-ku hilang! Bete setengah mampus.
14 November: mas Agus ikut-ikutan hengkang
15 November: udah mulai sepi relawan, udah mulai kuliah siih. Mbak Yunda gak dateng karena ke Semarang. Si Sabiq juga udah gak dateng karena kuliah. Jupie kadang2 kabur ke kampus. Agak mati gaya juga karena gak punya basecamp, akhirnya kami nebeng di ruang logistik Purna. Hehe.
16 November: Daaaaan, ini adalah hari paling sepi sodara2. Yang dateng cuma saya dan mas Diki. Si Taufik lagi disembelih, eh, ngurusin penyembelihan maksudnya. Hehe. si Purbo katanya ada praktikum. Hmm, cukup lelah juga kerja cuma berdua. Tapi untungnya ada si Alif, gadis gendut menggemaskan, yang bisa diajak maen.
Eh, tapi seneng lho, pengungsi udah pada mbantuin buat nyapu dan ngepel. ^_^
17 November: Hari ini anak kebersihan banyak yang dateng. Asiiiiik. Tapi, kami—mulai—terserang—virus—jenuh.
18 November: di Purna lagi ada acara nyembelih hewan kurban.
19 November: kalo gak salah yang dateng ada saya, mas Diki, dan mas Mirza. Kami bekerja dengan senangmat!
20 November: sms dini hari dari mas Mirza yang intinya adalah kumpul pukul 7 untuk sosialisasi sampah kepada pengungsi. Ngajarin pengungsi untuk buang sampah. Tapiiii, belum sosialisasi, eh pengungsinya udah pada pulang..ya sudahlah..
21 November: ini adalah hari terakhir saya sebagai petugas kebersihan (yang cantik ) di Purna. Hari ini juga si Alif dan keluarganya pulang ke rumahnya di Hargobinangun. Sedih.
22-24 November: saya gak dateng ke Purna. Ada pekerjaan yang minta segera diselesaikan, udah ditabrak deadline. Hehe. Kabarnya yang masih setia dateng adalah mas Mirza, Purbo, dan Reksa (anak shift 2).
25 November: tamtaraaammm..saya kembali lagiii. Akhirnya kami berkumpul kembali setelah sekian lama gak ketemu (halah!). Hari ini semua pengungsi di Purna bakal dipindahkan ke Maguwo dan Youth Center. So, kami membersihkan area Purna dan membereskan semua peralatan kebersihan.
27 November: endingnya, kami berkunjung ke rumah si Alif. Itung2 refreshing. Hehe.
Kira2 pukul sepuluh kami (saya, mbak Yunda, mas Mirza, mas Diki, Purbo, dan Taufik) berangkat. Tiga puluh menit kemudian kami nyampe. Disambut dengan tingkah Alif yang ngegemesin. Emang dasar si Alif, awalnya dia agak malu-malu jaim gitu..eh, akhirnya nempel juga. Hehe. Bahkan dia sempet gak rela lho pas kami mau pulang.
Merasa sangat senang bisa mengunjungi keluarga Alif. Disana kami jalan-jalan dan makan2. Pas pulangnya, kami dibawain salak banyaaak banget. Asyik cuy. Bagi yang gak ikutan, silahkan bersedih. Hahaha.
Ah, kawan, saat saya menulis ini, saya teringat akan bak sampah, gerobak, sapu, cairan pel, yang pernah secara manis mempertemukan kita. Apa kabar kalian? Mas Mirza dengan tanggungjawab, kesabaran, dan keuletannya (dalam memungut sampah, hahaha, piss mas), mas Diki dengan ke-rajinan-nya datang dan cerita2nya (juga photo2nya), mas Agus dengan ketulusannya (mencari susu di saat2 terakhir, hehe), mbak Yunda dengan keceriaannya, Taufik dengan kesungguhannya, Jupie dengan bercandanya, Sabiq dengan keseriusannya, dan Purbo dengan semangat &kerja kerasnya (maaf ya, kamu sering tak aniaya, tapi sing nganiaya kowe kan gak cuma aku, bahkan simbah dan Alif pun tertarik untuk menganiaya kamu, hehe). Mbak Erin dan Ariny, sayang sekali pertemuan manis kita hanya sebentar.
Meski singkat, terima kasih atas dunia kecil yang sempat hadir.
Ada persahabatan. Ada canda tawa. Ada cerita.
-Ann-
Friday, November 26, 2010
cicakcicak di dinding
Beberapa hari ini, setelah saya perhatikan, ada sepasang cicak di dinding kamar saya. Dari mana datangnya? Saya tidak tahu. Saya juga tidak tau apakah mereka jantan dan betina ataukah jantan keduanya, yang jelas mereka kerap berkomunikasi.
Salah satu di antara mereka memanggil dengan kode2 tertentu yang tak bisa saya deteksi maksudnya apa. yaiyalah..emang saya nabi sulaiman. Mereka terlihat sangat akrab. Suka kejar2an. Saat saya bikin tulisan ini, kayaknya si cicak lagi ngumpet di balik lemari deh. Eh, baru aja diomongin dia udah bunyi2..ckckckckck. Ngrasa kali ya kalo diomongin.
Kehadiran sepasang makhluk yg bernama cicak ini lantas mengingatkan saya pada masa kecil yang bahagia. Saya masih ingat, waktu kelas 2 MI dulu saya sudah punya adek. Ibu saya kerap menghibur adek saya yang menangis dengan nunjuk2 cicak yg ada di dinding rumah. Gak lupa juga bersenandung.
(Cicakcicak di dinding, diam-diam merayap. Datang seekor nyamuk. Hep! Lalu ditangkap). *ibu saya memang senang sekali bersenandung sodara.
Saya masih ingat juga, waktu itu adek saya yg masih sangat kecil serta-merta diam, berhenti menangis. Tidak tahu apakah takut sama cicaknya atau takut mendengar ibu saya bersenandung lagi. Hahaha. Saya juga seratus persen percaya kalo satu2nya tugas agung si cicak adalah memakan nyamuk. Meski satu kali pun saya gak pernah ngliat langsung gimana adegan si cicak melahap nyamuk.
Episode tentang cicak ketika saya masih MI kelas 2, sudah jauh berbeda dengan episode cicak ketika saya sudah kuliah semester 7. Cicak gak lagi makan nyamuk. Jabatannya meningkat. Cicak sekarang udah bertarung dengan buaya. Gak lucu juga kalo bersenandung "cicakcicak di dinding, tarung sama buaya". Mana ada buaya di dingding??
Tentang cicak juga mengingatkan saya pada salah satu lagu Dewi Lestari yang berjudul Cicak di Dinding. Saya rasa, tuh lagu bener2 asyik.
Hmmm, paling tidak kehadiran cicak di dinding kamar saya sekarang membuat saya cukup senang.
Saya punya teman baru.
Ohh, cicak.
#yang jadi pertanyaan sekarang, si cicak makan apa di kamar saya? Toh, sepertinya di kamar saya gak ada nyamuk tuh. Apa dia akan mengundang si buaya? Oh NO!
Thursday, November 25, 2010
Shakespeare Bookstore yang Membuatku Jatuh Cinta
Jatuh cinta pada pandangan pertama sepertinya satu-satunya kata yang paling tepat untuk menggambarkan perasaan saya ketika melihat suasana di atas. Kalau anda pernah menonton film Before Sunset, Anda pasti tak akan asing dengan suasana itu. Yup! itu adalah Shakespeare & Co.Bookstore. Tempat dimana Jesse (Ethan Hawke) dan Celine (Julie Delphy) kembali bertemu setelah sembilan tahun berpisah. Hmmm. bagi saya, bertemu seseorang (yang sangat kita harapkan) di toko buku adalah hal yang sangat manis.
Semenjak saat itulah, saya pengen ke Paris sodara-sodara. Bukan untuk melihat menara Eiffel secara langsung seperti kebanyakan orang. Bukan. Tapi sekadar melihat-lihat dan membaca-baca buku2 yang ada di Shakespeare Bookstore. Suasannya itu lhoo gimanaaa gitu. Seperti ada hipnotis yg membuat orang ingin berlama2 di sana. Seharian di sana sepertinya saya akan sangat betah. hehe..
Daaaan, mulai saat itu pula saya berkeinginan BESAR untuk membuat toko buku yg mirip kayak Shakespeare Bookstore. Toko buku yang nyaman. Yang membuat pengunjung betah berlama-lama di toko buku saya. Maka dari itu, dari sekarang saya sudah mendesain toko buku "hayalan"saya itu. hehe. Kalo gak toko buku, paling gak perpustakaan kecil lah. Nanti jangan lupa mampir ke toko buku saya ya...
Wednesday, November 24, 2010
Saya Tidak Ingin Terpuruk Terus-menerus: Cerita tentang Matahari
Kali saya biarkan air dingin itu menyapa kulit saya, menyapa pori-pori saya. Sengaja tidak saya lap dengan handuk. Sederhana, saya ingin bertegur sapa dengan air. Kemudian sholat subuh.
jika biasanya setelah membuka mata hal pertama yang saya lakukan adalah memutar tombol power radio kesayangan, maka kali ini tidak. Saya sengaja membiarkannnya terdiam. Barangkali radio saya bertanya-tanya, ada setan apa yang merasuki saya? Tidak ada satu setan pun. Maklum, seringnya radio itu ngoceh sendirian selama 24 jam.
Pagi ini saya hanya ingin mengganti suara radio saya dengan suara kicauan berbagai burung berwarna-warni kepunyaan bapak kos, yang baru saya sadari ternyata suaranya sangat sangat indah. Dan baru saya sadari pula, ternyata selama ini saya mengabaikannya.
Ternyata dunia ini dipenuhi banyak sekali kejutan. Saya suka kejutan. Ceritanya sederhana, ditengah keterpurukan saya, semalam saya YMan dengan seorang kawan. Kami ngobrolin ini itu hingga sampailah pada bahasan "bangun pagi" dan "matahari". Dia bilang, "matahari pagi itu menenangkan". Hmmm, sekali lagi saya mengabaikan sesuatu. Matahari.
Setelah percakapan di YM itu, saya pun bertekad untuk bangun pagi. Dan benar, pagi ini matahari datang dengan sangat anggunnya seperti piringan merah yang besar. Bersinar menenangkan. Barangkali setiap pagi ia juga seperti itu, dasar saya saja yang sering mengabaikan. Tenggelam dalam rutinitas duniawi membuat saya lupa, lelah hati dan pikiran, mudah bete, mudah menyalahkan keadaan.
Entah kenapa saya pun mulai merasa tenang. Jawaban dari semua keterpurukan saya selama beberapa minggu ini barangkali adalah karena saya telah mengabaikan hal-hal kecil di sekeliling saya. Hal-hal yang sebenarnya jika dilihat lebih dekat, jika tidak membuat kita merasa tenang, paling tidak mengajak kita untuk sedikit merenung. Di dunia ini ada makhluk yang tak pernah lelah untuk memeberi: matahari.
jika matahari saja tak pernah lelah, kenapa saya harus lelah?
Saya tidak tahu berapa lama perasaan tenang ini akan bertahan. Saya tidak peduli jika siang nanti saya kembali bete. yang jelas, pagi ini saya sangat senang. jika toh nanti saya bete lagi, saya akan coba resep ini lagi. hehehe.
Kali ini, Tuhan menyapa saya dengan cara yang sangat manis. Dan saya tidak akan mengabaikannya. Kawan saya yang satu itu juga keren banget. Dan saya tidak ingin terpuruk terus-menerus.
Tuesday, November 23, 2010
Pengen Curhat Aja
Lagi bete aja sih sebenernya, capek jiwa raga, lahir batin!entah apa sebabnya akhir-akhir ini lagi gak pengen banget ketemu banyak orang, apalagi dengan pertanyaan-pertanyaan yang mereka lontarkan. Mungkin alasannya hanya satu: malas. sadis memang. tapi begitulah. Aku sedang mengalami kemalasan sekaligus kelelahan hati dan pikiran.
Aku mencoba menerka apakah mungkin ini efeki dari PMS atau apa lah, mengingat memang udah tanggalnya, tapi sepertinya tidak. Total jendral selama dua minggu ini aku gak melakukan apa-apa alias nyampah. Tiap pagi sampe sore cuma bantu2 di gelanggang kampus terkait pengungssi merapi (untuk yang satu ini nanti akan kuceritakan tersendiri). Barangkali merasa tidak melakukan apa-apa itu lah yang membuatku justru semakin stress.
Alhasil, semua rencanaku gagal total, rencana yang sudah kuperhitungkan matang-matang. Well, awalnya aku menganggap yang tak terduga ini semacam surprise. Tapi lama-lama bete juga kalo surprise itu justru bikin judeg.
kadang YMan gak jelas ama temen2 cukup bikin asyik sih, tapi itu juga cuma bertahan sebentar. sampai sekarang aku masih mencari penyebab perasaan tak menentuku ini.
Orang-orang disekitarku terasa sangat asing. Dan sepertinya aku butuh teman. Benar2 teman. Sekadar duduk bersebelahan, meski tak bicara apapun.
Barangkali aku sedang kesepian.
Thursday, September 30, 2010
Adalah Dua Bulan yang Nanonano
Aku menyebutnya tamasya di luar angkasa. Bersama enam astronot yang luar biasa keren, jayus, gokil, dan emm rada gak jelas (^_^). Tenang saja, gak perlu khawatir, akan kuperkenalkan siapa mereka, satu per satu.
Well, selama dua bulan kami menempati desa (planet?) Margomulyo, yang ternyata cukup luas dengan 13 dusunnya. Dengan pemandangan alamnya yang elok. Dengan manusia-manusianya yang beragam. Dan kami menikmati berbagai rasa: nano-nano.
Baiklah, terlebih dulu akan kuperkenalkan kawan-kawan seperjuanganku. Kawan-kawanku yang Te Oo Pe Be Ge Te.
Pemuda berambut landak ini (piss, piss) bernama lengkap Dede Nurcahya Purwandi. Biasa dipanggil Dedek (atau Patkay, piss lagi yaaa.hehe). Mahasiswa Hukum 2007. Udah lima tahun di Jogja masih ngaku dari Jakarta. Dia adalah komarsit kami.
Koleksi lagunya seabrek. Dari yang jadul ampe yg up date. Dan punya kecintaan tersendiri terhadap lagu-lagu korea.
Kebetulan wilayah kerjanya adalah Dusun Jingin dan Jamblangan. Dia sangat menikmati lho selama bekerja di dua dusun itu. “Dukuh-dukuhnya ramah,” katanya.
Ternyata, di Margomulyo mendadak dia punya adik laki-laki yang mirip bgt ama dia, namanya Anggoro. Kayak pinang di belah dua (bukan lestari jadi dua).
Pemuda aktif ini ahli KDRT, lho. Maksudnya, ahli hukum tentang KDRT. Makanya dia bikin penyuluhan kepada ibu-ibu PKK tentang hukum KDRT, yang terbilang cukup sukses. Hmmm.
Oya, dialah yang menyebabkan kami semua kecanduan NUgreenteahoney.
Selanjutnya adalah Karrani Septy Fissanandani. Alias Cecept. Gadis periang dan sedikit tomboy ini adalah Mahasiswa Sastra Korea 2007 berdomisili di Blora. Dia bekerja di Dusun Sawahan dan Ngemplaksari. Eh, ternyata di Margomulyo si Cecept itu reinkarnasi dari bu Dukuh Kregolan lho. Hehe. Punya anak namanya Umi. Sekeluarga lahir di bulan September. Ckckck.
Negara yang paling ingin ia kunjugi tentu saja Korea. Dia juga sangat bersemangat tentang segala hal yang berkaitaan dengan perfutsalan. Kabarnya, ia adalah pemain futsal yang handall. Boleh2.
Program andalannya adalah pemutaran film tentang kemerdekaan. Gila! Waktu itu yang datang banyak banget. Mulai dari balita ampe nenek-nenek. Semalam suntuk lagi.
Di pondokan, dia yang paling sering punya banyak makanan. Dan kami suka
Dialah Yehuda Simanjuntak. Tapi nama bekennya adalah Semar. Alias semi Marsudi. Yup! dia punya kembaran pemuda desa yang bernama Marsudi. Hehehe.
Mahasiswa Teknik Mesin 2006 asal Kalimantan. Dia berkerja di Dusun Daplokan dan Gerjen. Eh, dia punya sweet memory dengan bu dukuh Daplokan lho. cieciee.
Btw, cowok rajin dan bersemangat ini jago banget dalam hal pertukangan. Mulai dari bikin plang, papan pengumuman, sampe benerin jemuran, dia semua yang ngerjain. Kalo gak ada dia, entah apa jadinya. Mungkin sampai hari ini kami belum penarikan (lebay mode on). Dia juga ahli reparasi jam lho. Hee.
So, dalam rangka mendalami bakat pertukangannya, ia memilih program pemugaran gardu ronda. Walhasil, program tersebut berjalan dengan lancar dan sukses tanpa kendala suatu apa pun. ^_^
Gadis manis dari Tangerang ini bernama lengkap Indira Ardanareswari. Panggilannnya: Indi. Mahasiswa Sejarah 2007. Dialah satu-satu anak yang kebagian satu dusun: Sompokan.
Segala hal tentang per-Jepang-an bisa ditanyain ke dia. Dijamin bisa ngalahin ensiklopedia. Selain hoby maen game, ia juga seneng banget liat film-film hantu. Stok filmnya juga banyak bgt. Oya, dia penggila es teh. Udah pada taraf gak bisa hidup tanpa es teh. Heee.
Tak kasih tau ya, diam-diam dia tu punya keahlian dalam hal pidato. Kalo pidato dia udah kayak presiden Indonesia yang ke-5. Hehe. Makanya, pada saat acara tirakatan alias malam 17 Agustusan di kampung dia pidato tentang kemerdekaan Indonesia yang disaksikan oleh seluruh warga. Keren2.
Di pondokan, dia yang paling rajin nyuci piring.
Inilah Antonius Hadiwinata alias Ton Sam Chong. Karena wajah tionghoanya, kami biasa memanggilnya Soe Hok Gie. Heee. Dia adalah mahasiswa Teknik Nuklir 2007. Asal: Jakarta. Pemuda jujur dan baik hati ini (suka menabung lagi) bekerja di Dusun Jumeneng dan Kamal. Dia hoby banget maen game, jago segala jenis game deh. Hoby jalan-jalan juga.
Oiya, dia paling anti ama yang namanya angka 13. Angka keramat, dia bilang. Dia bisa tidur seharian di kamar kalo pas tanggal 13. Hmm. Mungkin seandainya dia jadi kepala seda Margomulyo nee, dusunnya ditambah satu lagi biar jadi empat belas. Hehe.
Selain tampangnya yang lucu mirip doraemon, dia juga punya kantong ajaib yang bisa menampung banyak makanan. Hehehehe
Tapi jangan salah, dialah yang membuat perencanaan jembatan yang menghubungkan dua dusun. Keren khan. Dijamin tu jembatan bakalan kokoh ampe tujuh turunan.
Bapak-bapak, ibu-ibu, jangan salah panggil ya, ini mas lho, bukan mbak. Hehe. Anak ini sering banget jadi korban salah panggil soalnya. Namanya Riza Pahlevi. Perokok ulung ini biasa dipangggil Levi. Tapi dia paling terkenal dengan panggilan Sulevi. ^_^. Wilayahnya kerjanya di Dusun Mriyan dan Mangsel.
Mahasiswa ilmu komunikasi 2007 ini paling jago kalo disuruh bikin desain-desainan. Jago motret juga. Karya agungnya adalah poster tentang kemerdekaan yang kontennya adalah anak-anak dusun Kregolan. Manstap. Tak salah, pemuda yang berasal dari Tangerang ini adalah idola anak-anak kecil.
Selama bulan puasa dia tu ibarat kelelawar. Siang molor. Malem lembur membasmi kejahatan (emang super hero? wkwkwk). Sampai saat ini belum ada yang bisa ngalahin rekor tidurnya. Dari pagi ampe sore!
Di pondokan, dia adalah tukang bikin teh. Teh bikinannya maknyuus.
Wah, jadi gak enak nih menceritakan diri sendiri. Baiklah, namaku Anis Mashlihatin [nama belakangku ini sering banget dibuat pelesetan ama anak-anak yg laen :<]. Mahasiswa Sastra Indonesia 2007. Asal: Tuban. Wilayah kerjaku di Dusun Kregolan dan Kasuran. Dua dusun yg sangat menyenangkan.
Oya, gara2 terobsesi dengan dunia luar angkasa, selama dua bulan lagu yang kuputar adalah “sepasang kekasih yang pertama bercinta diluar angkasa”. Itu doank. Bisa kupastikan enam orang temanku yang lucu-lucu itu udah muntah-muntah ama tuh lagu. Udah masuk ruang bawah sadar mereka juga kayaknya. Hore2.
Program yang paling kusenangi adalah ngajar TPA. Soalnya anak-anaknya asyik.
Di pondokan, aku paling sering dianiaya komarsit dalam segala hal yang berhubungan dengan pengetikan.
Banyak hal yang kami alami. Banyak peristiwa yang kami lalui. Ada asemnya, ada manisnya,
pahitnya juga ada. Nanonano. Mulai dari bikin program, rapat, begadang, nanem padi di sawah, bangun pagi yang cuma dua hari (selebihnya bangun siang banget), maen pokker (untuk yang satu ini, suatu saat aku pasti bisa mengalahkan kalian semua!), nonton film bareng, pergi ke kepala sapi, shopping di lestari, berantem, diem-dieman, masukin piring kotor di kamar, maen polisi-maling (aku pengen maen ini lagi), ngegame, bikin laporan, de el el.
Teman-temanku yang kusayangi,
Terimakasih, untuk dua bulan yang penuh warna, kalian telah melengkapi warna bianglalaku.
Maaf, telah menyiksa telinga kalian dengan lagu yang itu-itu saja.
Maaf banget, tanpa sepengetahuan kalian, lagu itu sudah kumasukkan di laptop kalian masing-masing. Hehehe.
Semoga kita bisa bertemu lagi dalam keadaan yang lebih berbahagia.
Salam,
-Ann-
Friday, June 18, 2010
Barangkali Aku Terlalu Mencintai Pram..
Awal pertemuanku dengannya adalah Bumi Manusia. Menghabiskan malam bersamanya sungguh menggairahkan. Aku pun terlibat cinta pada pandangan pertama. Cinta yang membuatku memburu segalanya tentang dia. Mulai dari membaca sambil berdiri di Gramedia. Berjam-jam. Berhari-hari. Tentu saja diawali dengan membredel bungkus plastiknya. Aku kembali dan kembali lagi.
Yang pertama kumiliki adalah Gadis Pantai. Kemudian Jejak Langkah. Lalu Rumah Kaca. Arus Balik. Pramoedya Ananta Toer dari Dekat Sekali. Pramoeya Ananta Toer dalam Kata dan Sketsa. Perawan Remaja dalam Cengkraman Militer. Kemudian Jalan Raya Pos Jalan Daendles, Bukan Pasar Malam, Larasati, Cerita Calon Arang, Sekali Peristiwa di Banten Selatan, Panggil Aku Kartini Saja, Midah Si manis Bergigi Emas, Bumi Manusia, Arok Dedes, dan Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia. Yang kubeli sekaligus, dari uang beasiswa. Buku terakhir yang kubeli, tepatnya ku fotocopy, adalah Nyanyi Sunyi Seorang Bisu 1&2.
Hmm.. Aku bukan shopaholic. Dan ini bukan pengakuan seorang gadis yang gila belanja buku.
Barangkali aku terlanjur mencintai Pram. Hingga semua yang mengetuk pintu hatiku selalu kubandingkan dengannya. Dan, belum ada yang bisa mengalahkannya. Belum ada yang bisa membuatku tidak bisa berhenti membaca, selain dia. Kecintaanku ku realisasikan untuk tugas-tugas kuliah. Aku menulis beberapa tentang dia. Hasilnya: cukup memuaskan (^_^)
Dan ketika membaca aku sering bergumam “andai saja yang menulis adalah Pram, pasti beda, pasti lebih asyik, dan sejumlah pasti-pasti yang lain.
Kekesalanku memuncak ketika membaca sebuah buku (yang konon rencananya adalah sebuah tetralogi) yang, maaf, kunilai sangat membosankan! Buku yang terpaksa kubaca sampai selesai karena tugas kuliah. Untung saja buku kedua tak selebay buku pertama. Dan tentu saja aku tak akan menyebutkan judulnya. Aku tak ingin penerbitnya menangis dan mendatangiku karena bukunya tak laku. Oh, No! Aku tak sejahat itu, bukan?
Barangkali aku hanya menyangka telah mencintai Pram. Ah, mungkin saja!
Sunday, June 13, 2010
PERCAKAPAN SEDERHANA
Kau ingin mengeluarkan semua unek-unekmu pada orang yang sama sekali belum kau kenal. Pada orang yang kau jumpai di sebuah stasiun kereta.
Dan, oh Tuhan, orang itu benar-benar ada. Dan akhirnya kalian naik kereta yang sama, pada sebuah sore yang sederhana. Kau duduk di dekat jendela, bersebelahan dengannya. Dan kalian pun ngobrol layaknya kawan lama. Entah mengapa kau merasa sangat nyaman dengannya. Hmm.
Mungkin terdengar sangat egois. Orang yang belum kau kenal kau jejali dengan seonggok kekesalanmu. Tentang seseorang yang tiba-tiba meninggalkanmu. Tentang buku-bukumu yang hilang. Dan tentang hujan yang tak kunjung datang.
Hmm. Kau menikmatinya. Okey, kau menikamatinya. Tak peduli dia tak suka. Kau hanya ingin didengarkan, bukan? Setelah itu kau akan membiarkan dia pergi. Kau tidak ingin bertemu dengannya lagi. Cukup sore itu saja. Dan kau merasa lega.
Di stasiun berikutnya kau berharap akan menemukan orang yang berbeda. Dan kau akan mulai bercerita.
Wednesday, March 31, 2010
Travel& Adventure Photo-Etnofoto: Tentang Don Hasman yang Mencintai Dewi Saraswati
28 Maret 2010
Kira2 pukul 09.45. Salah satu ruangan di Pusat Studi Asia Pasifik sudah penuh oleh pengunjung. Ternyata diskusi sudah dimulai beberapa menit yang lalu. Hmm, saya telat. Tapi tak apalah. Saya pun buru2 mencari kursi yang masih kosong. Di bagian depan telah duduk Oom Don yang pagi itu memakai kaos motif belang2 biru.
Sebagai permulaan, Oom Don berbicara tentang etnofoto. Ternyata dalam menekuni etnofotografi, dibutuhkan sebuah pendekatan khusus. Oom Don, yang menghabiskan 35 tahun untuk mempelajari suku Baduy, bahkan perlu delapan tahun lamanya untuk melakukan pendekatan kepada suku itu. Juga perlu pengorbanan habis-habisan, soalnya menyangkut wilayah pribadi seseorang atau kelompok. Diakui Oom Don, ini memang sulit. Kesulitannya menempati urutan kedua setelah memotret dibawah air dan satwa di alamnya. Kalau memotret di bawah air,seorang fotografer harus lebih hebat dari penyelam, karena selain nyelam ya harus motret juga..
Pukul 10.00. Oom Don berniat memperlihatkan gambar-gambarnya. Kemudian LCD yg tadinya miring dibenarkan letaknya. Operator dan Oom Don pun mencari data2. Ini, itu,eh..bukan2..ya, ya ini… Ternyata foto yang ingin diperlihatkan tidak bisa dibuka. Si Oom minta maaf. Tapi kemudian beralih ke travel foto ketika Oom Don ziarah ke Santiago, Spanyol.
Beberapa saat kemudian screen pun menampakkan gambar. Oom Don menjelaskan satu persatu. Gambar yang pertama kali muncul adalah seseorang yg membawa ransel dipunggungnya. Yang sedang memulai perjalanan. Perjalanan harus dilakukan paling lambat jam setengah tujuh pagi. Karena petugas akan mempersiapkan peziarah yang lain juga. Gambar yg diperlihatkan kebanyakan di hutan dan jalan setapak. Tidak perlu khawatir bakalan kesasar, soalnya sudah diberi tanda.
Gila! Ternyata dalam peziarahan tersebut Oom Don hanya memerlukan 35 hari untuk melakukan perjalanan 1000 km. Tapi, kata OOm Don, persiapannya 10 tahun. Oom Don menambahkan, seseorang yang akan melakukan perjalanan sebaiknya melakukan riset dulu. “Jadi kalau kemana-mana yang terbaik adalah risetnya, agar Anda tahu apa yang akan Anda hadapi. Paling tidak separuhnya kita sudah tahu. Yang belum kita tahu, anggap saja bonus” tambah Oom Don dengan tawanya. Tambahnya lagi, seorang fotografer juga dituntut untuk selalu aktif, kreatif, dan berbeda. Dan mengacu pada sesuatu yang baru dan baik, bahkan kalau bisa yang terbaik.
Kemudian gambar yang tampak di screen adalah sepatu yg bagian alasnya sudah mulai terkelupas. “Wah, kalau di Indonesia ini masih bisa disol,hehehe” kelakar Oom Don. Ternyata sepatu juga memegang peranan penting dalam perjalanan seseorang. Kalau kaki lecet ketika dalam perjalanan, urusannya bisa panjang. Bisa masuk rumah sakit juga dan menghabiskan biaya 30an juta. Lecet itu terjadi akibat gesekan. Orang Jepang, setelah perang dunia II, kakinya diplaster untuk menghindari gesekan, kata si Oom. Oom Don juga memperlihatkan gambar kaki yang diplaster.
Dalam ziarah Santiago, ada juga peziarah yang bersepeda, tapi yang diutamakan adalah peziarah yang jalan kaki. Peziarah bersepeda ibarat kata peziarah kelas dua. Dalam satu tahun bisa mencapa 125-150 ribu peziarah. Omm Don bilang, tahun ini adalah tahun suci karena tgl 25 Juli jatuh pada hari minggu. Bisa ribuan orang yang datang.
Dalam perjalanan, para peziarah bisa mengambil makanan sesukanya yang disediakan oleh penduduk. Buah-buahan yang ditanam juga boleh diambil sesukanya. Air juga ada dimana-mana. Kalau kehabisan uang juga boleh mengambil secukupnya di kotak uang. Mau menyumbang juga silakan. “ Dan disana,” kata Oom Don,” orang-orangnya baik, tidak ada perbedaan ras dan agama.”
Kemudian tampak pula gambar-gambar gereja katedral yang megah dengan para pastornya yang memakai gaun merah tua. Secara bergiliiran muncul pula gambar taman kota, kapel, jembatan, jalan raya, bunga liar, pemakaman, peternak, dan rumah-rumah di pedesaan yang banyak bunganya. Juga ada beberapa gambar tentang suasana makan yg penuh keakraban, suasana malam, dan senja yg TOP bangett. Ternyata fotonya gak habis2. Masih banyak banget. Screen menampakkan gambar pemandangan di pantai Depok yang lebih indah dari aslinya.Hehe. Ada juga gambar prewedding dan beberapa foto Baduy. Campur-campurlah.
Kira2 pukul 10.50 Oom Don selesai memperlihatkan gambar2nya. Dan disamput riuh tepuk tangan tamu-tamu yang hadir. Kemudian MC (mas Jajang, salah satu dosen Arkeologi UGM) menawarkan kepada para tamu untuk diadakan diskusi atau mau lihat gambar-gambar lagi. Akhirnya, disepakati untuk diskusi dulu.
Pertanyaan pertama dari mas Dedi Hartono, yang sangat tertarik dengan gambar2 Baduy. “Oom, gimana sih teknik pendekatan ke penduduk lokal? Trus, kamera yang digunakan apa ya?”
Oom Don pun dengan bersemangat menjawab bahwa pendekatan tiap orang itu memiliki gaya dan cara tersendiri. “Anda sedang memasuki wilayah pribadi seseorang atau kelompok, Anda harus berusaha meyakinkan tujuan Anda,” lanjut si Oom. Menurut Oom Don, setidaknya ada dua hal yang harus dilakukan, pertama, memberikan pengertian kepada penduduk, apa tujuan dan maksud kita. Kita juga harus memberikan kesan tidak membahayakan penduduk, agar mereka merasa aman. Kalau “pintu” sudah terbuka, bersikaplah baik, sedikit royal juga boleh. Misalnya memberikan cendera mata, oleh-oleh.
Nah, untuk itu, kita perlu mempelajari dulu suatu kelompok yang ingin kita kunjungi. Untuk membuktikan bahwa kita baik, berbuat baiklah terhadap semua kalangan, termasuk anak-anak. Kalau bisa mendekati anak-anak, biasanya orang tuanya pun bisa menerima kita. Hal kedua adalah berusaha untuk tidak melanggar adat istiadat yang ada. Kalau kita memberikan sesuatu kepada satu orang, maka yang lainnnya juga harus dapat, tidak boleh dibedakan.
Oom Don lebih fokus pada Baduy dalam. Kata Oom, laki-laki yang memakai ikat kepala putih 99% bisa dipercaya. Dan Oom Don butuh 8 tahun untuk pendekatan. Sekarang ini Oom Don setiap saat dipersilakan masuk , tapi pada upacara tertentu Oon Don dilarang untuk datang. Kemudian Oom Don menceritakan “ramalannya” yang valid tentang hujan dan menanam padi kepada penduduk Baduy. Sejak saat itu, Oom Don dipercaya. Kalau untuk masuk ke gereja katedral, cari dulu siapa yang paling berkuasa. Cari alasan bahwa kita ingin memperkenalkan. Tapi yang harus diingat adalah kita tidak boleh mengganggu jalannya acara di gereja itu. Tentang kamera yang dipakai, Oom Don menyebutkan salah satu merk, tapi juga menggunakan semua jenis kamera.
Pertanyaan kedua dari mas Romi. “Oom, dalam menentukan lokasi, apa sih yang menjadi pertimbangan? Kemudian apa motivasi Oom Don melakukan perjalanan?”
Oom Don, yang saat itu energinya masih full banget, bilang kalau fotografer dan penjelajah itu harus mengabdi pada ilmu pengetahuan. Oom Don memilih lokasi karena ingin mengetahui sesuatu yang baru. Kata si Oom, kalau bisa kita adalah orang pertama, bahkan yang menemukan daerah itu. Itulah yang membuat Oom memilih tempat yang jarang dikunjungi orang. Dan yang terpenting nih, menghasilkan foto yang baik.
Kalau tentang motivasi, Oom Don sedikit bercerita tentang masa lalunya. Oom Don (anak ke 7 dari 8 bersaudara) pernah bertanya pada kakaknya tentang kebiasaannya yag suka kelayapan, padahal saudara-saudaranya tidak ada yang seperti Oom Don. Nah, barangkali kebiasaannya itu diwarisi dari nenek ayahnya. Oom Don pun bilang kalau Indonesia ini masih luas, maka nikmatilah Indonesia.
Selanjutnya, pertanyaan pun datang dari 3 orang sekaligus, mbak Ides, mbak Chusnul, dan mas Danu. Mbak Ides (yang suatu waktu pernah berkunjung ke Manggara, NTT) bertanya bagaimana cara menetralkan emosi pada lokasi yang masih baru agar tidak menyinggung perasaan penduduk, Mbak Chusnul tanya tentang biaya perjalanan, dan mas Danu bertanya tentang objek yg akan di foto.
Ketiga pertanyaan itu pun dibabat habis oleh Oom Don. Ternyata Oom Don pun udah pernah ke Manggara, malah udah bikin KTP disana. Kalau datang dalam sebuah lokasi yang baru, jangan punya bayang2 akan menyinggung perasaan penduduk. Yakinkan bahwa kita ingin memperkenalkan. Terlebih dahulu kita juga harus akrab. Tunjukkan bahwa kita itu baik dan bermanfaat. Cari cara agar kita senang dan mereka pun senang. Bantu2 juga pekerjaan mereka.
Pertanyaan mbak Chusnul dijawab dengan antusias. “Ayo, Chusnul, apa tahun depan kamu siap jalan2 mulai dari Perancis? Kita bisa bekerjasama dgn berbagai pihak” tanya Oom Don. “Insyaallah Oom” jawab si mbak dengan semangat pula. Kata Oom Don nih, kalau mau cari biaya, kalau cewek bisa cari pacar yang kaya. Hahaha. Boleh dicoba nih…
Buat mas Danu, jika merencanakan pergi ke suatu tempat, kita sudah harus membawa konsep atau rencana kerja. Library Research. Tanya pada orang2 yang lebih tahu sehingga kita sudah bisa mempersiapkan. Motret jangan pernah untung-untungan. Masalah angle, pencahayaan juga harus diperhatikan. Ambil dari pencahayaan yang orang takut untuk mengambilnya. Fotogafi itu, kata Oom Don, adalah mengambil gambar sebagaimana mata melihat. Jadi harus faktual, tidak boleh mengatur. Dan yang menjadi kriteria gambar kita berhasil adalah jika orang yang melihat tergugah perasaannya.
Kemudian MC pun membuka satu pertanyaan lagi. Tak menyia-nyiakan kesempatan, pertanyaan pun diajukan oleh mas Tulus. Ia bertanya apa motivasi Om Don menggarap Baduy selam 35 tahun. Apa keuntungan Baduy yang Oom Don eksploitasi?
Oom Don pun mengucapkan terimakasih atas pertanyaan itu. Dijawab oleh Oom bahwa tujuan utama adalah baik dan mempunyai daya guna, bermanfaat. “Saya melakukan ini karena kesel, karena gak ada yang nulis benar. Saya bisa tunjukkan itu beberapa kesalahannya, itu karena mereka tidak sabar” lanjut OOm Don. Menurut Om Don, menulis Baduy ini sangat2 sulit. Selama 22 tahun aja Om Don baru tahu posisi sebenarnya dimana mereka sembahyang. Kadang kita dibodohin, karena mereka itu cerdas. Oom Don pun menegaskan, yg dilakukannya adalah untuk ilmu pengetahuan. Ia rela mengorbankan separuh hidupnya untuk itu. Dan Oom Don tidak mendapatkan duit, justru mengeluarkan duit. Kita tidak boleh mengeksploitasi, kita harus member juga. Kita harus bersyukur kita bisa berhubungan dengan mereka. Karena banyak orang yang ingin jadi pahlawan kesiangan, kata si Oom.
Pukul 12.15 sesi diskusi pun diakhiri. Kemudian Oom don memperlihatkan Baduy Travel Photography. Dan tampaklah gambar2 Baduy dalam dan luar. Lengkap. Rumahnya, pakaiannya, kegiatannya, pertaniannya, juga dapurnya. Laki-laki Baduy dalam dan luar bisa dibedakan dari ikat kepalanya. Laki2 Baduy dalam berikat kepala putih. Oom Don pun berbicara tentang sejarah Baduy. Bahwa Baduy itu tidak mungkin pelarian dai Pajajaran karena tidak membawa peralatan. 5-6 generasi, Baduy baru bisa membuat tembikar satu macam. Baduy pun jika dilihat dari tradisi arsiteknya, mereka melaksanakan upacara di punden berundak. Tentang pertanian Baduy, yang sangat menakjubkan adalah berasnya yang tahan sampai 300 tahun! Barangkali karena menggunakan alas 13 macam daun.
Orang Baduy memiliki 20 aksara, tetapi angka tidak punya. Orang Baduy dalam, pintu rumahnya selalu menghadap utara atau selatan. Rumah paling Timur adalah yg memegang jabatan tertinggi. Jangan salah, orang Baduy juga bisa mengendalikan api lho! Wah,,jangan2 avatar.hehehe. kemudian Oom don pun memperlihatkan gambar tekstil Baduy dalam, yaitu tekstil Rotan. Yang ternyata proses pembuatannya memerlukan waktu yang sangat panjang, hampir setengah tahun untuk satu kain.
Tidak terasa empat jam telah berlalu. Tepat pukul 13.00 WIB Oom Don pun menyudahi diskusi. Kemudian dilajutkan MC yang merangkum hasil diskusi dan memberikan kenang-kenangan kepada Oom Don. Dan dibelakang, ternyata masih ada orang2 yang “memburu” Oom Don untuk diwawancarai.
Diskusi kali ini memang benar2 dahsyat. Penghormatan setinggi-tingginya untuk Oom Don yang telah membagikan ilmunya, untuk Oom Don yang mencintai ilmu pengetahuan, kejujuran, dan tak pernah mengharap imbalan.
Salam,
-Ann-
Sunday, March 21, 2010
sajak-sajak Walt Withman terjemahan Taufiq Ismail
Seorang anak berkata Apa itu Rerumputan? Seraya membawa daku
segenggam penuh dalam tangannya,
Bagaimana cara aku menjawabnya? Pengetahuanku tentang rerumputan
agaknya tak lebih ketimbang dia.
Mungkin rerumputan adalah bendera dalam perbendaharaanku, ditenun
dari bahan harapan berwarna kehijau-hijauan.
Atau mungkin rerumputan itu saputangan Tuhan.
Sebuah hadiah wangi aromanya untuk kenangan sengaja dibuatkan,
Dengan nama pemiliknya tercantum di salah satu sudutnya, sehingga
kita bisa melihatnya lalu berkata Punya Siapa?
Atau mungkin rerumputan itu huruf hieroglif yang seragam.
Dan maknanya, bertunas tumbuh serupa baik di kawasan lapang
maupun di kawasan kurang lapang,
Bertumbuh di antara orang kulit hitam maupun diantara orang kulit putih,
Kanuck, Tuckahoe, Congressman, Cuff, keberi mereka yang serupa,
kuterima yang serupa
Sekarang malahan rerumputan nampak bagai rambut kuburan yang
terurai panjang belum sempat dirapikan.
…..
Ibu dan Bayi
Kulihat bayi terlelap mengisap susu ibunya,
Ibu dan bayi yang sama tertidurnya – ssst,
lama dan lama aku mempelajari mereka
1865
Pelajaran Sufi dari Farsi
Seorang sufi berjanggut abu-abu di akhir pelajarannya
Pada suatu pagi yang segar di udara terbuka
Di lereng sebuah kebun mawar demikian indahnya
Dinaungi pepohonan tua dengan jaringan dahan dan cabangnya
Kepada ulama muda dan santrinya ia berkata
“Anak-anakkku, akhirnya, sebagai penutup kata
Allah adalah segalanya, immanen di setiap bentuk kehidupan apa jua
Sebutlah ini-itu sebanyak-banyaknya – Allah, Allah, Allah ada di sana
“Sejauh-jauh orang dalam kesesatan, sebab musabab disembunyikan
Adakah terdengar suara di dasar lautan gelisah seluruh jagat raya?
Adakah kau tangkap keresahan? Makhluk dalam dorongan dan loncatan
Yang tak pernah tenang, tak kunjung hilang?
Tak tampak namun ada dia, bersembunyi dalam benih kehidupan?
“Dia mengendap sebagai tenaga di inti zarrah
(Seringkali tak sadar, kadang-kadang menjatuhkan)
Namun kembali ke sumber kesucian walau jarak di kejauhan
Serupa untuk semua, tiada kekecualian.”
1891
Ketika Aku Mendengar Ahli Ilmu Bintang yang Terpelajar
Ketika aku mendengar ahli ilmu bintang yang terpelajar
Ketika sejumlah bukti dan angka di depanku dalam kolom berjajar
Ketika ditunjukkan kepadaku peta dan diagram, menambah, membagi, dan
mengukur semua
ketika seraya duduk kudengar ahli ilmu bintang itu member ceramah
disambut tepukan tangan meriah di ruang kuliah
betapa segera entah bagaimana aku jadi letih dan jemu
akhirnya bangkit dan meluncurlah daku ke luar sendiri
di udara malam lembab dan mistis, dan sekali-sekali
menengadah memandang gemintang sepenuh sunyi
1865
Tuesday, March 16, 2010
Weekend: Sasindo Out Bond di Pondok Bambu Parangtritis
Berawal dari kerinduan sejumlah anak Sasindo untuk kumpul2, tercetuslah sebuah ide untuk bikin out bond yg akan diikuti anak sasindo dari semua angkatan. Setelah melalui beberapa perundingan mengenai waktu dan tempat yg akan digunakan out bond, akhirnya Pondok Bambu Parangtritis menjadi pilihan. Selain harganya lumayan murah, tempatnya pun TOP bgt dech.. Bagi teman2 yg kebetulan gak bisa ikut, silakan membaca ceritanya…
13 Maret 2010.
Pukul 11.00 WIB. Tengah ada beberapa armada Sasindo yang sedang duduk2 menunggu di pelataran Gedung Margono. Ada yang sibuk dengan hp, ada juga yg sedang memetik gitar. Si Rivqi yg bertugas sebagai sie transportasi pun sibuk memastikan kedatangan bus. Sebenarnya,terjadi sedikit perubahan rencana. Awalnya, kendaraan yg akan digunakan adalah motor, tapi setelah melalui perundingan lagi, diputuskan semua orang akan naik bus. Sembari menunggu bus yg belum datang-datang juga, kesempatan pun digunakan untuk ngobrol2…
Kira2 pukul satu siang, sebuah bus berwarna kuning akhirnya datang juga. Kami pun berbondong-bondong naik dan mencari tempat yang nyaman. Huff..panaass. Tapi udara yg gerah ternyata tidak mampu mematahkan semangat armada-armada sasindo. Sebelum berangkat, kami pun berdoa terlebih dahulu agar selamat sampai tujuan. “Pak sopir, hati2, ya. Jangan ngebut2.” Kemudian bus pun ramai dengan genjrengan gitar dan alunan lagu dari suara2 yg rada fals. Hehehe. Dari lagu dangdut, campur sari, sampe lagu india, semuanya dinyanyiin. Sebenarnya agak disayangkan karena tidak semua armada sasindo ikut dalam acara ini. Kalau semuanya ikut, wuih, pasti bakalan lebih seru…
Bus pun melaju dengan tenangnya, sesekali berhenti karena ada lampu merah (ya iyalah..). Di perempatan daerah Bantul (yg namanya saya lupa), bus pun berhenti karena menghampiri salah satu teman kami.
Kira2 pukul 14.30 kami sampai di lokasi. Gila! Tempatnya kereen bgt. Ada beberapa pondokan yg berdinding bambu diselingi pohon2 kelapa yg berjajar anggun. Rumput yg hijau semakin menambah elok pemandangan. Di samping pondokan ada sawah dan sebuah parit yang airnya bening bgt. Dua ratusan meter dari pondokan adalah pantai Parangtritis. Singkatnya, tempatnya ok’s bgt… Dan ternyata lokasi ini cukup dekat dengan rumah mas Zudi (sasindo angkatan 2006).
Kemudian kami menempati pondokan masing-masing (yg sebelumnya sudah disewa). Dua pondokan untuk cewek, dan satu pondokan untuk cowok. Kebetulan saya menempati pondokan yg bernama “kepodang”, teman cewek yg lain menempati pondokan yg bernama “pipit”. Pondokan yg satunya lagi saya lupa namanya. Pondokannya juga nyaman lho, pas bgt buat bulan madu (^_^).
Setelah sejenak beristirahat dan meletakkan barang2, acara pertama pun dimulai, yaitu pembagian kelompok. Ada 3 kelompok. Masing2 kelompok diharuskan membuat yel-yel dan pementasan sederhana untuk acara malam. Dengan kesepakatan pementasannya gak boleh puisi, drama, atau prosa (emangnya kuliah teori sastra? hehe).
Kira2 pukul 16.00 kami pun berkumpul untuk siap2 bergi ke pantai. Asyiiiiiiikk. Udah gak sabar nee pengen basah2an di pantai. Refreshing dari rutinitas yg penat. Dengan beberapa menit berjalan menyusuri sawah, kami pun sampai di pantai yg indah nian. Hmm, ternyata suasana pantai cukup ramai. Tanpa berpikir panjang kami pun mulai beraksi. Ada yg nyebur ke air. Ada berguling2 di pasir. Dan yg gak boleh ketinggalan adalah photo2…
Waduh, mata saya tiba2 melirik pada sesuatu yg berwarna hijau berbentuk bulat. Dan kayaknya sueger banget. Yup! apalagi kalo bukan kelapa muda. Sebelum ngiler, saya beberapa teman2 (Ayi, Nay, Mustika, Asti) pun menghampiri si ibu penjual kelapa muda yg sudah lama ditongkrongin ama Dino, Ari, Icha, dan Rahmi. Dan ternyata kelapa mudanya emang sueger tenan, rek… Emang pas bgt kalo minum kelapa muda di pantai dengan angin sepoi-sepoi gini.. Habis satu buah masih pengen nambah lagi, tapi sayang perut kayaknya udah gak muat. Hehe..
Senja telah lewat. Kami pun beranjak dari pantai setelah cukup puas bermain dan berfoto2…
Kira2 pukul 19.00, setelah mandi dan sholat maghrib, kami pun berkumpul lagi untuk makan malam. Sembari menunggu makanan, waktu dimanfaatkan untuk perkenalan biar lebih karab. Hmm, cukup seru juga. Setelah beberapa saat, makanan pun datang. Kami pun makan bersam-sama dengan lahapnya. Nyam, nyam, nyam. Kemudian acara dilanjutkan dengan pementasan masing-masing kelompok. Sebelum pentas, tiap kelompok pun memperkenalkan diri dengan yel-yelnya. Eh, ada mbak Dewi (angkatan 2006) dan beberapa angkatan 2008 (Nesa, Elita, Astri, Arifin, dan Yudi) yang datang.
Yang pertama tampil adalah kelompok “ubur-ubur”. (Ari-Putri-Ayi-Rifqi-Ayu-Danil). Yel-yelnya singkat dan padat. Pementasannya juga cukup menarik dengan mengusung drama musikal yg disutradarai Ari. Selanjutnya adalah kelompok “tahu tek”. (Anis- Aza- Hani-Wita-Lilis-Mustika-Nay-Rahmi). Dengan tarian ceria kelompok ini membawakan yel-yelnya. Pementasannya berjudul “tek-tek-tek out” yg mirip bgt ama acara “Take Me Out”. Yang terakhir adalah kelompok “makhluk tuhan paling seksi” (semoga namanya benar,hehe). (Asti-Nina-Fredi-Icha-Danar-Dino-yg lainnya lupa). Seperti nama kelompoknya, yel-yelnya juga memakai lagu “makhluk tuhan paling seksi” Mulan Jamila. Pementasannya juga drama musikal yg sangat menarik, ditambah lagi dengan genjrengan gitar yg cihuy.
Setelah pementasan, acara selanjutnya adalah game. Game kali ini adalah komunikata. Tiap orang harus melanjutkan kata-kata yg diucapkan oleh teman disebelahnya. Kata yg diucapkan harus nyambung atau berterima. Kalo gak bisa akan dikenakan hukuman pertanyaan. Ternyata banyak juga yg gak nyambung dan kadang terlalu lama mikirnya. Hahaha. Setelah komunikata, selanjutnya adalah komuniangka dan komunihuruf. Angka atau bilangan yg diucapkan harus sesuai dengan EYD (emang dasar anak Sasindo.hehe). Banyak yg terjebak pada bilangan delapan (8), yg diucapkan “hlapan”. Sayangnya, komunimorfem dan komunifrasa gak ada, hahahaha.
Selanjutnya adalah sesi curhat. Mengenai apa saja. Semuanya bebas. Ada yg berbicara tentang gab tiap angkatan. Ada yg berbicara tentang kekompakan. Ada yg berbicara tentang masa depan KMSI. Dan lain sebagainya. Sesi curhat ini dimaksudkan untuk mengetahui masalah-masalah yg terjadi dan menambah keakraban semua anak Sasindo. Tak ada lagi senioritas. Kemudian ada mas Kobe, mas Nao, dan beberapa orang yg datang. Dan acara pun dilanjutkan dengan api unggun..
Beberapa orang berusaha membuat api unggun. Setelah beberapa menit, api pun sudah menyala. Suasana menjadi sangat hangat. Ditambah dengan beberapa nyanyian dan genjrengan gitar. Yang jelas asyik bgt… Acara ini pun semakin lengkap ketika ada seorang cowok yang melakukan “katakan cinta” pada gadis pujaannya, cuit..cuit.., Sang pangeran cinta pun membacakan puisi untuk si gadis, dan dibalas pula dengan puisi. Prikitiuw... (tentang siapa orangnya, teman2 yg gak ikut out bond boleh penasaran,hehe).
14 Maret 2010
Kira2 pukul 00.30 acara malam (eh pagi, nding) ini usai. Ada teman2 yg langsung menenggelamkan diri di kasur, ada yg masih genjang-genjeng pake gitar, ada yg malah pergi ke pantai. Ternyata pantai pada malam hari tu keren bgt, dan cukup ramai. Buih yg ada di laut membentuk satu garis putih lurus di sepanjang bibir pantai. Indah tak terperi. Angin yg dingin semakin memperkuat suasana. Lampu2 tower pun bertarung dengan bintang di langit.
Pagi pun datang. Beberapa mata yg masih mengantukdan belum mandi berkumpul di lapangan untuk senam pagi. Instruktur senam adalah mas Kobe. Gerakan ini itu pun dilakukan guna melemaskan otot-otot. Yang kelak baru diketahui bahwa senam ini sangat bermanfaat ketika out bond. Setelah senam, dilanjutkan dengan sarapan, sebuah arem-arem dan kucur hangat. Hmmm, lezat. Sarapan kali ini agak beda karena ada semacam “renungan” untuk menghayati makanan sebelum dimakan.
Pukul 08.00. Nah, acara yg ditunggu2 akhirnya datang juga. Out bond asyik ala Sasindo. Permainan pertama adalah melayang (sebenarnya saya tidak tahu namanya,hehe). Ada seseorang yg melayang dari suatu ketinggian dan teman2nya harus bisa menangkapnya. Kepercayaan pada teman sangat diperlukan pada permainan ini. Siapa yg tidak percaya bisa jadi akan jatuh. Saya pun mencoba. Awalnya, agak gemetar saat memutuskan untuk melayang. Ada perasaan takut, tapi justru itulah yg harus dilawan. Harus percaya pada teman2 yg akan menolong. Dan ternyata: saya bisa. Tapi ada beberapa yg takut juga. Yg membanggakan adalah Nina. Beberapa saat lamanya dia benar2 takut untuk melayang, sampai2 teman2 yg ada di bawah menjadi gemes. Tapi akhirnya dia bisa juga.
Permainan selanjutnya adalah loncat tali. Tali diikat pada pohon dengan ketinggian tertentu. Masing2 orang harus bisa melewatinya tanpa menggunakan alat. Kemudian kelompok dibagi menjadi dua. Berbagai carapun dilakukan agar satu per satu teman bisa melewati tali. Ada yg diangkat. Ada yang naik punggung. Yg jelas, kerjasama tim sangat diperlukan. Ternyata teman2 belum juga capek. Permainan pun dilanjutkan dengan komuniangka (lagi). Tapi kali ini agak beda karena menggunakan arah tangan.
Ada satu lagi permainan, yaitu kereta batu (sebenarnya saya juga tidak tahu nama sebebnarnya). Batu harus diberikan kepada teman kelompoknya dengan menggunakan kaki posisi salto, tidak boleh tangan. Lahan yg berbatu merupakan tantangan pada permainan kali ini. Kelompok yg berhasil mengumpulkan batu terbanyak, dialah yg menang.
Kira2 pukul 11.00, permainan pun usai sudah. Sembari menunggu makan siang, kami pun beristirahat. ada juga yg mandi karena dari pagi belum mandi. Dasar. Beberapa saat kemudian makanan pun datang. Kami pun makan bersama-sama di bawah pohon kelapa yg rindang. Sangat menyenangkan. Kemudian dilanjutkan dengan istirahat dan packing. Bersiap-siap sembari menunggu bus yg belum datang.
Kira2 pukul 13.00, bus berwarna biru pun datang. Kami semua masuk dan mencari tempat yg nyaman. Bersiap meluncur. Dan sampai di kampus kira2 pukul 14.00…
Out bond yg amat sangat menyenangkan. Sebenarnya masih banyak hal indah lainnya yg tidak bisa dituliskan dengan kata-kata.
Salam,
-Ann-
Friday, January 29, 2010
Pagi Bening dan Segelas Teh Manis di Hall Teater Gadjah Mada
Setelah sekian lama gak nonton teater, saya dibuat tersenyum lebar oleh ajakan mbak Ima (kakak angkatan) untuk menyaksikan pertunjukan teater di TGM. Malam itu, 16 Desember 2009 kira2 pukul 19.45 kami tiba di lokasi. Kami disambut oleh beberapa lilin yg dinyalankan di sepanjang jalan menuju panggung. Hmm, romantis. Ternyata banyak juga teman saya yg datang. Karena belum membeli tiket, kami pun membelinya. Tiket berwarna hijau dengan gambar seorang wanita berbaju merah itu tampak sangat cantik, dan dijual dengan harga lima ribu rupiah saja.
Kemudian kami pun dipersilakan menuju tempat yg sudah disiapkan. Karena tempat duduk yg disediakan adalah lesehan, panitia menyiapkan semacam rak, agar sepatu dan sandal tidak berantakan. Hmm, mengagumkan. Sebelumnya saya belum pernah melihat pementasan lesehan yg ada rak sepatunya. Akibatnya sandal2 pun berantakan dan merusak pemandangan. Kami juga dipersilakan untuk mengambil minuman yg disediakan. Soft drink ala TGM. Teh dan jahe manis. Ada air mineral juga. Saya pun memilih teh manis.
Tampilan panggung cukup sederhana tapi memikat. Ada sebuah kursi taman berwarna putih dan sejumlah tanaman didalam pot. Yup! Latar yg ingin ditampilkan adalah sebuah taman di pagi hari. Oya, pementasan kali ini berjudul Pagi Bening karya Serafin dan Joaquin Alvarez Quintero yg diterjemahkan oleh Sapardi Djoko Damono.
Kira2 pukul 20.15 pementasan pun dimulai. Sebelumnya, ada pembawa acara yg bercas-cis-cus sebentar. Kemudian musik dibunyikan. Lighting menyala. Tampak seorang wanita tua bersama pembantunya memasuki panggung (taman). Wanita tua ini bernama Laura dan pembantunya adalah Petra. Kemudian Petra meninggalkan Laura yg tengah asyik bercakap dengan merpati-merpati yg memakan remahan roti. Kemudian masuklah seorang lelaki tua yg bernama Gonzalo dan pembantunya yg bernama Juantino yg mencari kursi kosong di taman. Juantino pun meninggalkan Gonzalo di taman. Kostum yg digunakan oleh para tokoh memperlihatkan bahwa settingnya adalah sebuah daerah di Spanyol.
Laura dan Gonzalo kemudian terlibat dalam sebuah pertengkaran kecil. Laura mengejek Gonzalo karena memakai kaca pembesar saat membaca sebuah syair. Percakapan pun mengalir hingga pada akhirnya mereka menceritakan kisah masing-masing. Tentang pertemuan pertama mereka di sebuah villa. Tentang wanita bagai perak. Padahal sebenarnya mereka menceritakan dirinya masing2. Permainan lighting mengantarkan penonton untuk mengetahui isi hati tokoh yg sebenarnya. Maklum, kedua tokoh diceritakan menutupi identitas masing2.
Mereka tidak mau jujur tentang keadaan yg sebenarnya. Dan memilih untuk membiarkan semua berlalu dalam kenangan tentang masa muda yg penuh gelora. Setelah sekian tahun lamanya terpisah, akhirnya mereka bertemu kembali di sebuah taman pada pagi yg bening. Mereka sangat menikmati pertemuan tersebut. Mereka pun berjanji setiap pagi akan datang ke taman untuk bertemu. Hmm, so sweet. Sebenarnya Laura dan Gonzalo tidak sadar bahwa mereka mengalami kisah dalam syair yg mereka bacakan. Pertemuan bahkan ucapan-ucapan mereka juga sama persis seperti dalam syair.
Drama komedi ini cukup menarik. Penonton pun terhanyut dalam humor segar yg dibawakan. Tapi sayang, pertujukan ini cuma sebentar. Dan berakhir dengan tepuk tangan riuh dari penonton. Kemudian MC memperkenalkan satu persatu para tokoh dan kru. Sayang sekali saya tidak ingat nama2 mereka. Sebelum para penonton pulang, diharuskan juga untuk mengisi semacam questioner tentang pementasan tadi. Sebagai dokumentasi, ada beberapa orang yg diminta pendapatnya untuk direkam.
Saya cukup senang dengan pementasan kali ini. Cukup menggigit. Saya pun tak sabar menunggu pementasan2 TGM selanjutnya.
Salam,
-Ann-
Monday, January 25, 2010
Suatu Hari Tentang W.S Rendra
Pada hari Sabtu tgl 14 November 2009, kira2 pukul tujuh pagi, di depan ruang auditorium FIB tampak sejumlah orang yg tengah melakukan beberapa aktivitas. Ada yg mempersiapkan meja tamu, ada yg mempersiapkan snack, ada juga yg menata buku (berjudul “Repertoire” yg akan dibagikan secara gratis untuk para tamu, tersedia dlm bhs Indonesia dan bhs Inggris). Di dalam ruangan, telah berderet dgn rapi sejumlah kursi untuk para tamu dan pembicara. Yup! hari ini akan diadakan sebuah seminar untuk mengenang wafatnya Rendra, yang kemudian disebut sebagai “bulan Rendra”. Seorang sastrawan besar yg sampai saat ini fotonya masih terpajang gagah di dinding kamar saya. Hehe.
Kira2 pukul sembilan, beberapa undangan telah datang dan menempati sejumlah kursi. Pak Dibyo dan Bu Ningrum juga sudah datang dari tadi. Tampak juga pak Bakdi Soemanto, yg nantinya akan jadi pembicara. Oya, yg akan jadi pembicara pada seminar kali ini selain pak Bakdi adalah pak Faruk H.T, pak Nugroho, dan M.H Ainun Nadjib alias Cak Nun. Wow, pasti seru!
Pukul 09.30 telah lewat, tapi acara belum juga dimulai. Ternyata masih nunggu pak Faruk yg belum datang. Kira2 pukul 09.45 Bu Novi, yg bertugas sebagai MC, mempersilakan para undangan untuk menempati kursi bagian depan karena acara akan segera dimulai. Sayang sekali, yg datang tidak begitu banyak. Masih banyak kursi yg kosong. Teman2 jg tidak banyak yg datang karena mengira acara ini tidak untuk umum.
Di podium telah duduk Cak Nun yg waktu itu memakai baju hitam, Pak Faruk, dan Pak Dibyo selaku moderator. Seminar kali ini dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama adalah cak Nun dan pak Faruk. Pak Dibyo kemudian mempersilakan Cak Nun untuk berbicara terlebih dahulu. Cak Nun, yg selalu mendampingi Rendra pada saat2 terakhirnya, bercerita tentang bagaimana manusia Rendra. Jika Rendra telah banyak dibicarakan sebagai penyair dan dramawan, kali ini cak Nun hanya ingin bercerita tentang bagaimana keseharian Rendra. Bagaimana sikap hidup Rendra. Menurut cak Nun, saat ini masyarakat tidak dapat menghargai tokoh2 besarnya, mulai dari Habibie, Nur Kholis Madjid, dan Gus Dur. Nah, kehadiran Cak Nun adalah untuk mengakui orang2 besar itu, kelakarnya. Selanjutnya, cak Nun tak ingin Rendra dilupakan begitu saja. Beliau senang bahwa Rendra diperingati dimana2.
Rendra adalah pribadi yg sangat luhur. Di saat2 terakhirnya ia masih sempat memikirkan orang lain. Diceritakan oleh cak Nun bahwa saat menentukan satu orang yg akan ikut pada pengobatan Rendra di Singapura, Rendra memilih A. Tapi kemudian Rendra juga memilih B, C, dan D karena tidak mau mengabaikannya. Hmm, saya sangat terharu mendengarnya. Dilain kesempatan, Rendra adalah pemeluk agama yg kuat. Cak nun bercerita bahwa Rendra selalu menangis “ngguguk-ngguguk” jika mendengar asma Allah dan Rosulnya. Rendra juga menganggap bahwa islam adalah agama yg demokratis. Karena dengan syahadat ia bisa mengislamkan dirinya sendiri. Pengalaman spiritual Rendra ketika itu terjadi di pantai Parangtritis. Bagi cak Nun, tiga penyair besar Indonesia sampai saat ini adalah Chairil Anwar, Sutardji Calzoum Bachri, dan Rendra. Yup! saya setuju.
Pembicara selanjutnya adalah pak Faruk. Beliau berkelakar bahwa sebenarnya tidak tahu kenapa bisa duduk dipodium pada saat itu. Beliau merasa tidak begitu mengenal Rendra. Tapi akan mencoba berbicara tentang Rendra dari sisi akademik . Tapi seribu maaf, pembicaraan pak Faruk sama sekali tidak terekam dalam memori saya. Bahasannya agak berat. Otak saya gak siap. Hehe.
Dalam diskusi tersebut salah satu peserta mengutarakan pendapatnya. Bagaimana kalau Rendra dijadikan sebagai bapak teater modern Indonesia? Mengingat bahwa Usmar Ismail dijadikan sebagai Bapak perfilman Indonesia. Cak Nun menjawab bahwa sebenarnya Rendra telah menjadi bapak teater Australia. Tentang ide tersebut Cak Nun setuju, tapi kata ‘bapak’ perlu didiskusikan kembali. Pak Faruk malah gak setuju dengan adanya kata ‘bapak’ . “gak perlu lah yg gitu2an” katanya. “tapi kalau ‘anak’ saya setuju”. Hahaha…
Pertanyaan selanjutnya adalah tentang keindahan, ketenangan, dan kebebasan Rendra. Cak Nun mengatakan bahwa Rendra adalah wakil keindahan Tuhan. Rendra itu menginformasikan kehidupan. Rendra itu keindahan. Dia adalah orang yg sangat cinta kepada Indonesia. Cak Nun bilang bahwa belum pernah menemukan nasionalisme seperti nasionalismenya Rendra pd seniman2 lain. Rendra mantap menjadi penyair adalah ketika bertemu dengan tukang arang. Kehidupan maju yg dibayangkan oleh tukang arang bukan menjadi orang yg kaya-raya. Cita2 si tukang arang adalah ingin bagaimana bisa membikin arang menjadi lebih baik. Sejak saat itulah Rendra menemukan ketenangan.
Pak Dibyo kemudian menyudahi diskusi sesi pertama tersebut dan mengucapkan terimakasih atas kesediaan Cak Nun untuk datang. Cak Nun malah bilang kalo dirinya sangat bersedia datang, asalkan waktunya dikonfirmasikan terlebih dahulu. “kalo dulu saya ditolak, itu karena zaman dulu dosen2nya isih pekok” kelakarnya. Hahahaha. Cak Nun pun meminta maaf karena tidak bisa mengikuti seminar hingga akhir.
Sesi kedua adalah pak Bakdi dan pak Nugroho. Pak Dibyo mempersilakan pak Nugroho, dosen Sastra Nusantara, untuk terlebih dahulu menyampaikan makalahnya. Karena pak Nug merasa hari2nya selalu diliputi wayang, wayang, dan wayang, maka apa boleh buat, ia pun berbicara soal Rendra dari segi pewayangan. Menurutnya, Rendra adalah seorang seniman besar yg tidak melupakan kebudayaan bangsanya. Salah satunya adalah pewayangan.
Hal tersebut dapat dilihat dari pemberian nama terhadap anak-anaknya. Delapan anak Rendra selalu “diembel-embeli” dengan nama wayang. Daniel Seta, Clara Sinta, Yunus salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, …. Saraswati (yg ini saya lupa nama depannya), Isaias Sadewa, dan Maryam Supraba. Menurut pak Nug, nama2 tersebut tidak ada yg keliru, semua ditempatkan pada tempatnya secara benar. Tidak keliru antara laki-laki dan perempaun. Pak Nug menambahkan bahwa sebarat-baratnya Rendra, ternyata dalam hati kecilnya masih memikirkan Jawa.
Selanjutnya, Pak Bakdi akan berbicara tentang Rendra yg dilhat dari lakon drama Kereta Kencana. Kereta Kencana tumbuh menjadi ikon Rendra, dimainkan dimana-mana oleh Rendra dan Istrinya. Kereta Kencana adalah daptasi dari lakon The Chairs karya Iogene Ionesco, seorang dramawan Perancis. The Chairs dalam bahasa Perancis adalah Les Chaises yg berarti ‘kursi-kursi’. Pak Bakdi bercerita bahwa Lakon The Chairs adalah favorit Umar Kayam, tetapi Kayam agak terkejut ketika The Chairs diadaptasi oleh Rendra. Munculnya Kereta Kencana bersamaan ketika pementasan Bengkel Teater menyusut.
Awalnya, lakon Les Chaises menceritakan seorang profesor tua dan istrinya yg tinggal di sebuah pulau. Mereka tengah menunggu tamu-tamu untuk mendengarkan ceramah sang profesor. Ruang tamu mereka telah dipenuhi oleh kursi. Tapi tamu2 yg ditunggu tersebut tidak pernah datang. Suasana yg terbentuk pd lakon tersebut adalah hampa dan mencekam. Sepi. Ini adalah cerminan suasana pasca perang dunia II. Namun, Rendra telah mengubah segalanya! Tidak ada kursi-kursi di panggung Rendra, tapi dibayangkan ada. Yang paling penting adalah suasana sepi diubah Rendra menjadi puitis. Ruang yg kosong menjadi penuh dan berkebalikan dengan lakon Les Chaises. Disinilah letak kreaativitas Rendra.
Pak Bakdi membawakan makalahnya dengan sangat ekspresif. Sesekali beliau menirukan dialog2 lakon. Dan keren banget. Maklum, pak Bakdi juga adalah pemain teater yg handal. Bersama Rendra, beliau telah malang melintang di dunia perteateran. Menurut pak Bakdi, salah satu ciri Rendra adalah selalu menjaga daya hidup.
Kemudian, pak Dibyo pun membuka tanya jawab. Hmm, bayak juga pertanyaan yg disampaikan. Pertanyaan pertama disampaikan oleh Bu Ningrum (dosen dramaturgi). Drama Rendra yg manakah yg paling master piece? Dan sejauh mana Rendra membawa kontribusi terhadap teater Indonesia? Kemudian pak Bakdi menjawab bahwa sepulangnya dari Amerika, Rendra ingin membangun teater Indonesia yg pada waktu itu “masih begitu-begitu saja”. Pada waktu itu Rendra nonton pementasan Arifin C. Noer yg berjudul Caligula. Kemudian munculllah teater Mini Kata, yg oleh pak Bakdi dianggap paling berpengaruh. Meskipun pd setiap pementasan Rendra selalu ada pembaruan.
Pertanyaan selanjutnya adalah analogi Rendra dalam dunia pewayangan. Oleh pak Nug di jawab, karena mengingat kata Cak Nun bahwa Rendra adalah wakil keindahan, maka seandainya Rendra adalah tokoh wayang, yg sesuai dengannya adalah Arjuna. Arjuna adalah jago para dewa dengan keindahan fisiknya. Betul..betul..betul.
Kira2 pukul 12.45, pak Dibyo menyudahi diskusi kali ini. Dan Bu Novi pun menutup acara. Hmm, diskusi yg sangat menyenangkan. Bagaimanapun Rendra tak akan tergantikan. Ia akan selalu besar. Selalu dikenang. Selamat jalan Burung Merak..
Sebenarnya, acara tentang Rendra belum selesai. Malam harinya ada pementasan teater oleh Putu Wijaya, tentang Rendra juga. Dan sangat menarik. Tapi akan saya ceritakan dilain catatan saja. Takut catatan ini jadi terlalu panjang.
Salam,
-Ann-
Thursday, January 21, 2010
PADA SEBUAH STASIUN
Seperti mengeja anak-anak waktu,
Yang tak sempat kujadikan lagu
Masih ada kursi-kursi tua
Dan berpasang-pasang rel kereta
Matamu yang perak,
Bertanya tentang cinta
Barangkali sepasang rel kereta lebih mampu menjawabnya.
(Januari, 2010)
-Ann-
DARI HALTE KE HALTE
Sebuah bus berjalan pelan-pelan sebelum petang
Kacanya menyerap hujan
dalam dialog yang panjang
Dari halte ke halte,
Beberapa pasang wajah bercerita
tentang lampu-lampu yang selalu terjaga
tentang pohonan yang menjadi suram tiba-tiba
Dari halte ke halte,
Angin mengabarkan berita
tentang malam-malam yang semakin asing
tentang jalanan yang kian bising
Dari halte-ke halte,
Sebuah bus berjalan pelan-pelan dalam hujan
Dan berhenti pada sebuah jam.
(Januari,2010)
-Ann-
Wednesday, January 20, 2010
Team IdeKita in Action: Pementasan Drama Titik-titik Hitam Karya Nasyah Djamin
Awalnya adalah sebuah tugas. Mata kuliah dramatisir, eh dramaturgi dink, selain diwajibkan untuk bikin film pendek, para mahasiswa juga diwajibkan mementaskan sebuah drama. Maka terjadilah rapat besar-besaran oleh tim IdeKita untuk menentukan naskah mana yang akan dipentaskan. Dan terpilihlah Titik-titik Hitam karya Nasyah Djamin. Sejujurnya, naskah ini dipilih karena menyesuaikan jumlah anggota yg hanya lima orang. Empat putri cantik dan satu pangeran yg lumayan tampan, (sebenarnya agak berat mengucapkannya,hehe, piiiiss).
Titik-titik Hitam menceritakan kondisi keluarga yg diliputi permasalahan. Permasalahan yg sulit dipecahkan. Mereka saling menutupi kesalahan orang2 yg mereka cintai. Seorang ibu yg membenci menantunya (Adang) karena seri ng meninggalkan anaknya keluar kota. Seorang suami (Adang) yg mencintai istrinya (Hartati), tapi tidak dapat mencukupi kebutuhan batinnya. Istrinya tersebut selingkuh dengan adiknya sendiri (Trisno). Seorang wanita (Rahayu, adik Hartati) yg menggugurkan kandungannya. Kakak adik (Hartati dan Rahayu) yang memperebutkan orang yg sama (yaitu Trisno). Juga seorang dokter yg merasa berdosa karena pernah menggugurkan kandungan Rahayu. Dan puncaknya, Hartati meninggal karena tekanan batin. Apakah Anda bingung? Baguslah, ini memang membingungkan.hehe
Selanjutnya adalah penentuan peran. Setelah menimbang, memilih, akhirnya diputuskan: Muh. Rasyid Ridlo berperan (sebagai Adang), Riassa Maistyari (Rahayu), Inta F. Devi (ibu) , Srikandi Yuniar (dokter), dan karena gak ada yg laen terpaksa Anis Mashlihatin berperan sebagai suster. Hehe. Salah satu tokoh harus dihilangkan soalnya kekurangan SDM. Karena udah malang melintang di dunia per-teater-an, akhirnya si Ridlo dikenai hukuman jadi sutradara. Dan latihan2 pun dimulai. Kendala utama adalah menentukan jadwal latihan ditengah padatnya kuliah (dan pacaran,haha). Gedung Margono menjadi saksi bisu latihan2 kami tiap sore.
“menunggu” ternyata menjadi bagian dari proses kami. Menunggu teman yg telat, menunggu hujan reda, dan menunggu-menunggu yg lain. Saling evaluasi adalah hal yg sangat menyenangkan. Ternyata vokal menjadi masalah beberapa pemain. Ada yg gak bisa vokal keras, ada yg selalu menambah huruf “H” saat mengucapkan kata-kata berawalan huruf a-i-u-e-o, ada yg belepotan saat mengucapkan huruf “R”. Hmm, tapi kami terus belajar. Kami saling memberikan energi positif. Dan menghafal naskah adalah hal yg paling sulit. Dialognya panjang2. Si Ridlo susah menempatkan kata2 “sudah”, “cukup”, dan “diam”. Si Candy kesulitan menempatkan kata2 “tenang”, “sabar”, dan satunya lagi saya lupa.
Jujur, kawan. Sebenarnya kami baru benar-benar latihan saat seminggu sebelum hari H. Biasa, tekanan deadline. Hehe. Diantara paper2 yg harus dikerjakan untuk ujian semester, kami pun berusaha untuk latihan tiap sore. Semangat pun membara karena sadar belum menguasai peran dan dialog. Latihan pun diperpanjang. Dari siang ampe malam. Latian ampe jam sebelas malam udah jadi hal yang biasa. Kami tahu, kami sadar, ini bukanlah proses yg baik. Bukan latihan yg baik untuk sebuah pementasan drama. Barangkali jika suatu saat ada kesempatan lagi, kami akan berusaha lebih baik (ini bukan berarti kami pengen ngulang mata kuliah dramaturgi lhoo).
Oya, sebenarnya ada dua kelompok lagi, mereka menamakan diri sebagai kelompok JalanSenja dan Len’s. (Hmm, tentang pementasan dua kelompok ini akan saya ceritakan juga). Dari tiga kelompok ini, tim-tim kecil pun dibentuk untuk membagian tugas. Ada bagian publikasi, acara, konsumsi, perlengkapan, dan dokumentasi. Saya dan Icha bagian publikasi, tapi akhirnya yg desain pamflet si Ridlo.hehe. Kami sedikit bandel, sedikit nakal. Publikasi sengaja ditempel H-2 biar gak banyak yg liat. Biar gak banyak yg nonton. Sssssst, sebenarnya ini rahasia. Tapi gak papa, smua sudah berlalu jadi saya ceritakan saja. Hehe..
Tim idekita melaksanakan gladi bersih pada jumat malam di hall Teater Gadjah Mada (TGM). Oya, kami juga dibantu oleh dua makhluk super haibat dari TGM, yaitu si Erlin dan si Ari. Klo gak ada mereka, entah apa yg terjadi. Mereka selalu setia menemani kami. Dan banyak membantu masalah keaktoran dan musik. Penghargaan tertinggi untukmu wahai Erlin dan Ari.
Selanjutnya, kira2 pukul 20.30 kami bersiap untuk setting panggung di ruang C203 dan C204. Si Rifqi datang bareng Yudho dan si gendut (adek angkatan) buat ngangkut backdrop, kabel, ligthing, sound, dan beberapa peralatan lainnya dari TGM. Dan kami menyewa mobil pick-up untuk mengangkut peralatan2 tersebut. Banyak bgt je..
Untungnya, pak satpam bersedia membukakan gedung C. Dan kami pun langsung beraksi. Mengangkut semua peralatan dari lantai satu ke lantai dua. Menyingkirkan kursi2. Memasang backdrop, lighting, dan sound. Menjelang pukul dua belas malam wajah2 kelelahan, ngantuk, plus kelaparan pun mulai terlihat. Tapi kami masih semangat. Akhirnya, pekerjaan kami sudahi kira2 pukul satu pagi. Dan akan kami lanjutkan besok karena lighting belum terpasang sepenuhnya. Tapi backdrop, kabel2, dan sound sudah terpasang. Maklum, kekurangan SDM cowok..hehe
Sabtu, 16 januari 2010. Akhirnya hari ini datang juga. Kira2 pukul sembilan pagi beberapa orang tampak memasuki ruang C203. Yup! mereka adalah kelompok JalanSenja dan Len’s yg bersiap-siap melakukan gladi bersih dan menyiapkan beberapa properti. Saya bersama teman2 IdeKita juga mempersiapkan property. Property kami cukup banyak dan berat. Dan para wonder women pun beraksi. Dibantu oleh Edi (adik angkatan) mengangkat beberapa sofa dari jurusan satra Indonesia ke ruang C203. Fiuuh..cukup menguras tenaga juga ternyata. Dan hasilnya: tangan jadi kram dan biru2. Haha. Tak apalah, demi artistik yg dahsyat (ah, gak juga tuh...)
Kira2 pukul setengah satu siang, panggung pun telah siap. Semua lightingpun telah terpasang. Semua property juga telah selesai. Saatnya para pemain di make up. Saya mengucapkan terimakasih yg sebesar-besarnya kepada mbak Ima, mbak Tiwi, dan Dita yg telah bersedia me-make up-in kami. Gila! Make-upnya musti tebel bgt biar kelihatan karakternya.
Saya tidak tahu dengan jelas keadaan di luar karena sedang di make up juga. Yang pasti beberapa penonton telah berdatangan. 2000an paling, hehe. malahan ada yg rombongan satu keluarga dari luar kota lo.. siapa lagi kalo bukan keluarganya si Rifqi yg datang dari Solo. Salut2. Jadi terharu. Gak cuma itu, ternyata mas Maman, the man behind the cam, juga datang dengan membawa beberapa peralatan untuk merekam. Peralatannya lengkap bgt. Hmm, gak nyangka apresianya sangat besar. Sangat terharu saya.
Pukul 13.30 pementasan pun dimulai. IdeKita mendapat giliran pertama. Dag-dig-dug rasanya. Ternyata terjadi banyak improvisasi di panggung karena ada dialog yg salah, hehe. Kemudian disusul kelompok Len’s dengan drama berjudul Para Jahanam karya Zulkifli Sasma, dan JalanSenja dengan drama berjudul Terdakwa karya S.Hastuti. Yg jadi pembawa acara kali ini adalah mbak Dewi dan mas Kobe. Sebelum pentas, kami pun melakukan kosentrasi dan meditasi. Wah, demam panggung nih. Butuh obat turun panggung kayaknya.
Teman mas Maman (maaf saya tidak tahu namanya) dan si Erlin sedang sibuk merekam jalannya pementasan. Sementara si Ari sibuk mengatur lighting dan musik.
Pementasan drama Titik-titik Hitam kira2 berlangsung selama 40menit. Para Jahanam kira2 20menit, dan Terdakwa kira2 30menit. Para Jahanam menceritakan kehidupan kaum underdog. Dialog2 umpatan memenuhi drama ini. Karena kekurangan pemain cowok, cewek2 Len’s ini berdandan layaknya cowok. Sip2. Kalo Terdakwa menceritakan masalah hukum pada zaman Orde Baru. Disajikan dalam bentuk drama komedi. Sangat menyenangkan..
Dan pementasan pun diakhiri dengan tepuk tangan penonton. Juga sedikit komentar dan apresiasi dari Bu Ningrum, dosen tercinta kami. Sayang, mas Alvein (salah satu dosen dramaturgi spesialis film) gak bisa datang karena sedang menjalankan proyek di luar kota. Bu Ningrum cukup bangga dengan pementasan kami dan sedikit mengomentari beberapa adegan, juga artistik. Dilanjutkan juga dengan pertanyaan beberapa penonton tentang bagaimana kami berproses. Diskusi pun cukup seru..ditambah lagi dengan curhat dari ibunya si Rifqi. Hehe
Kira2 pukul 15.30 acara pun usai sudah. Dilanjutkan dengan sesi photo2. Saling jabat tangan antar pemain. Senyum puas terlihat dari semua kru. Usai sudah semuanya. Maka, dilanjutkanlah dengan membereskan semua peralatan. Hmm, musti menurunkan sofa lagi. Dan semua tertata rapi seperti sedia kala kira2 pukul 16.30.
Salam,
-Ann-
Sunday, January 10, 2010
MADYA HARI 2: SEPOTONG WORKSHOP DAN IKO UWAIS YANG MERANTAU
Jumat, 8 Januari 2010
Rasanya amat sayang kalau saya tidak membuat catatan workshop penulisan skenario yg diadakan MADYA. Meskipun saya hanya sempat mengikuti beberapa menit karena terlambat datang. Padahal ini adalah workshop yg saya tunggu2. Tapi tak apa, toh saya masih sangat beruntung, karena masih bisa menyaksikan pemutaran film MERANTAU. Ditambah lagi dengan diskusi asyik bareng Produser ama aktor utamanya. Oiya, ada pertujukan silat juga lho..Hmm, sangat mengasyikkan tentunya ^_^.
Kira2 pukul tiga sore saya tiba di ruang audio visual benteng Vredeburg. Ada beberapa orang yg diluar ruangan yg menjaga buku tamu. Ada juga mbak Ima yg menjaga buku2. Kemudian saya langsung masuk ruangan yg tengah berlangsung workshop penulisan skenario film oleh Seno Aji dari Art Film School. Saya hanya mengikuti kurang lebih tigapuluh menit, jadi hanya sedikit saja yg bisa saya catat. Diantaranya adalah tentang sekuens, dan tentang seberapa besar peranan skenario dalam pembuatan film? Kenapa pesan kadang tidak sampai kepada penonton?
Mas Seno yang sore itu memakai kaos warna hijau menjawab bahwa sebenarnya dia juga gak tahu. itu adalah permasalahan film, bukan skenario. Sebuah skenario akan dibedah sesuai dengan wilayahnya. Tapi sutradaralah yg memegang kendali. Ternyata, Skenario yg tidak baik juga macem2 jenisnya. Ada skenario yg dialognya apa adanya. Dan itu gak boleh. Karena akan banyak improvisasi di lapangan. Beliau juga bilang kalo penulis juga harus bisa memahami kondisi rumah produksi Indonesia. Bagaimana mereka memproduksi sebuah film. Sedikit Tips dari mas Seno: kalau temen2 punya cerita, ditulis atau diketik aja, apapun tulisannya jangan dihapus. Juga harus diberi nama atau tanggal.
Karena jam sudah menujukkan pukul setengah empat. Diskusi pun disudahi. MC mengambil alih acara. Selanjutnya, yang tak kalah menarik, adalah pemutaran film Merantau. Karena sebelumnya saya belum pernah menonton, saya pun cukup dibuat penasaran.
Pukul 15.30. Beberapa orang tengah menyiapkan dua proyektor dan pita seluloid. (Udah gak sabar nee pengen liat filmnya). Kemudian lampu dimatikan. Tapi sebelum liat filmnya, penonton disuguhin behind the scene-nya dulu. Produser film ini adalah Ario Sagantara. Sutradara sekaligus penulis skenarionya adalah Gareth Evans, seorang bule berkebangsaan Inggris. Tak lama kemudian film Merantau pun diputar. Suara berisik dari proyektor sedikit mengganggu, jadi musti pasang telinga dengan seksama.
Film dibuka dengan Yuda (Iko Uwais, aktor utama) yang sedang berlatih silat, dengan latar belakang suara ibunda Yudo (Christine Hakim) yang menerangkan tentang tradisi merantau di Minangkabau. Hmm,, adegan2 awal membuat saya terharu. Yuda yg menetapkan hati untuk keberangkatannya ke Jakarta dan ibunya yg mencoba merelakan kepergian anaknya (jadi ingat ketika saya memutuskan untuk kuliah di jogja,hoho). Adegan favorit saya adalah saat Yuda, Yayan, dan Ibunya makan bersama.
Entah apa yg dibayangkan Yuda. Hanya dengan bekal silatnya ia memutuskan untuk mencari penghidupan di kota metropolitan seperti Jakarta, yang konon kabarnya sangat kejam. Hehe. Beberapa kejadian kebetulan mengantarkan Yuda pada persoalan komplotan perdagangan wanita. Yup, Yuda pun bertarung dengan komplotan tersebut. Beberapa aksi laga pun dimulai. Yuda menujukkan kebolehannya dalam bersilat. Gila! Keren banget. Ia mampu menumpas beberapa orang hanya dengan tangan kosong. Konon, silat yang digunakan Yuda adalah silat harimau. Adegan silat di lift juga keren (agak mikir, gimana ya nyutingnya?hehe).
Diantara ketegangan melihat aksi Yuda, saya dikagetkan oleh sebuah suara yang memanggil nama saya. Eh, ternyata mas Maman. Beliau duduk dibelakang saya. Mas Maman yg sebelumnya udah nonton film Merantau di bioskop sedikit berkomentar. Beliau tertarik dengan adanya tiga hubungan persaudaraan dlm film ini. Yaitu, Yuda dengan Yayan, Astri dengan Adiet, dan dua tokoh bule (kalo gak salah namanya Ratger dan Luc). Beliau Juga kagum dengan kehebatan Yuda yg gak pernah makan selama pertarungan. Hehe, ada-ada aja.
Menjelang maghrib, film ini usai sudah. Dan diakhiri dengan tepuk tangan meriah dari penonton. Hmm, sedikit komentar dech tentang film Merantau. Saya rasa film ini cukup berhasil jika dilihat dari penyajian aksi-aksi laganya. Apalagi dengan mengangkat pencak silat sebagai latar belakang. TOP banget . Tapi (harus ada kata “tapi” diar lebih afdhol, hehe), seandainya film ini juga dibingkai dengan cerita yang menarik, atau paling tidak dengan permainan alur pasti hasilnya lebih mantapp. Namun sayangnya hal itu tidak terjadi. Barangkali sang sutradara hanya berkosentrasi pada aksi laganya aja. Tapi secara keseluruhan, film ini patut diacungi jempol.
Diskusi dengan produser dan aktor utama film Merantau akan dimulai pukul tujuh. Kedatangan si lucu Zahra dan Zaskiya (kedua putri mas Alvein) sangat menyenangkan dan cukup mengisi kekosongan waktu. Saya pun mencoba meng-sms teman2 untuk datang pada diskusi. Tapi sayangnya mereka tidak bisa datang. Barangkali hujan cukup membuat malas. Aih, tampak beberapa laki-laki yg memakai kostum serba hitam dengan sedikit hiasan di kepalanya. Saya tidak tahu beliau2 ini berasal dari mana.
Jam sudah menujukkan pukul 19.30. MC pun membuka acara. Sebelum diskusi dimulai, penonton disuguhi dengan pertunjukan silat. Ternyata eh ternyata, beberapa orang dengan kostum serba hitam tadi mau silat toh. Hmm.. jadi penasaran. Beberapa saat kemudian sepasang pemain silat pun udah siap menggelar aksinya. Saya tidak bisa menggambarkan bagaimana gerakan mereka. Yang jelas cukup menarik. Tapi cuma sebentar.
Dan diskusi pun dimulai. Di podium telah duduk produser film Merantau, Ario Sagantara, dan tokoh utamanya, Iko Uwais. Iko yg memakai kemeja merah hati tua, jeans, dan sepatu warna putih tampak guanteng ^_^. Juga duduk bapak perwakilan dari MADYA dan pencak silat tadi (maaf, saya lupa namanya).
Tentang diskusi yang menarik ini saya tidak mengikuti sepenuhnya. Kendala jam malam, huh :< . Jadi hanya sedikit saja yg bisa saya catat. Saat ditanya tentang ide pembuatan film Merantau ini, mas Ario mengungkapkan bahwa sudah saatnya perfilman Indonesia membangkitkan kembali geliat film laga, genre yg sudah lama tidak muncul. Film laga Merantau mengenalkan seni beladiri pencak silat. Ini juga menjadi semacam cara untuk mengenalkan budaya Indonesia go internasional. Namun amat disayangkan, kenapa ide mengangkat seni beladiri silat ini justru datang dari orang luar? Selanjutnya, mas Ario menambahkan kalau film Merantau ini juga “melahirkan” hero lokal. Setelah sekian lama kita “kehilangan” hero seperti si Pitung.
Iko, yang juga seorang atlet silat nasional, saat ditanya tentang pengalamannya terlibat dalam produksi film ini merasa sangat senang. Ia juga berharap melalui film Merantau, orang2 semakin tertarik dengan silat. Hmm, film Merantau juga sempat diputer di Festival film Korea Selatan lho.. Tampaknya, kehadiran film Merantau membawa angin segar bagi masa depan film laga Indonesia. Semoga.
Jam sudah menujukkan pukul 20.30. Sayang sekali saya harus pulang. Padahal diskusi belum selesai. Tapi tak apa, saya cukup senang. Kali ini, saya adalah satu2nya penumpang di bus trans Jogja jalur 2A.
Salam,
-Ann-
Ucapan Terima Kasih
Saya menulis ucapan terima kasih yang cukup panjang di skripsi saya, di bagian kata pengantar. Ucapan sepanjang lima halaman itu saya tujuka...
-
: sebuah penjelajahan awal Kajian Homi K. Bhabha selain banyak dipengaruhi oleh teoretisi pascastrukturalis seperti Jacques Derrida, Miche...
-
Tuhanku yang super oke, aku minta maaf. lagi-lagi aku mengeluh. bisakah patah hati ini ditunda? rasanya sangat sakit. aku ingin menang...
-
Entah kenapa saya selalu merasa tenang kalau melihat air yang mengalir. Dan sore tadi, dengan kepala yang rasanya nyutnyut, dari belakang ka...